Rekaman Hari Pertama hingga Ketiga Reuni Angkatan 1984–1992 STFK Ledalero, di Katentang–Labuan Bajo
redaksi - Sabtu, 12 Juli 2025 20:41
LABUAN BAJO (Floresku.com) - Alumni angkatan 1984–1992 dari Seminari Tinggi St Paulus/STFK Ledalero berkumpul dalam sebuah acara reuni bertajuk “Ziarah Pengharapan” di rumah retret SVD Katentang, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Reuni ini berlangsung sejak Kamis, 10 Juli sore dan akan berakhir Senin, 14 Juli 2025, pagi.
Lebih dari sekadar temu kangen, reuni ini menjadi ruang reflektif dan spiritual untuk memperbarui panggilan hidup dan karya pelayanan.
Bemula dari 64 orang
Ini adalah reuni ke tiga, setelah reuni pertama angkata ini pada Juni 2017 di rumat retret SVD di Jl. Raya Ledug No.6, Semeru, Prigen, Kec. Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, dan reuni kedua di Nenuk, Juni 2022 lalu.
Hadir dalam acara reuni kali ini, RD Servas Naben - Atambua (angkatan TOR 1984 Seminari Tinggi Ritapiret, P. Didi Nai, SVD – Timor, P. Paul Tolang, SVD - Provinsial di Brazil, P. Adam Satu, SVD – Ruteng, . P. Gregor Wuwur, SVD – Brazil, P. Mikael Rusae, SVD – Timor, Fredy Dhay, SVD – Surabaya/Jawa, P. Fritz Meko, SVD – Surabaya/Jawa, P. Lorens Kuil, SVD – Ruteng, P. Marianus Jehandut, SVD - Holland , P. Gregor Nule, SVD – Maumere/Ende, P. Elent Bon, SVD – Pontianak/Jawa, Gabriel Getal -Manggarai Barat, dan Pasutri Yane & Ense Solapung – Jakarta. Besok, Minggu (13/7) pagi akan bergabung pula John Tung dari Jakarta.

Sebagai pendamping reuni, kelompok menghadirkan Pater Dr Hubert Muda SVD yang pernah menjadi dosen sekaligus Prefek mereka selama tingkat IV dan Rektor Seminari Tinggi Ledalero.
Peserta reuni ini adalah bagian dari 64 orang frater muda yang menjadi frater Novisiat SVD Ledalero pada sejak 20 Juni 1984.
Dalam perjalanan waktu, jumlahnya terus menyusut karena ada di antara mereka ada yang memutuskan untuk mengundurkan diri dan meniti jalan hidup di luar SVD.
Pada tahun 1988, enam di antaranya dikirim untuk menjalani Overseas Training Program (OTP) di Australia, di mana dua di antaranya yaitu Stef Ndun dan Yustin Laba Wejak menyelesaikan studi dan menetap di Australia, sedangkan empat lainnyanya yaitu Brno Dasion, Edel Ngaji, Benya Pauraja dan Nobert Nahak beralih ke Jepang.
Pada 1 Agustus 1992, sebanyak 32 orang (29 orang dari angkatan 1984 dan tiga dari angkatan 1983: Alfons Mana, Gregoris Ola dan Longginus Rae) mengikrar kaul kekal. Pada 29 September 1992 ke 32 orang itu menerima tahbisan imamat di dua lokasi terpisal, 18 orang di Seminari Ledalero dan 12 orang lainnya di Nenuk, Atambuan.
Tercatat, 5 orang dari angkatan 1984 ini tertertunda menerima tahbisan setahun kemudian, karena sakit (Yul Yasinto) dan karena OTP. yaitu Stef Ndun, Edel Ngaji, P. Brono Dasion,dan Nobertus Nahak.

Hari Pertama Reuni: Menyulam Kenangan, Menata Harapan
Kamis sore para peserta mulai berdatangan ke rumah retret Ketentang, di sambut oleh koordinator acara reuni, P. Fredi Dhay dan Fritz Meko yang telah hadir lebih awal.
Acara dimulai dengan haustus (minum sore, red) dan pemberesan administrasi, dilanjutkan dengan bincang santai seputar mekanisme reuni.
Malam harinya diisi dengan makan malam dan sesi rekreasi bersama.
Suasana akrab langsung terasa sejak awal, ketika cerita lama dibuka kembali dengan tawa dan kehangatan persaudaraan.

Hari Kedua: Rekoleksi dan Sharing Karya Pelayanan
Pada Jumat pagi, peserta diajak merenung dalam Misa pagi dan rekoleksi oleh P. Dr. Hubert Muda, SVD, mantan Prefek sekaligus Rekor STFK Ledalero.
Dalam sesi rekoleksi yang mendalam, Pater Hubert Muda SVD menekankan pentingnya terus menjaga api misi dan semangat panggilan di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Selanjutnya, sesi sharing menghadirkan berbagai kisah dan dinamika pelayanan dari berbagai daerah dan negara. RD Servas Naben (Atambua), P. Adam Satu SVD dan P. Lorens Kuil SVD (Ruteng.
Sementara itu, kesaksian dari para misionaris lintas benua seperti P. Paul Tolang SVD dan P. Gregor Wuwur SVD dari Brazil, serta P. Marianus Jehandut SVD dari Belanda, membuka cakrawala global para peserta.
Dalam sharingnya P. Paul Tolang SVD, menyampaikan sepenggal pemikiran tentang “teologi akar rumput” yang ia jalani di Brazil.
Refleksi ini memantik antusiasme beberapa peserta untuk membukukan pengalaman spiritual mereka dalam satu karya kolektif.

Sementara itu, dalam sharingnya, P. Mikael Rusae SVD dan P Didimus Nai SVD dari Timor menyampaikan pelayanan bukan hanya soal keberhasilan, tetapi juga pergulatan, kesendirian, kegagalan, dan penyerahan diri yang total.
“Kami semua saling memperkaya. Sharing yang mencakup Up and Down - Light and Shadownya karya dan pelayanan, sungguh memberi “DAYA BARU” yang luar biasa bagi langkah kami selanjutnya, ketika akan kembali ke Tempat Karya dan Pelayanan kami masing-masing,” ungkap Fritz.
Lebih lanjut, Fritz melalui akun facebook ‘Bengkel Rohani’nya merangkum demikian:
“Tuhan memang lain. Ia punya mata tak terhitung jumlahnya. Ia punya hati tak terjangkau dalamnya, Ia punya tangan tak tergapai rentangannya, Ia punya kaki tak tak tertebak langkahnya. Kami semua tunduk, renung, heran, bersyukur dan berharap. Entahlah, selanjutnya apa yang TUHAN harapakan dari kami?
Tapi kami semua percaya dan yakin bahwa, kami masih akan tetap bernafas, memandang, menggenggam dan melangkah.
Apakah hanya nafas, hanya memandang, hanya menggenggam, hanya melangkah? TIDAK. Kami diberi iman, harapan dan kasih.
Kami akan kembali ke medan misi dan pelayanan dengan SETUMPUK HARAPAN untuk tetap memandang, berjalan dan mengulurkan tangan.
Ya kami akan KEMBALI. Dan akan TERCEMPLUNG lagi dalam KESEHARIAN yang menuntut CINTA, PERHATIAN dan KORBAN.
Kami yakin, TUHAN tidak akan membiarkan kami berjalan sendiri, karena IA adalah SAHABAT PERJALANAN kami, dalam segala warna hidup, warna kisah, warna karya dan warna pelayanan.”
Hari Ketiga: Outing Penuh Sukacita dan Napak Tilas Spiritualitas
Sabtu 12 Juli menjadi hari rekreasi sekaligus napak tilas spiritual. Setelah Misa pagi dan sarapan.
Namun sebelum menjalani outing, mereka merayakan Misa, sarapan dan mendengar sharing dari beberapa peserta yang belum mendapat kesempatan berbicara yaitu Pater Gregor Nule, Pater Elen dan Pasutri Ense dan Yane.
Pater Gregor Nule SVD dari Kewapante berbagi tentang suka cita dan tantangan menjalani pastoral di tengah umat berkebudayaan Maumere.
“Hal penting dari karya pastoral saya adalah menghadapi dinamika umat yang hidup dengan adat kebiasaan lokal, dan pengaruh modernisasi yang berjalan cepat. Namun, hal hang paling penting, saya membawa semua pergumulan pastoral itu dalam doa. Sebab, tanpa bantuan Tuhan dan hanya mengandalkan ego dan kemampuan diri saya sendiri maka saya tidak bisa berbuat apa-apa,” tandasnya.
“Beta suka apa yang dikatakan teman @Pater Goris tentang kekuatan Tuhan (God's power) yang melampaui kekuatan ego kita. Sebuah refleksi bagus yang menegaskan betapa mahapentingnya Tuhan dalam hidup dan karya kita di dunia yang semakin sekuler,” komen Justin atas sharing sahabatnya Gregor Nule.
Setelah makan siang, , rombongan mengunjungi komunitas religius SVD dan SSpS di sekitar Labuan Bajo dan beberapa destinasi wisata unik seperti Bukit Waringin, .
Pada senja harinya, rombongan menuju di Depot Sabda, di mana pasutri Ense dan Yane telah menyediakan kuliner khas Labuan Bajo. Momen ini dilanjutkan dengan perbincangan santai dan bernyani bersama, mempererat ikatan batin.

Menuju Buku Refleksi "Ziarah Pengharapan"?
Sejak hari pertama hingga hari ketiga rangkaian acara reuni,ini terus dipantau dan diikuti secara online oleh sejumlah rekan yang tak sempat hadir seperti Thomas Todo Golo dari Adonara, Alfons Mana, Hiro Kung dan Pau Papo dari Maumere, Remi Harum dari Ruteng, Mundus Kaya dan Martin Metobki dari Kupang, Lamber Kopong dari Timika, Kons Mboy dari Bekasi, Maxi Ali dari Bintaro, Darius Jo dari Tangerang dan Justin Laba dari Melbourne dan Stef Ndun dari Selandia Baru.
Meski tidak hadir secara fisik, mereka ikut merasakan sukacita dan persaudaraan yang meliputi teman-temannya yang sedang berkumpul di Kota Wisata Premum, Labuan Bajo.
Yang menarik, selain turut bersukacita, semua merasa terpukau dengan materi refleksi yang dibawakan oleh Pater Hubert.
“Terima kasih Pater Hubert saya tidak hadir tapi saya mengikutinya dengan rasa kepuasan yang luar biasa. Materi rekoleksi Pater sangat neneguhkan, menguatkan, sangat inspiratip dengan situasi sekarang. Terima kasih banyak Pater. Salam buat semua teman-teman yang berkumpul bersama di Labuan Bajo.Salam satu hati dari Timika Papua,” tulis RD Lamber Kopong.
“Saya paksa telinga untu dengar ceramah Pater Hubert..terlalu indah, insightful, meaningful and challenging. Salam khusus pater Hubert dan semua teman,” tuls Kons Mboy.
“Saya sudah nonton dan simak dengan cermat materinya Pater Hubert. Terima kasih banyak Tuang Hubert,” tulis Remi di WAG Ledalero 1984.
Di tengah semangat dan inspirasi yang melimpah, muncul pula gagasan untuk membukukan refleksi selama reuni.
Daris Jo menulis, ”Pagi semuanya....proficiat....boleh dong Riu minta refleksi teman-teman semua dan Pater Hubert untukmemperkaya Riu dalam tugas pewartaan, kalau tak berkeberatan. Terima kasih. Tuhan memberkati.”
“Terkait permintaan Riu, kenapa tidak dikumpulkan saja semua refleksi itu dan diterbitkan dalam rupa buku? Saya dengar sedikit rekaman refleksi Pe. Paul Tolang tentang 'teologi akar rumput', atau 'teologi dari bawah', atau apa pula namanya di Brasil.
Saya suka sekali, dan ingin dengar/baca lebih banyak lagi tentang itu. Semoga ide penulisan buku berisi refleksi 'Ziarah Pengharapan' (Journey of Hope) dipertimbangkan.
Seperti sempat saya utarakan beberapa minggu silam, kalau bisa buku dwi-bahasa (Indonesia dan Inggris) untuk mencapai pembaca yang lebih luas. Kita bisa kalau kita mau. Meski sibuk, saya bersedia mengedit versi Inggrisnya. Epang gawang,” tulis Justin. (map)***