S e n a y a n (komat-kamit seadanya)
redaksi - Senin, 01 September 2025 04:56
"Ingat bahwa semua hal adalah opini dan terserah Anda untuk berpikir sesuka Anda"
(Marcus Aurelius - Kaiser Romawi dan Filsuf Stoik, 112 - 180)

Kons Beo, SVD
Ketika seseorang butuh sekian banyak topangan, itu tanda betapa lemahnya dia. Di Senayan, ternyata awalnya, terdapat sekian banyak 'kaum lemah.' Itulah para anggota DPR.
Tidak kah untuk berkiprah di Senayan, mereka mesti lewati syarat tertentu sejumlah suara? Suara rakyat tentunya.
Maka, jadilah anggota Dewan itu, 'yang semula tiada dan lemah,- berubah jadi tangguh. Bahkan sekian perkasa. Sudahlah! Memang itulah yang diharapkan. Sebab ia mesti berjibakutai demi konstituennya. Artinya?
Anggota Dewan itu memang dipanggil untuk tangguh. Bersuara all out demi pilar-pilar penopangnya. Iya, rakyat itu. Rakyat yang alami ketakpastian nasib. Maka Senayan seyogyanya adalah miniatur Negeri yang nestapa.
Yang penuh jeritan merintih. Senayan legislatif itu bukanlah Senayan Gelora Bung Karno untuk sejam dua 'rame-rame eforia karena satu kemenangan,' misalnya. Bukan!
Senayan Wakil Rakyat adalah 'tesis vs antitesis yang bermuara pasti pada sintesi ad bonum commune. Segalanya demi kepentingan umum, demi harapan bersama. Atas nama dan demi hajat hidup orang banyak. Karena itulah, dalam perenungan terdalam Senayan adalah citra panggilan 'pengorbanan dan pemberian diri.'
Sekiranya mesti berkaca pada spirit alkitabiah, Senayan itu dikontemplasikan saja sebagai 'Golgota.' Bersiap-siaplah masuk 'Bukit Tenggorak' untuk disalibkan demi keselamatan dan kesejahteraan umum. "Di Senayan bakal kau 'tak punya dan tiada.' Sebab pakaianmu saja mesti ditanggalkan."
Sayangnya, sekiranya para wakil rakyat itu 'takut dan gemetaran' untuk rela masuk dalam 'alam Golgota.' Dan 'rame-rame mati-matian bertahan dalam suasana 'Kana yang di Galilea.' Di kisah Alkitab Injil Yohanes, di Kana itu, Yesus buat mujizat: air menjadi anggur (Yoh 2:1-11). Yang semula 'air, kini sudah berubah jadi kenikmatan anggur.' Ada tantangan besar untuk mesti 'mendaki Golgota.'
Yang semula 'air, biasa, pada umumnya, sederhana, di titik batas dan serba kurang, di Kana, maksudnya di Senayan, dibikin banyak mujizat 'air biasa jadi anggur kenikmatan. Tercipta banyak garansi, jaminan.'
Senayan lalu berubah jadi alam keasyikan. Di situ, bisa jadi, mumpungisme subur bertumbuh. Dipupuk oleh animo carpe diem. 'Tangkaplah hari, isilah kesempatan dan penuhilah tempayan anggur untuk diri sendiri.'
Dan justru di sinilah blunder mahaberat untuk legacy legislatif itu sendiri. Pilar-pilar yang rapuh dan tampak reyot oleh tekanan ekonomi sepertinya tak sanggup lagi menyanggah 'kekayaan dan kegemerlapan rumah Senayan.'
Dan, sekiranya datang lagi angin provokatif, maka pilar-pilar itu, ya rakyat, semakin temukan jalan 'pembenarannya sendiri.' Yang benar-benar jalanan dan anarkis.
Maka, di hari-hari ini, semakin terbaca: suara aspirasi jadi suara tuntutan berujung provokasi; unjuk rasa berubah jadi unjuk fisik; amarah dan kemurkaan tersulut jadi penjarahan dan kobaran api; agenda-agenda senyap terselubung pun menyelinap masuk menunggang massa.
Mencari cela untuk lebih khaoskan situasi demi cita-cita dan kepentingan sektarian pada gilirannya.
Mari balik ke Gedung Legislatif! Di hari-hari belakangan ini, kisah Senayan, yang lalu merambah ke sana ke mari, telah jadi terang di mana publik. Senayan dan 'Senayan-Senayan kecil di daerah-daerah' mesti serius 'merenung dan bersikap.' Seberat dan sebesar apapun kerja nyata para anggota Dewan Yang Terhormat, namun 'tasalah sikap dan keseleo lidah' bisa berujung risiko.
Ketika semua yang di Senayan adalah 'Wakil Rakyat' maka semuanya tak pernah boleh melebihi rakyat! Semua dipanggil untuk bersuara dan bertindak atas nama dan demi rakyat. Iya, benar-benar atas nama Rakyat. Anggota Dewan itu tak bisa disamakan dengan sekelompok 'preman politik, yang demi kepentingan sendiri, merakit dan meniti jembatan dusta atas nama rakyat.'
Maka, sepantasnya, bertolak dari kisah dan peristiwa yang tak sedap ini, semua komponen negeri mesti berbenah.
Memang sekian banyak tangan dan lidah telah tega berbuat nista. Namun, negeri yang elok ini tetap dicintai bersama! Dalam semangat sebangsa dan setanah air. Gedung DPR/MPR, Senayan adalah 'rumah adat seluruh tumpah darah Indonesia.'
Seperti 'yang sudah-sudah,' dari Senayan tetap ada harapan untuk kemajuan bangsa dan tanah air. Demi Semesta Indonesia....
Tentu dengan syarat utama: Bersedialah para Anggota Dewan Yang Terhormat tersalib di 'Senayan-Golgota' demi kebaikan rakyat. Atau barangkali saja sikap lahir batin Yohanes Pembaptis bisa jadi inspirasi: "Mereka, rakyat itu semakin maju dan sejahtera, dan kami harus harus makin kecil.."
Wah, mungkin saja ada yang nyeletuk, "Rasanya ini imajinasi spiritualistik yang kelewatan dan dipaksakan dan dibuat-buat."
Sabar dulu, Bro! Bukan kah kita tetap punya harapan?
Verbo Dei Amorem Spiranti
(Collegio San Pietro - Roma)