SDN Keliwatuwea di Desa Keli, Keo Tengah: Hidup Enggan, Mati pun Segan

redaksi - Kamis, 06 Juni 2024 18:15
SDN Keliwatuwea di Desa Keli, Keo Tengah: Hidup Enggan, Mati pun SeganPara siswa dan guru SDN Keliwatuwae berdiri di depan gedung sekolah yang sudah reyot. (sumber: WA Sisilia Kasi)

KELIWATUWEA (Floresku.com) – ‘Hidup segan mati tak mau’ atau ‘hidup segan mati enggan’ adalah peribahasa Indonesia benuansa sindiran untuk menggambarkan seseorang yang tidak berbuat apa-apa karena tak memiliki tujuan hidup’.

Namun, apabila dikenakan kepada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Keliwatuwea, di Desa Keli, Kecamatan Keo Tengah, peribahasa ini tidak lagi bermakna sindiran, tapi bermakna ‘ketidakpastian’.

Betapa tidak, sekolah yang didirikan tahun 2006 itu sedang dalam keadaan kritis.  Secara fisik bangunan, SDN ini memang reyot, jauh dari kondisi layak dijadikan tempat belajar siswa. 

SDN ini memiliki dua unit bangunan. Unit pertama dibangun tahun 2016, memiliki tiga ruang kelas. 

Unit yang kedua, dibangun tahun 2017, terdiri atas dua ruang yang dipakai sebagai ruang guru dan perpustakaan.

Gedung SDN Keliwatuwar, Insert: Kepala SDN Keliwatuwae, Sisilia Kasi 

Mengkuatirkan keselamatan siswa

Setelah memperhatikan beberapa foto dan video singkat yang dibagikan Sisilia Kasi, Kepala SDN Keliwatuwea, Kamis, 06 Juni 2024, sore. Floresku.com melakukan video call.

“Miris sekali kondisi gedungnya ya bu. Maaf, ya, tampaknya seperti kandang hewan piaraan,” kata Silvia dari Floresku.com kepada Sisilia.

“Betul, lihat sendiri di video yang saya bagikan. Lantainya sudah pecah-pecah, tembok sudah keropos, banyak kusen jendala dan pintu serta kayu penopang atap sudah lapuk dimakan rayap, dan atap sengnya sudah berlobang di mana-mana. Jendela hanya ditutup ala kadarnya dengan berapa bilah bambu,” Sisilia menerangkan.

Sisilia kemudian mengatakan, sebagai pendidik, dia dan lima teman gurunya merasa sangat kuatir dengan keselamatan para siswa, terutama apabila terjadi angin kencang. 

“Kalau ada angin kencang  plafon atau atap bisa roboh dan menimpa siswa dan para guru yang sedang melakukan kegiatan belajar-mengajar,” ujarnya.

Yang pasti, katanya lagi, ketika turun hujan, semua kursi-meja belajar basah, dan lantai digenangi air.

Sisilia menambahkan,  semua guru tinggal tak jauh dari sekolah. Namun, sebagian dari siswa ada yang tinggal sekitar tiga kilometer jaraknya dari sekolah. 

“Setiap hari mereka medaki dan menuruni lereng bukit untuk pergi ke,  atau pun pulang dari sekolah. Butuh waktu sekitar 1,5 jam berjalan kaki,” jelas Sisilia lagi.

Masa depan tak menentu

Sisilia menambahkan, belakangan ini semua guru dan anggota Komite Sekolah selalu dihantui kekuatiran akan masa depan SDN Keliwatuwea.

“Kami kuatir sekolah ini bakal ditutup. Soalnya, selain bangunannya sudah sangat reyot, jumlah murid pun sangat minim. Totalnya, hanya sekarang 22 siswa,” katanya.

”Jika siswa kelas 6  yang berjumlah 7 orang tamat , maka jumlah siswa tinggal 15 orang,” katanya lagi.

Mudah-mudahan, katanya lagi, ada penambahan siswa baru di tahun ajaran baru mendatang.

Kontribusi komite sekolah dan alumni

Sisilia mengungkapkan, SDN Keliwatuwea memang memiliki komite sekolah.

“Komite sekolah memang cukup aktif. Mereka berkerja sama dan berkontribusi mengumpulkan uang untuk mengg gaji satu orang guru honorer . Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya komite berperan aktif dalam pembangunan gedung sekolah yakni mengangkut material untuk pembangunan gedung sekolah,” katanya. 

“Saat ini jika, pemerintah Kabupaten Nagekeo berkenan mengalokasikan anggaran untuk merenovasi gedung sekolah, komite sekolah siap untuk ikut ambil bagian, misalnya menyediakan material lokal, atau menjadi tenaga pikul untuk material semen dan seng serta besi dari jalan raya,” ujarnya.

Secara geografis, SDN Keliwatuwea , memang kurang beruntung. Sekolah ini berada di daerah pebukitan yang belum belum memiliki akses ke jalan raya.

“Namun sekolah ini tidak  berpeluang mendapatkan tunjangan khusus guru PNS  yang bertugas di daerah terpencil, karena menurut Dinas tunjangan itu hanya diperoleh oleh sekolah yang berada di desa yang sangat tertinggal. Desa Keli, hanya berstatus ‘desa tertinggal’. Padahal, desa ini berada sngat jauh dari pusat kecamatan, dan topografis berbukit sehingga sangat sulit dijangkau,” ungkap Sisilia.

Meski demkian, warga masyarakat di Desa Keli, terutama para alumni sekolah tetap menaruh perhatian terhadap kondisi sekolah ini.

“Ada sekitar 90-an orang alumni yang tinggal kampung-kampung di sekitar sekolah. Sejauh ini mereka terlibat sebatas melakukan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekolah. Belum ada  peran atau kontribusi yang spesial untuk perbaikan kondisi bangunan dan fasilitas sekolah,” jelas Sisilia lagi.

Pesan Kadis Venan

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nagekeo, Venantius Minggu yang dihubungi Floresku.com, Kamis (6/6) petang untuk mengkonfirmasi soal kondsi kritis SDN Keliwatuwea mengatakan, “kondisi sekolah itu memang seperti yang dikatakan kepala sekolahnya.”

Secara prinsip, masalah yang dihadapi SDN Keliwatuwea ada dalam perhatian Dinas P dan K atau pemerintah Kabupaten Nagekeo.

‘Namun, ada beberapa pertimbangan mengapa SDN ini belum mendapatkan alokasi anggaran untuk direnovasi. Pertama, soal budget Pemda yang terbatas. Kedua, terkait jumlah siswa,: ujar Venan.

Pemda  Nagekeo, melalui Dinas P dan K,  kata Venan, memang berupaya keras  untuk memperhatikan semua siswa di seluruh wilayah kabupaten. Sebab, semua siswa berhak merasa nyaman dalam menjalakan aktivias belajar. 

'Namun, dalam keterbatasan anggaran, Pemda terpaksa lebih memprioritaskan sekolah dengan jumlah siswa yang lebih banyak,” jelas Venan.

Yang terpenting, Venan melanjutkan, meski  belajar di gedung sekolah yang reyot, para siswa tetap mendapat pelayanan pendidikan yang berkualitas.

“Artinya, pembelajaran literasi, numerasi dan pendidikan karakter harus tetap dilakukan secara tuntas,” kata Venan, berpesan. 

Tampaknya, apa yang diharapkan Kadis Venan sejalan dengan komitmen para guru SDN Keliwatuwea.

Dalam kondisi gedung sekolah yang kurang kondusif, sekolah ini ternyata menajlankan  program pendidikan karakter yang mumpuni.

Belum lama ini, ungkap Sisilia,  para guru SDN Keliwatuwea mengisi proses edukasi bagi para siswanya dengan mengadakan kegiatan rekoleksi.

"Ini adalah program tahunan sekolah. Program dengan tema ‘Peduli Lingkungan’ merupakan perpaduan antara katekese dan aksi nyata,” ujar Sisilia. 

Menurut Sisilia, dalam kegiatan itu, para siswa diajar untuk merefleksi dampak lingkungan terutama sampah plastik terhadap keberlanjutan hidup manusia dan alam.  (Silvia).
 

Editor: redaksi

RELATED NEWS