SOROTAN: Pemerintah Pusat dan Daerah Senang Buat Masyarakatnya Bingung

redaksi - Rabu, 15 September 2021 12:42
SOROTAN: Pemerintah Pusat dan Daerah Senang Buat Masyarakatnya BingungUlrich P.Lamsi, warga Manggarai Timur (sumber: Dokpri)

Oleh: Ulrich P. Lamsi*

SEKIAN lama, kami bergulat dengan jalan yang memacu serta memicu adrenalin ketika kami melewati  rute jalan dari Ndilek menuju tiga desa yakni Desa Golo Rutuk, Desa Compang Teber dan Desa Bangka Kempo.  Bagaimana tidak? Jalan yang kami lalui setiap hari sangat memperihatinkan. Bahkan boleh dibilang jauh dari kata 'layak' untuk dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat.

Ruas jalan Ndilek menuju tiga desa tersebut sudah dibuka sejak dulu. Namun, kami boleh merasa legah ketika bupati fenomenal, Christian Rotok mendengarkan jeritan kami sehingga kami boleh mendapat sedikit bagian dari kue pembangunan infrastruktur, yakni jalan lapen dari Ndilek sampai Wae Dingin.

Hal inipun membuat kami juga merasa senang karena pembangunan jalan lapen terealisasi dengan baik. Dengannya, aktivitas kami menuju ibu kota sangat mudah dan tidak memakan waktu yang begitu lama untuk memasarkan produk, hasil bumi, hasil pertanian maupun juga untuk melakukan proses transaksi. Selain itu, kami tidak harus menguras tenaga yang begitu besar karena akses kendaraan cukup mudah untuk bisa sampai ke desa kami. Itulah kelegaan kami saat itu.

Kebahagiaan kami inipun mendekati kesempurnaan ketika dikabarkan bahwa Manggarai Timur dimekarkan. Dan tentunya pula bayangan dan mimpi akan sebuah kemajuan kian mendekat karena pembangunan pastinya akan lebih mudah dengan cakupan wilayah administrasi yang lebih sempit. Harapan akan kemajuan menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat Manggarai Timur pada umumnya.

Babak baru dalam sejarah awal pembangunan pun dimulai dengan terpilihnya Bupati Yoseph Tote dan Wakil Bupati Andreas Agas pada periode pertama.Mereka menjadi tonggak sejarah baru ketika rakyat memberikan amandat melalui pemilihan langsung Kepala Daerah. 

Selama lima tahun pertama, mereka fokus pada pembangunan infrastruktur perkantoran sebagai fasilitas penunjang kegiatan pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur. Kegigihan dan keseriusan mereka untuk membangun Kabupaten Manggarai Timur agar keluar dari ketertinggalan seolah terjawab dengan lolosnya kedua figur tersebut menjadi Bupati dan Wakil Bupati untuk kedua kalinya, meskipun banyak catatan merah yang mereka terima dalam kepemimpinan periode pertama.

Pada periode kedua kepemimpinan mereka, terlihat adanya ketimpangan dalam banyak hal, termasuk dalam hal pembangunan, tata kelola pemerintahan dan birokrasi yang sangat primodial,  dan janji kampanye yang tidak terealisasi. Dengan kata lain, kue pembangunan tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat Manggarai Timur.

Babak berikutnya kembali digulir. Singgasana kekuasaan Bupati Yoseph Tote dan Wakil Bupati Andreas Agas diganti melalui proses pemilu. Singgasana Kabupaten Manggarai Timur selanjutnya dinahkodai oleh Bupati Andreas Agas dan Wakil Bupati Stefanus Jagur. 

Kami pun menaruh harapan besar agar kepemimpinan mereka bisa berpihak pada pelbagai kebutuhan dasar masyarakat kecil, termasuk pembangunan infrastruktur jalan dari Ndilek menuju ke desa kami. Bagaimana tidak? Kondisi jalan tersebut sangat rusak parah. Tidak heran jika bayangan maut seolah-olah menghantui perjalanan kami tat kala melintasi jalur tersebut.

Kondisi ini kian parah dan menyedihkan ketika musim hujan tiba. Selain berlumpur, arus Sungai 'Wae Dingin' yang sangat deras kadang membuat langkah kami terhenti karena kendaraan yang kami tumpangi tidak bisa melintasi arus sungai tersebut. Itulah kesengsaraan kami saat itu dan  saat ini.

Dalam perjalanan waktu, kami boleh saja merasakan adanya sedikit angin segar oleh karena kue pembangunan yang dibagikan, yaitu infrastruktur jalan dari Ndilek tersebut. Sebagai masyarakat kecil, kami tentunya sangat bahagia, sebab sudah sekian lama kami merindukan akses jalan tersebut.

Meski demikian, perasaan bahagia tersebut rupanya hanya sementara waktu saja karena kami dikejutkan dengan adanya informasi yang menyebutkan bahwa pembangunan jalan tersebut dihentikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dengan alasan bahwa ruas jalan tersebut ada di antara hutan lindung.

Berhadapan dengan itu, sebagai masyarakat kecil, kami tentunya sangat bingung karena ruas jalan ini sudah dibangun sejak lama. Karena itu, alasan tersebut sepertinya cukup sulit untuk dipahami dengan baik. BKSDA bersikukuh dengan dalil peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 23/MENLHK/SETJEN/jum. 1/ 5/ 2019 tentang jalan Strategis di kawasan hutan.      

Dalam konteks ini, tentunya saya tidak begitu peduli dengan dasar hukum yang dipakai oleh BKSDA karena bisa memantik emosional kami sebagai masyarakat. Kehadiran BKSDA juga membuat masyarakat ikutan BKSDA (Buat Kami Semua Donor Argumentasi).

Pertanyaan mendasarnya adalah  mengapa BKSDA sangat sadar dan peka dengan persoalan semacam ini? Saya tekankan bahwa pada badan yang satu ini dasarnya adalah karena saya yakin dan percaya pembabatan hutan saat ini masih ada. Perambah hutan merajalela tetapi tingkat pengawasan serta pencegahan mereka hampir tidak ada.

Hal ini juga terbukti dengan proyek reboisasi yang mereka lakukan di kawasan ini sampai sejauh ini tidak ada tanda-tanda keberhasilan walaupun anggarannya lumayan besar. Tidak hanya itu, saya juga yakin dan percaya
bahwa tidak ada pohon atau hutan yang dirusak dalam proses pengerjaan jalan dari Ndilek menuju tiga desa yang dimaksud. Toh, pelebarannya tidak terlalu mencolok.

Dalam hal ini, saya berargumen bahwa republik (baca: pemerintah pusat) ini sangat kental dengan aturan. Aturan yang dibuat oleh negeri ini sepertinya membuat masyarakat sangat dirugikan. Aturan di negeri ini seolah menjadi dalil bagi mereka (para pejabat pemerintah, red) untuk melakukan menindas masyarakat masyarakat kecil. Bagaimana tidak? Pada umumnya aturan yang dibuat kadang hanya berlaku bagi masyarakat kecil. Sebaliknya, aturan itu tidak berlaku dan amat lembek kalau aturan tersebut dibuat untuk persoalan elit korporasi ataupun elit politik.

Akhirnya saya menyimpulkan bahwa baik Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai Timur maupun BKSDA sebetulnya sama- sama memiliki nurani yang buta dan tidak peka. 

Hemat saya, mereka sama-sama bagian dari pemerintah yang hanya mampu memancarkan kegersangan jiwa bagi rakyatnya. Yahhh...sepertinya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kami ini senang membuat masyarakatnya bingung dan menderita.

*Ulrich P. Lamsi adalah warga Manggarai Timur.

Catatan: Pendapat penulis tidak mewakilli media floresku.com

Editor: Redaksi

RELATED NEWS