Renungan Katolik, Senin, 22 Maret 2021: "Et Remànsit Solus Lesus, et Mulier..."

redaksi - Senin, 22 Maret 2021 11:05

Oleh: P. Kons Beo SVD

(Pekan Prapaskah V - St Zakaria-Paus)

Bacaan I Daniel 13:41c-62
Mazmur 23:1-3a.3b-4.5.6
Injil Yohanes 8:1-11

Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu ( Yoh 8:9 )

MAKSUD penuh kekerasan telah tertanam kuat. Dibayangkan saja bahwa di tangan mereka masing-masing telah tergenggam batu. Siap dilontarkan ke     perempuan itu. Dia yang kedapatan berbuat suram. Nasib perempuan itu sungguh di jurang maut. Tiada cela maaf dari kaum Farisi dan para Ahli Taurat. Untuk dosa selaknat itu.

Hukuman mesti ditegakkan! Taurat harus dijalankan. Kebiasaan 'sakral' patut ditradisikan. Lurus. Tiada terlanggar. Tanpa kompromi. Tak boleh ada pertimbangan ini itu yang membebaskan. Batu-batu  kekerasan  adalah kepastian jawaban akhir hidup perempuan itu. Tak terhindarkan.

TETAPI, tak cuma
hendak merajam mati perempuan itu demi hukum. Bayangan kemenangan akan segera mereka raih. Dalam menantang Yesus. Pribadi penghojat  yang dianggap menyamakan diriNya dengan Allah. Jebakan alasan untuk membinasakanNya telah sekian jelas di hadapan mata. Dengan itu pula diyakini: Allah semakin
dimuliakan dengan penghukuman penuh kejam itu.

KINI, perempuan yang ditempatkan di tengah-tengah itu jadi medan pertarungan. Ya, pertarungan ANTARA:
-kematian dan kehidupan; 
-hukuman dan pembebasan;
-batu-batu kekerasan dan kata-kata penuh kelembutan;
-hukum lama yang tertulis dan hukum baru dalam Kasih dan pengampunan. 
Namun, pada titiknya yang jadi pemenang adalah KASIH, pemahaman, pengampunan, serta seruan lembut untuk satu pertobatan! Demi satu hidup baru.

TAK gampanglah hadapi satu kenyataan suram yang dialami sesama. Aura penghakiman sering dilebarkan ke sana ke mari. Kita merasa diri semakin lebih benar, saleh tak tercela oleh kebersalahan sesama. Kita bisa merasa diri semakin putih bersinar-sinar dengan menempatkan di tengah-tengah titik-titik hitam perbuatan suram sesama.

TETAPI, tak hanya sesama yang bersalah yang mesti dibebaskan dan diserukan nada-nada pertobatan! Kasih dan kemurahan hati mesti jadi takaran baru dalam Yesus bagi siapapun. Para Farisi dan Ahli Taurat tinggalkan Yesus seorang diri dengan perempuan itu. Tak ada ceceran darah kematian yang tertumpah. Yang kini ada hanyalah suara lembut penuh Kasih. Tanpa penghukuman.

KITA bayangkan saja bahwa kaum Farisi dan para Ahli Taurat itu mesti belajar berjuang untuk membuang 'batu-batu kekerasan'. Dan kini, harus memandang tanah kelembutan dan kehidupan baru. Tanah kerapuhan. 
Dari tanah kerapuhan, kita manusia diciptakan! Tetapi di tanah rapuh itulah Yesus menulis. Ia selalu menulis keindahan kita!

Verbo Dei Amorem Spiranti

Tuhan memberkati.
Amin

RELATED NEWS