RENUNGAN KATOLIK, Pekan Biasa XII-Minggu, 20 Juni 2021: Quid Tìmidi Estis?- (Mrk 4:40)

redaksi - Sabtu, 19 Juni 2021 22:56
RENUNGAN KATOLIK, Pekan Biasa XII-Minggu, 20 Juni 2021:  Quid Tìmidi Estis?-  (Mrk 4:40)pater Kons Beo SVD, Roma (sumber: Dok Pribadi)

“Mengapa Kamu Begitu Takut?”

Bacalah Injil Markus 4:35-40)

P. Kons Beo, SVD

Kisah itu terjadi di petang hari. Yesus mengajak murid-muridNya untuk bertolak ke seberang” (Mrk 4:35). Entahlah tujuan apa yang mau dikejar Yesus di seberang itu. Injil Markus hanya mencatat bahwa Yesus dan rombongan itu akhirnya meninggalkan orang banyak” (Mrk 4:36). Mungkinkah Yesus harus bertolak ke seberang untuk mengalami situasi baru?

Di pelayaran ke seberang itu, sekoyong-koyong muncul badai yang mengamuk begitu dahsyat” (Mrk 4:37). Dapat dibayangkan betapa mencekamnya situasi di danau bagi para murid. “Hari sudah petang” yang menandakan segera datangnya “malam gelap”. Kini yang muncul tiba-tiba adalah taufan yang menakutkan. Memang  ada perubahan cuaca yang sering terjadi tiba-tiba di danau. Dari situasi yang teduh namun dalam sekejab bisa berubah garang. 

Amatlah manusiawi jika rasa hati para murid disergap penuh ketakutan. Situasi terbalik justru ditunjukkan Yesus. Ia pulas, aman, nyenyak tertidur di buritan perahu.  Air danau tiba-tiba tak bersahabat. Gelombang badai menyergap. Sementara hari sudah mulai petang menggelap. Namun, semuanya itu tak berpengaruh untuk Tuhan yang “tertidur.” Dalam perahu yang lagi oleng-oleng sepertinya masih ada “tempat demi sebuah damai nan tenang” untuk tertidur.

Tak ada pilihan lagi bagi para murid untuk bangunkan Yesus, Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Mrk 4:38). Yesus mesti dibangunkan agar Ia juga mesti jadi bagian dari situasi mencekam yang tengah dihadapi. Bukan sebaliknya “enak tertidur” untuk tidak turut merasakan. Untuk tidak bertindak sesuatu. 

Kini, yang diperbuat Yesus adalah “bangun dari tidurNya, menghardik taufan serta menegur para murid yang tidak percaya.” Di ujung tindakan Yesus itu Angin itu redah dan danau pun menjadi teduh sekali” (Mrk 4:39). Namun, para murid tetap dalam ketakutan, “Siapakah orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?” (Mrk 4:41).

Mari kita bidik kisah angin kencang, gelombang danau itu dalam kisah keseharian kita:

Pertamaitulah hidup! Hidup punya irama dan keadaan yang khas. Alam saja punya alur mengalirnya sendiri. Tak selamanya keadaan ini berkemarau sebab akan datang musim hujan. Ataupun sebaliknya. Hidup dengan irama yang mudah berubah, sebenarnya tergantung pula dari ketrampilan manusia untuk merekayasa demi menghadapi berbagai kemungkinan. Bila matahari segera terbenam, mana mungkin kita tak persiapkan hati dan yang lahiriah untuk satu perjalanan malam?

Keduahidup yang mengalir untuk ‘bertolak ke seberang’ bentangkan satu harapan akan alam perubahan. Ada harapan peralihan dalam cara pandang dan bertindak. Telah berada ‘lama bersama orang banyak’ tidak membuat Yesus untuk merasa terikat dalam alur yang itu-itu saja. Ia mesti beralih agar para murid tidak saja bisa alami situasi baru, tetapi juga terutama bahwa para murid perlahan-lahan belajar untuk berubah dalam pola pikir dan sikap beriman (walau mereka belum berhasil).

Ketigabahwa satu perubahan dalam sikap, tindakan, perbuatan atau pun cara berpikir sering berbentur dengan ‘badai gelombang yang menghadang.’ Ini tentu jadi kisah-kisah ziarah batin yang sering terasa sulit bagi siapa saja. Karena toh, dapat terjadi bahwa orang lebih mencintai ‘yang sekarang ini atau keadaan dan situasi kini’ ketimbang harus ‘menyeberang, beralih’ kepada harapan baru yang belum pasti.  

Bagi seorang murid, pengikut Kristus, hadapi tantangan hidup adalah satu panggilan beriman. Tak selamanya hidup itu bentangkan kenyamanan bagai laut yang teduh. Taufan ganas mesti dihadapi juga dengan hati teduh, penuh harapan dan terutama dalam iman. Hidup boleh bergejolak ramai dan penuh tantangan, namun hati mesti tetaplah tenang!

Keempatakhirnya tersebutlah ada tiga orang pemuda ABC. Bertiga tidur bersama di sebuah ruangan dengan tempat tidur masing-masing. Begitu terbaring di tempat tidurnya Si A segera pulas tertidur. Malah ia ngorok mendengkur kuat. Pemuda B dan C sekian terganggu oleh gemuruh suara ngoroknya si A. 

Namun, sejulur kemudian si B pun jatuh tertidur dan nyenyak pula. Tinggallah si C yang hanya bolak-balik di tempat tidurnya. Ia sungguh tak bisa tidur sepanjang malam. Di pagi hari berikutnya si C mengeluh pada si B:

“Teman kita si A itu tidur nyenyak dan malah mengorok. Aku terganggu dan tak bisa tidur sepanjang malam. Tetapi kulihat engkau akhirnya bisa tidur nyenyak juga…..,” keluh si C.

Dengan tenang si B berujar, “Oh, semula saya memang juga terganggu. Tapi akhirnya saya ubah pikiran dan hati untuk fokus hanya padatertidurnya yang pulas… Dan aku yakin engkau tetap saja perhatikan pada suara ngoroknya yang gemuruh sepanjang malam. Maka karena itulah engkau tak bisa tidur…”

Murid dan pengikut Kristus yang beriman tidak akan pernah luput dari rupa-rupa tantangan, godaan dan cobaan kehidupan yang datang menerpa. Mari kita sadar bahwa apapun badai bergelora “kita tetap di satu perahu yang sama dengan Yesus.” Dan mari kita fokus pada ‘tidurNya Tuhan’ yang nyenyak sebagai harapan yang menyejukkan. Tuhan yang kita imani, bukanlah ‘Tuhan darurat’ yang kita segera kita bangunkan hanya karena keadaan darurat penuh gentingnyaSebaliknya, Tuhan adalah kesadaran iman kita dalam apapun situasi yang kita alami. Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti

RELATED NEWS