Robi Idong Berharap Bisa Lanjutkan Karya Besar ‘Menara Lonceng’ di Gelora Samador

redaksi - Kamis, 03 Oktober 2024 11:16
Robi Idong Berharap Bisa Lanjutkan Karya Besar ‘Menara Lonceng’ di Gelora SamadorRobi Idong (sumber: Dokpri)

MAUMERE (Floresku.com) – Fransiskus Roberto Diogo, S.Sos alias Robi Idong, calon Bupati Sikka periode 2024-2029 dari Paket Romantis mengatakan jika terpilih dalam Pilkada Sikka 2024 ini, ia berharap dapat  mendapat jalan untuk melanjutkan pembangunan Menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II di di sekitar kawasan Gelora Samador dan Cunha, Maumere.

Untuk itu, Robi Idong juga meminta mendukung dan mendoakan agar rencana tersebut bisa dikerjakan sesuai dengan gagasan awal.

“Pokoknya kami berharap, bersama seluruh rakyat Sikka Menara Lonceng itu bisa terbangun,” ungkapnya saat ditemui Floresku.com awal pekan ini. 

Mendapat kritikan

Sejak acara ‘ground breaking’, 2 Februari 2022, hingga Bupati Robi Idong dan Wakil Bupati Romanus Woga mengakhir masa jabatan mereka pada September 2023 lalu, wacana pembangunan ‘Menara Lonceng’ tenggelam, dan tidak ada tanda-tanda akan dilanjutkan. 

Pasalnya,  Bupati Robi Idong peride 2018-2023 ‘dikeroyok’ dengan kritikan tajam oleh para elite Sikka, baik yang berada di Sikka maupun yang berada di luar kabupaten (orang Sikka diaspora). 

Pahadal, proyek pembangungan Menara Lonceng sudah sampai papda tahap  groundbreaking.

Saat pelaksanaan groundbreaking, 2 Februari 2022, Robi Idong mengundang sejumlah tokoh, diantaranya Mgr Ewaldus Sedu, Uskup Keuskupan Maumre,  anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sikka dan para pejabat dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sikka, dan sejumlah tokoh umat serta masyarakat.

Namun, atas alasan yang tidak jelas, sejumlah ‘elit’ Sikka,  langkah Robi Idong kala itu dipandang sebagai ‘upaya tipu Tuhan’. (Bdk. www.dio-tv.com, edisi 11 Februari 2023).

Mesti jeli melihat

Hingga hari ini, Robi Idong sendiri mengaku bahwa dirinya tidak habis berpikir,  mengapa dan untuk tujuan apa sejumlah elite politik justru tidak mendukung, bahkan menjegal langkah pembangunan Menara Lonceng tersebut? 

“Sepintas, melalui media, dan cerita teman-teman, saya menangkap kesan, bahwa para elite politik mengatakan bahwa dalam rencana pembangun itu, saya menyalahi prosuder anggaran,” ujarnya.

Namun, dia mengatakan, ‘kalau masyarakat jeli dan cerdas menilai kepemimpinan kami (Bupati Robi idong dan Romanus Woga, red) dan mau membuka dan mencermati Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 mereka mungkin menyadari bahwa kritik mereka salah sasaran. 

“Dalam RPJMD 2018-2023, kami sama sekali  tidak menyebutkan soal program pembangunan Menara Lonceng. Itu berarti, program pembangunan Menara Lonceng tidak boleh dilihat sebagai program pembangunan bergantung pada APBD Sikka,” katanya.

Seharusnya, sebelum mengeritik, warga masyarakat perlu mengajukan pertanyaan:  mengapa proyek tersebut muncul dan perlu diadakan?

Nah, proyek pembangunan Menara Lonceng itu muncul sebgai wujud dari proses berdemokrasi.

“Sebagai orang yang menjunjung tinggi  demokrasi, saya berusaha mendengarkan dan menyerap apa yang menjadi aspirasi warga masyarakat,” ucap Robi Idong.

Hal seperti itu, dia melanjutkan,  sudah saya lakukan sejak sebelum menjadi bupati tahun 2018 lalu.

“Sepanjang masa kampanye menjelang Pilkada 2018 hingga saat menjabat sebagai Bupati Sikka, saya selalu berada bersama rakyat. Saya mengunjungi dan menyapa seluruh warga  yang tersebar di 181 Desa dan 13 Kelurahan di 21 Kecamatan di Kabupaten Sikka tercinta ini. Jadi, saya cukup memahami apa yang menjadi kebutuhan, keinginan dan harapan warga masyarakat Sikka ini,” ujarnya.

Gagasan Besar dari Kalangan ‘Akar Rumput’

Dari hasil kunjungan dan pertemuan dengan masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, adat, tokoh gereja dan tokoh umat, itulah muncul wacana dan gagasan untuk membangun semacam ‘monumen’ di tempat sejarah Gelora Samador da Cunha. 

Salah satu gagasan besar  yang saya tangkap dari warga masyaraka ‘akar rumput’ kala itu adalah membangun sebuah monumen di tempat bersejarah di Gelora Samador. 

Mengapa di Gelora Samador?

Ya, karena Gelora Samador itu adalah tempat yang penuh dengan kenangan dan nilai sejarah dan kebudayan orang Sikka.

Pertama, di Gelora Samador, Raja Sikka Raja P.C.X. da Silva (1954 – 1958) diterima secara adat dan budaya.

Kedua, di Gelora Samador, pada tahun 1987, dilangsungkan perayaan puncak Bulan Maria Nasional, dan Misa Pentahbisan sejumlah imam Katolik.

Ketiga, pada Oktober 1989, Gelora Samador menjadi tempat Paus Yohanes Paulus II, yang sudah digelar santo, melakukan Misa Kepausan, satu-satunya kota di kawasan Indonesia Timur yang menjadi tujuan kunjungan apostolik Sri Paus, selain Timor Timor yang sejak tahun 1999 lalu menjadi negara independen. 

Keempat, Gelora Samador menjadi Persami Maumere meraih Juara El Tari Cup 2015.

Kelima, tempat itu (Gelora Samador) menjadi tempat berlangsungnya Misa Tahbisan Mgr Ewaldus Martinus Sedu, uskup Keuskupan Maumere, pada September 2015 lalu.

Lagi pula nama Gelora Samador diambil dari nama Bupati Sikka, Paulus Samador da Cuhna yang dilantik pada 1 Maret 1960.

Jadi, secara historis, Gelora Samador adalah situs bersejarah yang bernilai tinggi, karena menjadi tempat berlangsungnya kegiatan yang bukan saja bersifat lokal, tetapi nasional, bahkan internasional.

Berdasarkan fakta sejarah yang bernilai tinggi seperti itu, maka muncul gagasan untuk menata kawasan Gelora Samador dengan membangun Menara Lonceng.

Tujuannya, agar tempat itu menjadi tempat kebanggaan orang Sikka, yang kemudian menjadi tempat dimana orang dapat melakukan ziarah atau wisata rohani, untuk menimba nilai-nilai spiritual Katolik, dan nilai-nilai kearifan lokal orang Sikka.

“Dalam mimpi kita, di Monumen Lonceng disediakan pula Kapel,  perpustakaan, arena pertunjukan kesenian budaya, dan lokasi pameran,” jelasnya.   

Pembiayaan bukan dari APBD, Tapi dari Kontribusi Warga dan Para Donatur

Menurut Robi Idong, dari hasil diskusi dan aspirasi masyarakat yang juga adalah umat Katolik inilah yang menelorkan keputusan untuk membentuk panitia pembangunan Menara Lonceng dengan gambar dan desain serta RAB yang dikerjakan secara gratis oleh para arsitektur muda Kabupaten Sikka. 

“Hal seperti itu yang patut kita jempol. Ini adalah gagasan besar dan kerja besar serta dana juga besar,” ungkapnya.

Dengan demikian maka, katanya, untuk wujudkan gagasan besar, kerja besar dan dana besar itu tidak bisa kalau dikerjakan dalam masa 1 tahun tetapi multi years. 

Menurut Robi Idong, makna sesungguhnya dari peletakan batu pertama  (groundbreaking) oleh Bupati dan Uskup adalah sebagai simbol bahwa kita sudah mulai merealisasikan gagasan besar itu.

Dengan kata lain, groundbreaking adalah pengumuman kepada publik bahwa di lokasi Gelora Samador akan dibangun Menara Lonceng untuk kepentingan seluruh umat tanpa beda-bedakan suku, agama dan golongan. 

Menara lonceng sebagai simbol solidaritas, persatuan, kesatuan dalam keberagaman. 

Nah, langkah realisasi gagasan besar ‘Menara Lonceng’ itu berjalan di luar kerangka anggaran APBD karena proyek itu memang tidak masuk dalam RPJMD 2018-2023. Tetapi, suatu proyek bersama seluruh warga Sikka yang sumber pembiayaannya harus dicarikan di luar, dari umat, dari donatur yang pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaporan dananya nanti oleh Panitia Pembangunan Menara Lonceng.

Artinya, walau sebagai inisiator atau koordinator saya sendiri yang nota bene adalah Bupati Sikka, dan Ketua Panitia dan anggotanya adalah pejabat daerah atau ASN, tetapi karena proyek pembangunan itu bukan dari APBD maka mereka tidak seharusnya meminta restu DPRD dan bertanggung jawab kepada DPRD.

‘Sebagai perbandingan, kalau ada Misa Tahbisan Imam Katolik, ada umat yang kebelulan seorang camat, apakah camat itu bertanggung kepada bupati? ‘Kan tidak, dia bertanggung jawab ke panitia dan umat,” katanya.

Makanya, dia melanjutkan, groundbreaking Menara Lonceng itu bisa dilakukan bukan karena ada alokasi dana APBD, tetapi ada ada orang yang sudah berkontribusi menyumbangkan tenaga, waktu, dana dan keahliannya untuk memulai.

“Untuk desain dan RAB serta gambar itu adalah sumbangan dari arsitek muda Kabupaten Sikka tanpa bayar. Ada yang siap menyumbangkan tenaga, waktu dan pikirannya. Makanya, saya memilih Pak  Adrianus Firminus Parera, SE., M.si yang kebutalan adalah  Sekda Sikka, sebagai ketua panitia dan Ketua Seksi Pembangunan yaitu, Ibu Femi Bapa dan beberapa yang lainnya,” Jelasnya.

 “Panitia hanya siap sampai tahap membuat gambar desain, menyusun RB dan menggali lubang untuk peletakan batu pertama tetapi tidak mampu untuk melanjutkan pembangunan Menara Lonceng lebih lanjut, karena perlu ada kontribusi dari masyarakat atau para donatur,” katanya. 

Patut disayangkan

Sayangnya, katanya lagi, niat baik untuk mewujudkan gagasan dan karya besar untuk Sikka ini dalam perjalanan dipolitisasi seakan-akan ini adalah program kerja saya sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sikka.

Makanya, muncul suara-suara dari beberapa anggota DPRD dan para elit politik dan elit lainnya, bahwa kepanitiaan harus independen dan tidak boleh terkait dengan jabatan struktur di pemerintahan. 

Lalu pihak DPRD meminta supaya sebelum membangun Menara Lonceng, bupati harus bahas bersama DPRD.

Mungkin kaum elit politik berpikir dan memandang dari sisi politi bahwa  kalau Menara Lonceng itu jadi dibadung, maka hal akan menguntungkan Robi Idong untuk maju di periode kedua.

“Ini pikiran busuk yang dibangun di tingkatan elite politik,” ujarnya.

Ketakutan politik itu yang menggagalkan niat tulus masyarakat Sikka untuk membangun Menara Lonceng.

Pada hal, saya dan beberapa rekan lain sudah berkomitmen untuk mengatur kebijakan umum dan menjaring para donatur  sementara hal teknis pelaksanaan sudah menjadi tanggung jawab panitia. 

“Dan, bukan untuk membanggakan diri, waktu itu secara pribadi, saya dan keluarga sudah menyiapkan dana sumbangan sebesar Rp100 juta untuk mendukung proyek tersebut. Dan, banyak calon donatur siap berkontribusi juga. Tetapi, semua buyar karena ada pihak yang mempolitisasinya,” ungkapnya.

Namun, semua kritik dan intrik politik tidak dapat mematahkan semangat dan tekad hati Robi Idong.

“Apabila pada Pilkada  November nanti, saya diamanatkan rakyat untuk menjadi Bupati Sikka, maka saya akan kembali berkolaborasi dengan rekan-rekan yang punya gagasan besar itu dan berjuang supaya rencangan besar membangun Menara Lonceng di Gelora Samador, bisa dilanjutkan. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh warga Sikka untuk bersatu hati dan bekerja sama agar gagasan dan karya besar itu bisa jadi kenyataan,” pungkasnya. (Silvia). ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS