RD Daluas, Wartawan Bursa yang Jadi Pendeta Itu Telah Berpulang, RIP

redaksi - Minggu, 30 Januari 2022 16:25
RD Daluas, Wartawan Bursa yang Jadi Pendeta Itu Telah Berpulang, RIPPendeta RD Daluas. (sumber: FB/Luningkewas Sonny)

JAKARTA (Floresku.com) – Minggu, 30 Januari 2022, pukul 12.26 WIB redaksi media ini menerima pesan  duka melalui aplikasi WhatsApp  dari seorang rekan jurnalis Farida Danura. Pesan duka itu berupa tangkapan layar facebook perihal meninggalnya Pendeta Reynard Detamore Daluas atau Rein Daluas, alias RD Daluas.

Postingan itu dibuat oleh facebooker bernama Lumingkewas Sonny bersama Anatje Lihiang dan Min Lumintang, pada Minggu, 30 Januari 2022, pukul 12.15 WIB.

 Luningkewa Sonny menulis demikian, “RIP Suami dari Magdalena Molenaar Alm. Bapak. Rein Dalua (Kel. Daluas- Molenaar) di Jakarta.” 

“Ibadah Penghiburan Kolom 21 Gmim Musafir Kleak di Pimpin oleh Diaken Min Lumintang . Semoga Istri Magda Molenaar dan anak kekasih Ben Daluas dikuatkan dan dilindungi Tuhan Yesus Kristus dalam perjalanan menuju Jakarta.”

‘Menjadi Perwata Injil’

Nama RD Daluas barangkali tidak akrab bagi generasi milenial yang menggandrungi media online dan media soial. Sebab, pria kelahiran Tahuna, 04 November 1952 memang nyaris tidak pernah masuk ke ruang digital, semenjak teknologi digital berkembang pesat dalam satu dekade terakhir.

Bahkan, jauh sebelum itu, sekitar 2002 akhir, RD Daluas boleh dibilang sudah tidak aktif lagi menulis, karena memfokuskan diri pada karya penginjilan.

Perjumpaan terakhir dengannya, terjadi pada juli 2004. Kalau itu dia sengaja mengajak saya untuk ikut ibadat yang dipimpinnya di salah satu ruang kantor di gedung Plaza Bapindo Mandiri Tower, Lt.6, Jakarta Selatan.

“Maxi datang ya, biar bisa dengar dan kasih evaluasi bagaimana saya berkotbah,” katanya penuh canda.

Meski demikian, RD Daluas tak pernah berbagi cerita mengapa ia mengambil keputusan  beralih profesi dari wartawan  menjadi pewarta Injil. Bahkan, hingga pertengahan 2002, ketika saya, Simon Leya dan belasan rekan ikut bersama  dia  merintis dan mengelola majalah mingguan InfoDin, tak ada tanda-tanda dia akan berbelok haluan  hidupnya.

Karena berbagai faktor, InfoDin mati muda. Sebelum ‘bubar’ dari markas yang adalah bekas ‘istana’ mantan Pangab Jendeal TNI Faisal Tandjung di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, dia hanya berpesan, “Teman-teman, nanti kalau ada majalah baru lagi,  saya berharap semua kita bisa bersama-sama lagi.”

Namun, rupanya pada tahun 2002 itu juga RD Daluas terpanggil untuk melayani Injil. Sebab, pada laman  Blog GBI Sinergos Pamulang tertulis begini:

"GBI Sinergos Pamulang lahir di Jl Salak 60, Pamulang-Ciputat, Tangerang Banten. Dimulai oleh lima orang imam keluarga, dan sepasang suami isteri: RD Daluas dan Magdalena Daluas, Pendeta Jeffry Kattang, Emanuel Kattang, Jonas Tarigan, R Manurung, dan R Ginting. 

Tiga nama yang terakhir adalah majelis Pos PI GBI Keluarga Allah yang dipimpin Pdp Pieter Sopacua.

Namun, ketiga majelis itu menyatakan keluar dari kepengurusan Pos PI tersebut, karena gembala Pos PI mengganti bendera GBI menjadi Gereja Kristen Injil Sepenuh GKIS. 

Setelah kurang lebih tiga bulan mencari informasi pendirian sebuah GBI, maka pada 28 April 2002 ditahbiskanlah GBI Jemaat Jl Salak 60 Pamulang, oleh Ketua Badan Pekerja Daerah (BPD) Banten, Pdt Hengky Imannuel. 

Mulai saat itu, terjadi kebaktian dengan dihadiri sekitar 20 orang dewasa dan kurang lebih 10 anak-anak. Kini GBI Jl Salak 60 sudah menyandang nama GBI SinergoS Jl Salak 60, sejak HUT kelima, 28 April 2007. 

Hal itu disebabkan jemaat mengharapkan identitas gereja terjaga, karena di tempat yang sama ada gereja lain yang ikut memanfaatkan lokasi tersebut.”

RD Daluas dan Magdalena Molenaar (Sumber: Facebook: Lmingkewas Sonny)

‘Wartawan Bursa’ Kawakan

Sebelum menjadi perwata Injil, RD Daluas dan istrinya Magadalena Molenaar (lebih dikenal sebagai  Magdalena Daluas, red) sama-sama adalah wartawan kawakan. 

Magdalena Daluas adalah pembaca berita TVRI yang sangat polpuler pada dekade 1980-an hingga awal 1990-an. Sedangkan RD Daluas adalah wartawan bursa atau pasar modal yang hebat. 

Di lingkungan pasar modal era itu, tak ada yang tak kenal nama RD Daluas. Sebab, dia menulis berita pasar modal secara lengkap dengan gaya yang elok sehingga enak dibaca dan mudah dipahami. 

Nara sumber beritanya bukan orang kacangan di dunia pasar modal. Hampir tak ada konglomerat Indonesia kala itu yang luput dari ‘bidikan pena’ RD Daluas. Sebut saja, Om Liem, Om Wiliam Suryajaya, Prayogo Pangestu dan masih banyak nama lagi.  Marzuki Usman, Basilius Ruru, dan Hazan Zein Mahmud dan sejumlah  nama lain yang bikin booming Pasar Modal Indonesia adalah sahabat dekatnya.

RD Daluas juga ingin mewariskan ‘kehebatan’ itu kepada para jurnalis muda yang ada di sekitar dia. 

Kepada para jurnalis muda ia selalu berujar, “kalau Anda ingin menjadi jurnalis hebat, harus total. Anda harus terus belajar untuk menulis dengan mengekspresikan seluruh energi jiwamu, sehingga tulisanmu menjadi cerminan dari dirimu sendiri.”  

RD Daluas memang cuma bicara. Ia membuktikan itu dengan perbuatan nyata. Makanya, ketika deadline tiba, ia bisa duduk untuk mengedit atau bahkan menulis ulang tulisan jurnalisan muda yang masih belepotan sepanjang malam. 

Jika sudah lelah, ia merebahkan diri sebentar di sofa, lalu bangun lagi untuk merampungkan tulisan.

Bagi yang belum mengenalnya dari dekat, tampang RD Daluas mungkin menyeramkan. Sebab selain memiliki wajah khas Indonesia Timur  (Sangir Talaud),  brewoknya yang tebal dan tatapan matanya yang tajam bisa membuat gentar. 

Tapi, jika sudah dekat, ia layaknya seorang ayah atau abang yang baik hati dan ramah. Makanya, setiap jurnalis yang di ibu kota era 1990-an pasti menyapanya ‘Bang Daluas’.

Memang suasana redaksi sebelum era digital sangat berbeda dari era Bang Daluas. Kini, jarak antara pemimpin redaksi, redaktur/editor dan dan jurnalis/reporter secara fisik berjauhan, tapi secara jurnalistik bisa tumpang tindih. Sebab, dari kejauhan sang reporter bisa ‘mengatur’ editornya, sehingga kemudian sulit dibedakan siapa yang redaktur dan siapa yang reporter.

RD Daluas tidak dalam era itu. Ia digembleng dan dibesarkan oleh jurnalisme Harian Umum Kompas yang terkenal sangat patuh pada hirarki redaksi. 

Budaya organisasi dan tradisi jurnalisme kerja Kompas membuat dirinya sangat matang, baik dalam menulis berita, tapi juga dalam hal  menyeleksi nara sumber dan ‘menggali’ informasi sehingga selalu menghasilkan berita yang eksklusif. 

Ketika merintis dan membangun Majalah Uang & Efek –sebuah majalah Pasar Uang dan Pasar Modal yang berkantor di Jalan Asem Baris Raya No,86, Kota Bambu Selatan di Kawasan Tebet tahun 1994-1997, RD Daluas selalu mengingatkansupaya  jurnalis pasar modal  harus melakukan investigasi dan menggali infomasi dan data dari nara sumber secara kreatif.  Tidak boleh mengandalkan berita RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) atau siaran pers dari perusahaan publik.

“Berita yang ditulis hanya berdasarkan RUPS dan siaran pers PR, itu tak bedanya dengan sampah,” katanya.

Ya, dari RD Daluas, para jurnalis Pasar Modal  banyak belajar. Sehingga ada yang menyebut dia sebagai ‘guru jurnalisme pasar modal’. 

Mungkin itu alasanya, jurnalis Farida Danura berkomentar, “Ya, betul (RD Daluas jurnalis pasar modal yang hebat).  Saya share (berita duka ini karena ) saya ingat betul Pak Maxi dan Pak Daluas datang ke kantor BY (Berita Yudha, red)  MT Haryono tahun 1995, saat Om Valens dan tim diminta untuk mengelolanya. Pak Maxi bawa dummy halaman bursa bersama Pak Daluas.”

Marah, tapi lekas reda dan melupakan

Dalam hal kepribadian, RD Daluas memang unik. Gaya bicaranya khas orang bagian Timur Indonesia,  keras dan meledak-ledak. 

Di ruang redaksi ia pernah juga gebrak meja dan marah, meski kemudian segera reda dan berdamai lagi seperti tak terjadi apa-apa. 

Terkait hal ini, jurnalis Simon Leya punya pengalaman tersendiri.

Entah karena sudah suntuk mengedit berita pada waktu sudah larut malam,  keduanya bertengkar di ruang redaksi InfoDin di Ciracas. Keduanya sepeti berlomba menggebrak meja.

RD Daluas bilang, “Supaya kau tahu Simon, saya tidak takut sama orang Flores. Saya hanya takut sama orang Madura."

Simon pun balik menghardik, “Saya tidak takut siapa pun, apalagi cuma orang Madura."

Beberapa saat kemudian, keduanya sudah minum kopi bareng seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Nah, begitu sekelumit cerita, tentang mendiang Pendeta RD Daluas. Selamat jalan, Bang Daluas. Surga menantimu!. (Maxi Ali)***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS