SOROTAN: Pariwisata Manggarai, Masa Depannya Cerah Jika Dikelola Secara Cermat dan Berorientasi Jangka Panjang
redaksi - Senin, 30 Juni 2025 14:07
Oleh: Maria Leonora*
KABUPATEN Manggarai di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah lama dikenal sebagai salah satu destinasi wisata yang menyimpan kekayaan budaya, sejarah, dan keindahan alam yang unik.
Terletak di bagian barat Pulau Flores, daerah ini memiliki kekhasan yang tidak mudah ditemukan di tempat lain di Indonesia, bahkan di dunia.
Mulai dari kampung adat Wae Rebo yang eksotik, keunikan rumah adat Mbaru Niang, hingga ritual Caci yang sarat makna budaya, semua menjadi bagian dari kekayaan identitas Manggarai.
Namun, seperti daerah tujuan wisata lainnya, pariwisata Manggarai juga tidak lepas dari tantangan struktural, infrastruktur, hingga isu keberlanjutan.
- https://floresku.com/read/pariwisata-manggarai-barat-potensi-dan-peluang-emas-serta-tantangan-yang-perlu-diatasi
Artikel ini mencoba mengelaborasi tiga hal utama: potensi dan keunggulan, kelemahan dan kendala, serta arah masa depan pariwisata Kabupaten Manggarai dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Potensi dan Keunggulan Pariwisata Manggarai
1. Kekayaan Budaya yang Unik dan Otentik
Salah satu daya tarik utama Manggarai adalah warisan budaya yang masih hidup dan dijaga dengan kuat oleh masyarakat adat. Kampung Wae Rebo, misalnya, telah menjadi ikon pariwisata budaya tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga internasional.
Di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, desa ini menawarkan pengalaman tinggal bersama masyarakat lokal dalam rumah adat berbentuk kerucut (Mbaru Niang) yang hanya ada di Manggarai.
Produk kesenian tradisional dalam bentuk kain tenun, anyam-anyaman, nyanyian, tarian dan pertunjukan Caci menjadi daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain.

Begitu juga dengan upacara adat Penti, sistem sosial kedaluan, dan struktur kampung adat yang mengakar dalam tatanan kosmologi orang Manggarai, semuanya menjadi nilai tambah yang sangat signifikan dalam pariwisata berbasis budaya.
Selain itu, Manggarai juga memiliki Liang Bua, situs gua prasejarah terkenal sebagai tempat ditemukannya fosil manusia purba Homo floresiensis. Gua ini memiliki ukuran yang besar dan diperkirakan telah dihuni manusia pra sejarah sejak zaman batu hingga zaman logam awal.

2. Keindahan Alam yang Memukau
Selain kekayaan budaya, Manggarai juga menawarkan lanskap alam yang luar biasa. Gunung, hutan, pantai, hingga savana dan air terjun bisa ditemukan di wilayah ini.
Sawah Lodok di Cancar, dengan pola jaring laba-laba atau lingko, menjadi pemandangan yang sangat ikonik dan fotogenik. Sementara di wilayah pesisir, terdapat pantai-pantai tersembunyi seperti Pantai Wae Cicu, Pantai Nanga Nae, dan kawasan wisata Pulau Mules..
Kawasan pegunungan yang sejuk dan asri, seperti Ruteng, menambah keunggulan Manggarai sebagai destinasi ekowisata.
Lokasi seperti Hutan Todo, Golo Lusang, dan Danau Ranamese adalah contoh nyata bagaimana kekayaan hayati dan lanskap alam menjadi potensi unggulan.
3. Letak Geografis yang Strategis
Kabupaten Manggarai berbatasan langsung dengan Labuan Bajo (Manggarai Barat), yang telah menjadi pintu gerbang pariwisata internasional menuju Taman Nasional Komodo.
Hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Manggarai yang bisa memanfaatkan arus wisatawan dari Labuan Bajo yang ingin melanjutkan perjalanan ke wilayah pedalaman Flores, baik melalui jalur darat maupun udara.
Kekuatan pariwisata di kabupaten ini juga tercermin pada data yang dikemukan oleh e-book, Manggarai dalam Angka 2024, hal.345-359.
Di sana disebutkan antara lain bahwa pada tahun 2023, sektor pariwisata Kabupaten Manggarai mengalami pertumbuhan positif dengan jumlah objek wisata mencapai 39 lokasi, meningkat 12 lokasi dari tahun sebelumnya.
Total kunjungan wisatawan mencapai 21.867 orang. Kampung Adat Wae Rebo menjadi destinasi paling diminati dengan 14.726 pengunjung, disusul Kampung Adat Todo (4.166 pengunjung), Liang Bua (1.639 pengunjung), dan Kampung Adat Ruteng Pu’u (1.299 pengunjung).
Peningkatan ini menunjukkan minat yang tinggi terhadap kekayaan budaya dan alam Manggarai, sekaligus membuka peluang besar untuk pengembangan destinasi wisata berkelanjutan di masa mendatang.
Kelemahan dan Kendala dalam Pengembangan Pariwisata
1. Infrastruktur yang Masih Terbatas
Salah satu masalah utama dalam pengembangan pariwisata Manggarai adalah keterbatasan infrastruktur, khususnya jalan, transportasi umum, dan fasilitas penunjang wisata.
Akses menuju kampung-kampung adat, air terjun, dan destinasi alam lainnya sering kali memerlukan perjalanan panjang dan kondisi jalan yang buruk.
Meskipun jalan Trans-Flores telah dibangun, namun konektivitas antar objek wisata belum ditunjang oleh infrastruktur memadai, terutama di musim hujan. Hal ini berdampak pada kenyamanan wisatawan dan membatasi mobilitas lokal dalam mengelola destinasi.
- https://floresku.com/read/wisata-religi-di-flores-potensi-kelemahan-prospek-dan-tantangannya
Infrastruktur seperti hotel, restoran dan coffee shop belum memadai. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) NTT yang diperbaruan 7 Juni 2024, pada tahun 2023, Kabupaten Manggarai memiliki 32 hotel dengan total 518 kamar dan 950 tempat tidur, mencerminkan kapasitas akomodasi yang siap mendukung pertumbuhan pariwisata daerah.
Jumlah usaha makanan dan minuman yang memiliki izin TDUP pera akhir tahun 2023, tercatat 10 restoran dan 9 kafe resmi beroperasi. Namun, belum ada kantin, coffee shop, maupun pub/bar yang tercatat memiliki izin resmi.
2. Kurangnya Sumber Daya Manusia Pariwisata
Kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam sektor pariwisata masih perlu ditingkatkan.
Masih banyak pelaku pariwisata lokal yang belum memiliki pelatihan standar pelayanan wisata, hospitality, atau manajemen destinasi. Hal ini berdampak pada pengalaman wisata yang kurang optimal serta belum maksimalnya peran masyarakat dalam industri ini.
Kehadiran komunitas dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) masih sporadis dan belum terintegrasi dalam sebuah sistem yang profesional dan berkelanjutan. Kegiatan pelatihan dan sertifikasi bagi pemandu wisata, pelaku UMKM, hingga operator transportasi harus ditingkatkan.
3. Kurangnya Promosi dan Akses Informasi Digital
Di era digital, promosi pariwisata sangat bergantung pada kehadiran online, media sosial, dan platform reservasi digital. Sayangnya, banyak destinasi unggulan di Manggarai yang belum memiliki profil digital yang kuat. Tidak semua destinasi memiliki website resmi, peta digital, atau sistem reservasi daring.
Akibatnya, Manggarai masih kalah pamor dibanding Labuan Bajo meskipun potensi keindahan dan budayanya tak kalah memikat. Perlu upaya sinergis antara pemerintah daerah, pelaku pariwisata, dan komunitas kreatif untuk meningkatkan citra digital pariwisata Manggarai.
4. Ancaman terhadap Keberlanjutan Lingkungan dan Budaya
Tumbuhnya pariwisata tanpa kontrol yang ketat berisiko pada degradasi lingkungan dan komersialisasi budaya. Peningkatan jumlah wisatawan ke kampung adat seperti Wae Rebo misalnya, berpotensi menimbulkan dampak ekologis maupun sosial jika tidak dikelola dengan prinsip keberlanjutan.
Konflik pemanfaatan lahan, tekanan terhadap tata adat, dan potensi pengaruh luar terhadap identitas budaya adalah tantangan yang harus diantisipasi dengan regulasi yang tepat serta partisipasi aktif masyarakat adat.
Masa Depan Pariwisata Manggarai: Harapan dan Strategi
Untuk mewujudkan masa depan pariwisata Manggarai yang inklusif, berkelanjutan, dan kompetitif, beberapa strategi perlu diperhatikan dan diterapkan secara konsisten:
1. Penguatan Ekowisata dan Wisata Budaya Berbasis Komunitas
Model pariwisata berbasis komunitas (community-based tourism) menjadi pilihan terbaik bagi Manggarai. Pendekatan ini tidak hanya menjaga keaslian budaya dan lingkungan, tetapi juga memastikan masyarakat menjadi pelaku utama yang memperoleh manfaat ekonomi langsung.
Kampung-kampung adat harus diperlakukan bukan sebagai obyek eksotik semata, melainkan sebagai mitra pembangunan pariwisata. Sistem bagi hasil yang adil, pelatihan lokal, dan pelibatan dalam pengambilan keputusan akan memperkuat posisi masyarakat dalam ekosistem pariwisata.
2. Investasi Infrastruktur dan Digitalisasi
Pemerintah perlu menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata: jalan, air bersih, listrik, sinyal komunikasi, serta fasilitas penginapan dan sanitasi. Selain itu, digitalisasi destinasi harus menjadi prioritas agar wisatawan mudah mengakses informasi dan membuat keputusan kunjungan.
Pembuatan portal pariwisata resmi Manggarai, direktori destinasi, serta integrasi dengan platform wisata nasional akan meningkatkan visibilitas dan daya saing destinasi.
3. Kemitraan Strategis: Pemerintah, Swasta, dan Komunitas
Pariwisata yang maju tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah. Diperlukan kolaborasi erat antara sektor swasta, LSM, dan komunitas lokal. Investasi pariwisata yang berkelanjutan, seperti penginapan ramah lingkungan, homestay komunitas, dan operator ekowisata harus didorong.
Kemitraan juga bisa dibangun dalam bentuk pelatihan, promosi bersama, serta peningkatan kualitas pelayanan melalui program CSR atau dana hibah dari mitra pembangunan.
4. Branding dan Narasi Pariwisata yang Kuat
Manggarai perlu memiliki narasi besar atau storytelling yang mencerminkan identitas dan keunikan wilayah ini. Misalnya, sebagai "Jantung Budaya Flores" atau “Negeri Seribu Ritual Adat”. Branding ini harus konsisten dalam semua materi promosi, media sosial, dan pameran pariwisata.
Kekuatan narasi ini tidak hanya menjual pengalaman, tetapi juga memperkuat rasa bangga masyarakat terhadap budaya dan alam mereka sendiri.
Penutup
Pariwisata Manggarai memiliki masa depan yang sangat cerah, asalkan dikelola dengan hati-hati dan berorientasi jangka panjang. Potensi budaya dan alam yang luar biasa sudah tersedia, tetapi tantangan infrastruktur, SDM, dan keberlanjutan perlu diatasi dengan pendekatan kolaboratif dan inovatif.
Jika semua pihak dapat bersatu—pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, dan wisatawan—maka bukan mustahil dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, Manggarai akan menjadi destinasi utama yang diperhitungkan dalam peta pariwisata nasional dan internasional. Tidak sekadar menjadi tujuan wisata, tetapi juga teladan bagaimana kearifan lokal menjadi pondasi pembangunan masa depan.*
*Anggota redaksi Floresku.com, pernah menjadi peserta program studi Hospitality, Unika Atma Jaya, Jakarta. ***