Renungan Katolik, Rabu, 31 Maret 2021: Numquid ego sum Rabbi?" Mat 26:22
redaksi - Selasa, 30 Maret 2021 22:07Oleh: P. Kons Beo, SVD
(Pekan Suci - St Benyamin)
Bacaan I Yesaya 50:4-9a
Mazmur 69:8-10.21-22.31.33-34
Injil Matius 26:14-25
Bukan aku, ya Tuhan?
REPUTASI. Ini soal nama besar. Mesti dipertahankan. Dijaga agar tetap di titik terhormat. Tak dipandang sebelah mata oleh siapapun. Reputasi juga amat karib dengan popularitas. Orang bertarung agar dikenal dengan kesan nama baik plus nama besar itu. Di situ, seseorang mesti dihubungkan (hanya) dengan berbagai kesan serba baik.
SEBENARNYA, reputasi pun berpelukan mesrah pula dengan sebuah pengakuan. Prinsipnya: Bertindaklah sekian agar diakui. Agar di hati dan di hidup sesama, kita sepertinya 'wajib punya nama.' Bahwa segala hal yang positif itu 'siapa lagi kalau bukan saya lah yang menjadi arsiteknya?'
ADAKAH yang salah dari sebuah reputasi? Dari menjaga citra diri? Dari menjaga sebuah nama besar? Ini tentu bukan soal salah atau benarnya menjaga reputasi itu. Tetapi apakah seseorang sanggup bertahan ketika ia ternyata jauh dari sebuah reputasi. Saat tak ada pengakuan akan 'kehebatan' yang sungguh diharapkan?
Tentu, ini bukan perkara mudah saat kita cenderung bagaikan tanah tandus yang merindukan 'air sungai' pujian dan 'hujan lebat' pengakuan dari sesama.
SEKIAN banyak energi tersedot untuk mempertahankan diri bahwa 'saya orang yang baik, tepat, benar, saleh, suci, dan sekian banyak hal positif lainnya.' Sebaliknya, ruang hati kita sering sekian sempit untuk bicara tentang kesalahan sendiri, kekeliruan, kerapuhan, ketidakhebatan dengan segala yang tidak elok dari sikap. Namun, kita sekian cerdas dan amat teliti pada segala kesuraman sesama! Bahkan sekian jadi pewarta setia akan keburaman sesama. Ya, demi reputasi ego-diri sendiri yang mesti 'punya panggung' nama besar.
TETAPI, pada intinya, siapapun bisa terperangkap dalam rawa-rawa ilusi diri "Bukan aku ya Tuhan?" Sekedar sebuah pembenaran serentak mempertahankan ego diri. Bahwa segala yang kelam itu 'bukan aku, bukan pada masaku, itu bukanlah ucapan dan tindakanku, bukan dari kelompok kami, bukan orang kami,
melainkan dia, orang itu, kelompok mereka itu yang selalu 'bikin onar dan bikin kepala sakit.'
KERAPUHAN, sejatinya, adalah prinsip untuk saling meneguhkan! Untuk (kembali) merangkul demi membangun satu kekuatan bersama. Berdiri dan merasa diri hebat di atas fondasi kelemahan sesama sebenarnya adalah ungkapan reputasi diri palsu yang patut disayangkan.
DI HADAPAN Tuhan yang tersalib, betapa kita sungguh 'berharga, dibenarkan, diakui dan ditebus.' Tidak karena sebuah supremasi diri yang ambisius. Tetapi bahwa semua karena CINTA atas apa adanya kita yang kecil, sederhana dan tak berdaya. Karena Tuhan membalut luka kita dengan Kasih yang sejati.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati.
Amin