Romana Topi Koten, Janda Miskin yang Terabaikan

redaksi - Sabtu, 28 Agustus 2021 21:25
Romana Topi Koten, Janda Miskin yang TerabaikanRomana Topi Koten, janda tua penghuni gubuk reyot yang terabaikan (sumber: Paul Kebelen)

RIANGPUHO (Floresku.com) - Romana Topi Koten. Sosok wanita paruh baya berstatus janda ini berasal Kampung Riangpuho, Desa Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur.

Kisah hidupnya amat memprihatinkan. Memang, ada banyak orang miskin di bumi Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor) ini. Namun, kemiskinan Romana Topi Koten jauh lebih dalam dari yang biasanya.  Pesan kemiskinan terpancar nyata dari tubuhnya yang kurus dan ringkih.  Juga dari busana kusam yang membalut tubuhnya. 

Hal yang juga memprihatinkan adalah tempat tinggalnya.  Tempat dia berteduh siang dan malam memang tak layak disebut pondok apalagi ‘rumah’.  Lebih tepat disebut sebagai gubuk sederhana. Kondisinya sudah reyot pula. 

Atap gubuk itu terbuat dari terpal biru yang sudah sobek.  Terpal yang sudah koyak itu ia tautkan pada tiang kayu gamal  yang mulai terlahap rayap.  

Siang itu, ketika awak media ini menemuinya,  sesekali ia mendesah, karena panas terik siang hari yang  menyengat lebih dari biasanya. 

Bukan hanya saat siang, malam hari pun Mama Romana sering melewatinya dengan susah payah. Ia membaringkan badan untuk beristirahat di atas bale-bale dari bambu yang dicincang, tanpa kasur.  Seringkali ia menunggu pagi tiba sambil melawan dinginnya embun malam. Kalau turun hujan deras Mama Romana bisa semalaman tak bisa memejamkan mata karena atap gubuknya bocor.

"Sudah hampir tiga tahun saya tinggal di gubuk ini. Suami sudah meninggal sejak lama. Anak saya ada tiga orang dan sudah berkeluarga, tetapi hanya sesekali mereka datang mengunjungi saya", tuturnya dengan suara dalam, nyaris tak terdengar.

Di tengah obrolan, awak media ini melihat  kalau  di depan gubuk darurat Mama Romana, terdapat sebuah tungku sebagai tempat untuk memasak. Lantaran tak punya akses ke jaringan listrik, setiap hari ia memasak nasi dengan menggunakan kayu bakar. Sebagai penerangan di waktu malam, ia mengandalkan sebuah lampu pelita kecil. 

Di pojok kiri gubuknya,  ada sebuah gubuk kecil yang juga reyot, tempat Mama Romana biasa mandi, membersihkan tubuhnya. Namun, ia tak punya WC.

"Kalau buang air, saya harus numpang ke kamar WC di rumah tetangga," katanya.

Derita yang Romana Koten alami saat ini tak berhenti sampai di situ saja. Pasalnya, gubuk darurat yang ia jadikan tempat berlindung, tidak berdiri  di atas tanah miliknya. 'Ini lahan warga dipinjamkan warga setempat," ucapnya.

Jadi,  apabila lahan itu diambil kembali oleh sang pemiliknya, maka sulit dibayangkan bagaimana kehidupan  Romana Koten selanjutnya.

Sudah hidup miskin, terabaikan pula

Janda Romana Koten, hidup ibarat pepatah, ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula.’ Dia menanggung beban hidup sendirian, tak ada perhatian baik dari pihak pemerintah maupun  pihak gereja lokal.

“Saya hanya menerima BLT dari desa. Kalau bantuan yang lain hingga sekarang ini belum ada,”ungkapnya lagi.

Sejatinya Mama Romana Koten butuh uluran tangan dan kepedulian. Entah dari unsur dan pihak mana pun jua. Meski tidak menyampaikan dengan kata-kata, dari raut wajahnya, tampak kalau ia sangat berharap agar ada orang yang rela mengulurkan tangan, memberi bantuan, walau ala kadarnya.

Paguyuban pemuda Riangpuho memang pernah berniat untuk membangun sebuah pondok yang lebih layak untuknya. Namun apa boleh buat, niat baik itu batal diwujudkan lantaran lahan tersebut bukan milik Mama Romana Koten. 

"Yang kami kuatirkan adalah ketika tuannya mengklaimnya kembali. Otomatis yang susah adalah mama Romana,"  ujar Hery Aran, salah seorang warga Kampung Riangpuho, Desa Waibaho.

Tak jauh dari pusat Pemda dan Keuskupan

Sebetulnya, keberadaan janda Romana Koten, tak jauh-jauh amat dari Kota larantuka, sebagai pusat pemerintah daerah (Pemda) Flores Timur. Gubuk Mama Romana juga tak jauh dari pusat Paroki St. Dairus, Riangpuho,  atau pun dari pusat Keuskupan Larantuka. 

Diektahui,  Kampung Riangpuho hanya berjarak 45KM dari Kota Larantuka, dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. Jalannya juga hotmix  dan tanpa hambatan kemacetan sedikit pun.

Tapi, begitulah, selama tiga tahun Mama Roma Koten menetap di gubuk nan reyot di Desa Riangpuho, tak satu pun ‘orang besar’ yang  berkenan mampir menjenguknya, apalagi membawa bantuan. 

Padahal, ketika badai Seroja menghantam Adonara dan Lembata, tak sedikit ‘orang besar’  dari berbagai instasi turun tangan, baik dari lembaga pemerintahan maupun keagamaan. 

Ya, mungkin alasannya karena Romana Koten hanya seorang, dan luput dari perhatian media yang gemar mengangkat persitiwa berskala besar.

Nah, mudah-mudahan cerita singkat media ini, mengetuk hati siapa pun untuk meringankan beban berat janda Romana Topi Koten, walau sedikit saja. (Paul Kebelen).

 

Editor: Redaksi

RELATED NEWS