Sekilas Hikayat Asal-Usul Orang Ngadha

Redaksi - Kamis, 08 Juni 2023 21:40
Sekilas Hikayat Asal-Usul Orang NgadhaSekelompok perempuan dan anak-anak dari Badjawa, sebagian perempuan sedang memegang potongan-potongan tebu. Di sebelah kiri mereka adalah “teman mereka, Tai Ngade, kepala Kampung Menge di lereng sebelah timur Inije Lika (onderafdeling Ngada, di Flores Tengah), mengenakan satu set besar cincin tembaga pada lengan kiri dan kaki kanan. Foto diambil oleh G.P. Rouffaer pada 22 Juli 1910, yang berarti sekitar 20-an tahun sebelum Gerson Poyk tinggal di Bajawa. (sumber: KITLV)

MENURUT tradisi lisan nenek moyang, orang Ngadha di Flores bagian tengah mengaku berasal dari Dzhava Cone

Mengutip Buschan G.,  Pater Dr. Hubert Muda SVD, dalam disertasinya : “The Supreme Being of The Ngadha People In Flores, Its Transendence And Imanence”, Disertasi, Roma: Pontificio Gregoriana University" (1986:13-18) menyebutkan bahwa  asal-usul orang Ngadha,  merupakan bagian kelompok Proto-Melayu, bukan Deutro Melayu. Orang Proto-Melayu, berasal dari Utara-Asia Tengah, menyebar ke arah timur Asia dan Asia Tenggara. 

Mereka adalah kelompok manusia yang pertama kali menjejakkan kakina di kepulautan Nusantara, sekitar 4000 tahun silam. 

Keers, tulis Muda, menyatakan bahwa manusia Proto-Melayu hanya ditemukan di Manggarai, sementara Bijlmer menolak opini tersebut dan mengatakan bahwa kelompok ini ditemukan di seluruh wilayah Flores, dan  Manggarai lebih banyak dipengaruhi oleh kelompok manusia Deutro-Malayu. 

Pendapat Keers, kemudian didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh W.Lehman pada 1927. 

Dari sudut pandang fisi-antropologis, Keers menyatakan orang Ngadha mungkin lebih berkaitan dengan jenis manusia Eoropoid daripada Mongoloid dan orang Melanesia. 

Sementara itu Satavaern mengtakan dilihat dari gestikulasi dan cara mengucapkan kata-kata, orang Ngadha rupanya ada kaitan dengan bangsa Semit. 

Namun Pater Paul Arndt SVD yang melakukan studi cukup serius tentang orang Ngada meragukan semua pendapat itu. 

Penelitian yang lebih kemudian mengenai orang Ngada dilakukan oleh Joseph Glinka SVD. Dalam konferensi nasional mengenai anatomi manusia, di Denpasar pada 1973, Glinka mengatakan bahwa orang Ngada terdiri atas tiga tipe ras yaitu Eropa, Mongolia dan Negrito.

Orang Ngadha mendiami wilayah di Mangarai Timur dan wilayah Ngada sendiri. Sebagaian ditemukan di Sumba dan di beberapa wilayah Flores lainnya. Menurut Stavaren, awalnya orang Ngadha tinggal di Flores Barat atau Manggarai. 

Namun, sekitar 250 ribu tahun silam mereka bermigrasi ke ara timur ke wilayah yang sekarang, setelah menyeberangi sungai Wai Moke. Namun, Keers tidak setuju dengan pendapat seperti itu karena sebagamana di tempat lain, orang Ngada lamban untuk membaur dan meraih pengaruh.

Orang Ngada pada awal abad ke-20 (Foto: KTVL)

Mengarah ke Dzava Cone’

Bertolak dari berbagai pendapat yang beragam, Muda (1986:16) menggatakan sangat sulit untuk menentukan dengan pasti darimana asal-usul orang Ngadha. Namun Muda (1986:17)  menjelaskan, orang Ngadha sendiri merujuk ke ‘Dzava Cone’ sebagai tempat asal-usul mereka. 

Istilah ‘Dzava Cone’ diartikan sebagai Jawa bagian dalam. Namun, Dr. Bader mengatakan, istilah tersebut  tidak hanya menunjuk ke pula Jawa saja, melainkan menunjuk ke suatu tempat yang jauh, di mana segala kekuasaan berasal. Istilah ‘orang Jawa’ sering dipakai bukan untuk menunjuk ke orang dari pulau Jawa saja, tetapi semua orang asing yang bukan dari Eropa dan Cina.

Muda (1986;17) mengemukakan, dalam nanyian, pantun dan doa, orang Ngada sering mnyebut kata ‘Denu, Seva, dan Napa’

Menuru Pater Paul Arndt SVD, kata ‘Denu’ sama maknaya dengan ‘Prativi’ yang adalah istri dari Dzava, Dewa  Langit.

Oleh karena itu, nama Denu selalu dikaitkan dengan Dzava hal itu menunjuk ke negeri di mana Dzava diipuja yaitu India.   ‘Seva’ adalah negeri dimana Seva atau Siva dihormati.   ‘Napa” boleh jadi merujuk ke negeri ular, karena kata ‘Napa’ bunyinya mirip dengan kata ‘Nipa’ yang bagi orang Ngadha berarti ular.

Menurut Arndt, tulis Muda pula, Budhisme tidak punya jejak di Ngada. Konsep Hindu ‘Trimurti’ yang menmengaruhi Jawa dan Bali pada jaman Kristus juga tak punya jejak di Ngadha. 

Segala sesuatu yang berkaitan dengan agama terjadi sebelum Budaisme. Oleh karena itu, kata Paul Ardnt, nenek moyakng orang Ngadha tampaknya sudah masuk Flores beberapa abad sebelum masa Kristus. 

Tahun persisnya sulit ditentukan, namun tampaknya mereka datang menggunakan perahu karena nama kampung dan beberapa bagian dari rumah mereka menggunakan istilah yang berkaitan dengan perahu dan kehidupan di laut, sekalipun sekarang mereka hidup jauh dari laut.   

Beberapa nama seperti Dzo Dzava (perahu Dzava), Radzo Lewa (perahu panjag), Mangu Lewa (tiang layar perahu yang tinggi), Padha Dzo (jembatan perahun) memberi bukti kuat bahwa nenek orang Ngadha memang punya kontak yang erat dengan kehidupan di laut. 

Dzava bisa juga menunjuk ke tempat sebelum mereka berlabuh di Flores.

Paul Ardnt juga menyatakan, tulis Muda (1986:18) ada sejumulah elemen kebudayaan orang Ngadha yang mirip dengan apa yang ada di Timur-Laut India. 

Paul Ardnt mengatakan, suku ‘Magadha’ adalah salah suku Aria terkenal di India. Jadi, kata Arndt, kata ‘Ngadha’ sangat mungkin berasal dari kata ‘Magadha’, karena di Ngadha, huruf ‘M’ dan N’ sering bertukararan. 

Dalam artikel panjangnya berjudul ‘Hinduismus der Ngadha’ Paul Arndt memperlihatkan banyak kemiripan di antara orang Ngadha dan Hinduisme.

 Muda (2016:61-64) mencatat lima elemen sama antara Hinduisnme dan orang Ngada, yang ditemukan Paul Arndt. Pertama adalah nama ‘Deva’ untuk Allah. Kedua, idea kosmogoni, dualisme langit dan bumi. Orang Ngdha mengenai ‘Dzava dan Denu’, pasangan yang menjadi asal mula segala sesuatu. 

Peninggalan Megalitik di Kampung Teradisonal Bena (Foto; Depdikbud).

Hikayat Su’I Uwi

 Muda(2014)  mengatakan bahwa,” Reba  merupakan pesta  kehidupan  bagi manusia  yang  mengandung nilai – nilai  kehidupan  bersama (nilai  moral)  yang diwujudkan  pada  Su’i  Uwi dan Bura  Su’a Uwi. Dalam upaca Reba,   Uwi  dihormati karena:

  • Su’i  moki – moki bha’i  moli, kutu  ko’e – ko’e ana  ko’e  = Karena uwi  yang  menjadi penyebab  cinta  Teru dan  Wijo  yang melahirkan  Sili.
  • Uwi  menjadi  bahan makanan  pokok  yang memberikan  hidup  baagi para  leluhur  pada masa  yang  silam. Penghormatan  terhadap ubi  menandakan penghormatan  kepada Tuhan  sebagai sumber kehidupan.

Dalam blognyaBowar mencatat bahwa narasi  Su’i Uwi yang dibawakan dalam pesta adat Reba adalah sebagai berikut:
Su’i O.........wi, Su’i O........wi
 Inilah ajaran pokok kehidupan
Sebagai awal dari kalimat ajakan pembuka untuk menyimak ajaran yang akan disampaikan.
Pu’u zili giu pu’u zili gema zili tana India Su’i O......wi(Asal muasal leluhur dan ajaran kehidupan adalah  suatu tempat tempat yang jauh dan tak dapat dikenal lagi di Tanah India.)
Zili Meko da tere tolo dara masa sa ulu roro Su’i O.....wi(Di sanalah terdapat adanya sumber terang yang memberi sinar inspirasi bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya.)

Zili Sebhe Gha Selo One Su’i O......wi ((Nenek moyang) bermigrasi (dari India) dan  singgah di Sailand).
Da Jo jo dia, Da Jo jo Dheso Su’i O…..wi (Perpindahan yang dilakukan tidak serempak dan cepat namun bergeser perlahan yang disebabkan oleh faktor alam dan lainnya.)
.Zili da nga gha Sina One Su’i O…..wi ((Mereka kemudian) tiba di daerah pedalaman China.)

Da lete wai go Koba Leke da daro wai go kawikao Su’i O....wi (Dengan menerobos hutan belantara mereka  akhirnya sampai di Cina Selatan.)
Da jo jo dia,Da Jo jo Dheso Su’i O.....wi (Perpindahan yang terus terjadi dari hari ke hari. Perpindahan tersebut dikarenakan persediaan makanan dan kegiatan berburu serta meramu).
Zili da pita gha nee bu’e Sina Su’i O...wi ((Beberapa dari antara mereka) pun mempersunting gadis Cina. )

ZZili toni gha ne’e Uwi Su’i O......wi. (Mereka mulai mengenal cara bercocok tanam dengan mulai menanam Ubi.)

Da na, na peti fao da na, na leghe (Mereka tiba dan mendiami daerah pantai Cina Selatan dan membentuk komunitas di sana)
Zili da pako gha ne’e rajo Su’i O...wi lapi Su’i O.....wi (Di tempat itu mereka mulai membangun perahu.) 

Zili da Wake gha ne’e Mangu Su’i O....wi (Mereka membangun perahu yang bertiang layar.)
Zili da Webha gha Laja Su’i O....wi. (Mereka pun  memasang dan membentangkan layar)
Zili do seda gha tuku Su’i O.....wi. (Mereka mulai memasuki perahu dan mulai berlayar dengan medayung perahu).
Zili da kesogha Uli Su’i O....wi. (Mereka memutar kemudi  ke suatu arah.)

Zili da Tange Dala Su’i O....wi (Mengikuti petunjuk pada bintang di langit).

Zili Mesi mite zili Laja nga rie-rie Su’i O....wi (Di sana perahu mereka melaju cepat karena dibantu kekuatan angin).
Da Jo jo dia, Da Jo jo Dheso Su’i O....wi (Perahu mereka bergerak semakin dekat ke  tujuannya.) 

Zili da nga dara tana maza, Tana Malaka Su’i O....wi (Mereka kemudian melabuhkan  perahu di daratan Malaka.)

Da na, na peti fao da na, na leghe lapi Su’i O....wi (Berhenti sementara (di sana) dan beranak pinak.) 

Zili da tewa wali gha laja Su’i O....wi (Kemudian mereka kembali ke perahu dan membentangkan kembali layarnya.)
Zili da seda gha wali tuku Su’i O....wi (Mereka pun mendayungkan  kembali perahunya untuk melanjutkan pelayaran).
Zili wali ggo ga mesi mite Su’i O....wi (Dan kembali berada kembali di tengah lautan) 

Da Jo jo dia, Da Jo jo Dheso Su’i O....wi (Semain berpindah  dan mendekati ke tujuannya). 

Zili da nga gha dara Tana Jawa Su’i O....wi. (Kemudian mereka telah melihat Tanah Jawa).

Zili da kolu gha watu Su’i O....wi (Mereka merapat ke tepi pantai dan menurunkan jangkar).
Zili da pole gha laja Su’i O....wi (Disana digulungkannya kembali layar.)

Da na, na peti fao da na, na leghe lapi Su’i O....wi (Mereka berhenti sementara di situ  dan beranak pinak).

Zili Dasili gha wini Zili da ghale gha ne’e Ngawo Su’i O....wi (di sana merekapun mulai mengenal berbagai jenis makanan dan benih untuk bercocok tanam sebagai sumber makanan baru.)

Zili da maga gha nee Bu’e Jawa Su’i O....wi (Di sana (beberapa dari mereka) telah mengawini Gadis Jawa). 

Zili da teki gha wali watu Su’i O....wi ((Kemudian) diangkatnya kembali jangkar (untuk melanjutkan pelayaran).

Zili da webha gha wali laja Su’i O....wi (Dibentangkannya kembali layar).
Zili da seda gha wali tuku Su’i O....wi (Disana perahu dikayuhnya kembali oleh pendayung).
Zili wali gha go mesi mite Su’i O....wi (Telah berada kembali di tengah lautan).
.Da Jo jo dia, Da Jo jo Dheso Su’i O....wi ((Mereka) bergerak semakin dekat ke tempat tujuan ). 

Zili nga gha wali dara zili Tana Raba Su’i O....wi (Di sana sudah terlihat daratan Raba-Sumbawa).
Zili da kolu gha watu Su’i O....wi (Disana telah diturunkan lagi jangkar).
Zili da pole gha laja Su’i O....wi (Disana digulungkannya kembali layar)
Da na na peti fao da na, na leghe lapi Su’i O....wi ((Di sana mereka) berhenti semnetara dan beranak pinak).
Zili da pase gha ne’e pare Su’i O....wi (Disana telah ditanamnya bibit padi).
Zili da maga gha nee Bu’e Raba Su’i O....wi (Di sana (beberapa dari mereka) mengawini Gadis Raba (Sumbawa)

Zili da teki gha wali watu Su’i O....wi (Di sana telah diangkatnya kembali jangkar)
Zili da webha gha wali laja (Disana dibentangkannya kembali layar).
Zili da seda gha wali tuku Su’i O....wi (Di sana perahu dikayuh kembali oleh pendayung).
Zili wali gha go mesi mite Su’i O....wi (Dan mereka kembali berada di tengah lautan).
Lau nga gha wali dara zili Tana Wio (Disana sudah terlihat daratan Wio (Sumba)).

Lau da kolu gha watu Su’i O....wi (Disana telah diturunkannya jangkar).
Lau da pole gha laja Su’i O....wi (Disana digulungkannya kembali layar).
Da na, na peti fao da na, na leghe lapi Su’i O....wi (Berhenti sementara dan beranak pinak).
Lu da wito gha nee Bu’e Wio Su’i O....wi (Disana (beberapa dari mereka) mengawini Gadis Wio (Sumba)).

Lau da webha gha wali laja (Di sana dibentangkannya kembali layar)
Lau da seda gha wali tuku Su’i O....wi (Disana dikayuhnya kembali dayung)
Lau wali gha go mesi mite zili laja nga rie-rie Su’i O....wi (Disana telah berada kembali di tengah lautan)
Lau da toja gha nuka di Roja Su’i O....wi (Disana sudah berangkat menuju Roja (Flores)).

Da jo jo dia, da jo jo dheso Su’i O....wi (Semakin berpindah kemari tujuannya).
Lau sei lau mai Su’i O....wi Su’i O....wi (Siapakah gerangan yang ada di sana).
Lau Oba ne’e Nanga da se wae bata da meri Anakoda Su’i O....wi (Disa Oba dan Nanga yang mengarungi lautan).
Lau da nga ghadara Tana Roja Su’i O....wi (Di sana telah dilihatnya daratan Ota Roja (Pulau Flores)).
Lau da kolu gha watu Su’i O....wi (Disana telah diturunkan jangkar).
Lau da pole gha laja Su’i O....wi (Di sana digulungkannya kembai layar).
Dia gha Wae Meze, Su’i O....wi (Sudah berada di muara Wae Meze (sekarang muara kali Wae Mokel)).

Dia Tiwu da lima latu sa bhege da bheo pau, Su’i O....wi (Sudah berada pada suatu tempat yang penuh dengan air yang jernih).
Dia da Nga Bata Neno wae, Su’i O....wi (Sudah tiba pada suatu tepian).
Viki ba nono dhiri Lina ba pia kisa Su’i O....wi (Kumpulan yangmengutamakan kemurnian dan kebenaran).
Di da sao-sao ba mara talo Naku nuka ba mara ngaru, Su’i O....wi (Suatu tempat yang berkelimpah-an makanan dan tiada akan habisnya walupun diambil terus menerus).
Dia da pale ne’e zala Pale da toke ne’e Zala sede, Su’i O....wi (Berpencar menyusuri pantai dan menyusup ke dalam hutan serta pengunungan).
Salapa sa lazi nee maghi Padhi teda ne’e peda mera, Su’i O....wi (Dan mulai membagi daratan dengan batas menurut teritorial sukunya yang berkembang). 

Dari narasi Su’i Uwi di atas dapat dilihat bahwa leluhur orang Ngadha adalah para migran yang datang dari suatu tempat yang jauh dan tak lagi dikenal di India. 

Secara bertahap mereka berpindah ke Ota Roja (bumi Ngadha, Flores), mengarungi laut dan melampaui berbagai pulau  dengan menggunakan perahu. 

Kisah migrasi yang dinarasikan dalam Su’i mengisyaratkan bahwa para mingran (nenek moyang orang Ngadha) ada yang datang dari India itu (pu’u Zili Giu pu’u Zili Tana India), singgah di Sailand (Selo One), singgah  tana Malaka (se’a gha Maza Tana Malaka), kemudian singgah di Jawa, lalu singgah di Raba, Sumbawa, dan singgah di Sumba (Wio) akhirnya berlabuh di Wae Mokel, Flores. 

Di samping menarasikan asal-usul, ritual Reba juga memuat 10 ketentuan, sebagai pegangan hidup. Pertama, Dewa Zatu Nitu Zale yakni percaya pada Tuhan yang Maha Esa. 

Kedua, bodha molo ngata go kita ata, yakni menaruh hormat pada kemanusiaan. 

Ketiga, dhepo da be’o tedu da bepu, yakni meneladani para pendahulu dan kaum cendikia. Keempat, dhuzu puru ne’e nama raka, yakni belajar dan bekerja sampai tuntas. Kelima, dua wi uma nuka wi sa’o, yakni memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak. 

Keenam, modhe ne’e hoga woe meku ne’e doa delu, yakni berdamai dengan sahabat. Ketujuh, maku ne’e da fai walu, kaqo nee da ana salo, yakni bersimpati kepada kaum miskin dan telantar. 

Delapan, go ngata go ngata, go tenge go tenge, yakni hormat kepada milik sesama. 

Sembilan, kedhu sebu pusi sebu, yakni mengutamakan nilai-nilai luhur. Sepuluh, bugu kungu ne’e uri logo, yakni tekun bekerja dan menikmati keringat sendiri.***

(Maxi Ali, dari berbagai sumber)

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS