SUARA REMAJA, Cerpen: Juan, Juna dan Covid-19
redaksi - Jumat, 03 September 2021 11:52Oleh: Maurisia Klaudia Yosintia*
DI SEBUAH desa, hiduplah seorang janda berusia 45 tahun. Ia memiliki anak kembar laki-laki bernama Juan dan Juna. Keduanya memiliki kepribadian yang berbeda. Jika Juan adalah anak yang tekun, pintar, dan ramah, maka berbeda dengan Juna. Ia bodoh dan dingin.
Sejak kecil mereka sering dibanding-bandingkan, baik oleh keluarga besar, tetangga, maupun teman-teman di sekolah. Tetapi ibunya sama sekali tidak pernah membedakan-bedakan keduanya. Bagi seorang ibu anak adalah anugerah yang terbesar dari Tuhan. Apa pun yang terjadi, ia akan tetap menyayangi kedua anak kembarnya sepenuh hati.
Di balik kekurangan si Juna, ada kelebihan yang tersembunyi yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Sore itu hujan turun dengan derasnya. Dua orang pria berjalan menuju pintu rumah dengan ekspresi yang berbeda, mereka adalah Juan dan Juna. Sudah tidak asing lagi bagi Juan menunjukan ekspresi bahagianya, tetapi berbeda dengan Juna yang selalu terlihat cemberut dan bersungut-sungut. “Selamat siang, Bu!” Salam Juan dan Juna bersama-sama. “Wah, anak- anak ibu sudah pulang?” Kata ibu dengan perasaan bahagia. Seketika itu juga, wajah ibu berubah saat melihat salah satu putranya lesu dan tidak bersemangat. “Juna? kamu kenapa nak?” Tanya ibu sambil mengelus-elus pundak putranya itu dengan raut wajahnya penuh kasih sayang.
Mendengar suara ibu, Juna terkejut lalu menatap ibu dan berkata ”Juna, tidak kenapa-kenapa Bu.” Ibu tahu, kalau putranya berbohong; tetapi ibu memakluminya lalu memberitahu Juna seraya berkata,”nak, jika kamu ada masalah jangan ragu untuk bercerita kepada ibu.” Juna hanya mengangguk-angguk tanpa ada jawaban sepata kata pun.
Lalu ibu berkata: “Apa pun masalahmu ibu siap membantumu nak. Jangan kau dengarkan perkataan orang yang menggores perasaan dan hatimu. Mereka tidak tahu tentang dirimu yang sebenarnya, selain ibu.”
Mendengar perkataan ibu yang menyejukan itu, Juna pun tersenyum. Itulah mengapa dirinya tidak peduli dengan perkataan orang lain. Karena menurut Juna apa pun yang dikatakan ibu itulah yang harus ia lakukan dengan sepenuh hati.
Mendengar percakapan ibu dan saudara kembarnya itu, Juan merasa tidak dipedulikan. Juan iri dengan Juna yang selalu disemangati oleh sang ibu. Juan memang egois karena dia berpikir bahwa yang pantas diberi semangat dan pujian hanyalah dirinya bukan Juna. Hancurlah sudah harapannya untuk menunjukan nilai ulangan yang didapatkan di sekolah, agar membanggakan diri di depan sang ibu dengan mengejek Juna karena mendapat nilai rendah. Sudahlah, sepertinya kali ini bukan waktu yang tepat bagi Juan untuk membanggakan dirinya. Juan berlalu begitu saja tanpa permisi terlebih dahulu kepada ibu dan Juna.
Pada hari berikutnya (hari Senin), si kembar berangkat ke sekolah bersama-sama. Ketika sampai di ujung kompleks rumah, mereka mendengar sekelompok ibu-ibu berbisik-bisik menceritakan penampilan keduanya. Juan siswa yang begitu rapih dan berwibawa layaknya seorang pelajar yang patuh dengan segala peraturan di sekolah membuat Juna semakin dipojokan. Sementara itu Juna tampak berantakan bagaikan badboy dalam karakter Wattpad.
“Anak kembar? Tetapi sifat dan sikapnya berbeda.” Ujar salah satu ibu yang sedang belanja sayuran keliling. Begitulah para ibu itu membicarakan kedua anak kembar tersebut. “biasanya kalau anak kembar itu semuanya hampir sama sikap dan karakternya,” kata seorang ibu. "Tapi kok kembar yang ini beda jauh, yah?” Sambung ibu yang satunya lagi.
Merasa diasingkan dalam pembicaraan para ibu itu, Juna berlalu tanpa mempedulikan kelanjutan perkataan mereka. Ia meninggalkan Juan begitu saja. Juan sedikit marah. Karena menurut Juan wajar saja jika orang-orang sering membandingkan mereka berdua.
SMKN 1 Wa Ri’i adalah sekolah, tempat si kembar belajar: membangun karakter diri dan menimba ilmu pengetahuan. SMKN ini termasuk sekolah unggul di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini memiliki tujuh jurusan yaitu, DPIB, TBSM, ATR, APHP, TABO, ATPH, dan KKBT.
Sekarang si kembar duduk di bangku kelas XII. Mereka mengambil jurusan yang sama yaitu, DPIB. Sekolah ini menerapkan disiplin yang ketat. Namun hal itu tidak berlaku bagi Juna. Menurut Juna percuma berdisiplin jika tidak bisa menghargai orang lain.
Ketika si kembar memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba ada siswa yang berkata, ”Jun,tumben sekali kamu datang lebih awal; biasanya 'kan berandalan sepertimu tidak pernah patuh pada peraturan. Berbeda dengan saudara kembarmu yang selalu tepat waktu.” Ucap siswa di samping Juna yang mengundang tawa teman-teman lain.
Seperti biasa Juna tidak peduli dengan perkataan mereka. Ia terus berjalan menuju kelas tanpa memperhatikan sekitar. Yah, itulah sikap si Juna, remaja pria yang dingin dengan segala ketidak peduliannya.
Selang beberapa waktu, kepala sekolah mengumumkan bahwa pembelajaran hari itu ditiadakan. Karena jumlah kasus virus corona (Covid-19) yang semakin bertambah di Indonesia. Pembelajaran akan dilaksanakan secara online atau daring. Sekolah tatap muka kembali dilaksanakan bergantung dari situasi penyebaran virus corona.
Mendengar penyampaian itu ada siswa yang merasa kecewa karena tidak bisa belajar secara tatap muka. Bagi siswa yang ekonominya pas-pasan merasa keberatan, sebab mereka tidak mampu membeli handphone, pulsa data dan yang lainnya. Sedangkan yang malas seperti Juna merasa diuntungkan. Setidaknya, orang yang menghujat dirinya pun berkurang. Pikiran yang simple bukan? Setelah pengumuman tadi, para siswa langsung pulang ke rumah masing-masing.
Juan berjalan ke dalam rumah dengan perasaan kesal. Ia merasa dirugikan oleh pembelajaran online. Sebab dirinya tidak bisa menyombongkan diri lagi di depan guru dan teman-teman.
Ketika tiba di rumha, Juan menghampiri ibunya lalu berkata: “Bu, belikan Juan handphone. Sekarang ini sekolah online. Mana mungkin Juan tidak ikut pembelajaran sementara Juan adalah siswa yang pandai di sekolah."
Ibu yang merasa permintaan Juan susah untuk dikabulkan hanya bisa diam dan mencoba mencari solusi. “Juan, bersabarlah, jangan kau memaksa ibu terus untuk segera mengabulkan keinginanmu, ” sela Juna membela sang ibu.
“Kau tahu apa anak bodoh? Anak sepertimu tidak peduli dengan pendidikan, berbeda dengan aku yang berprestasi,” cemooh Juan kepada si Juna.
“Sudah, cukup! Jaga ucapanmu, Juan. Bagaimanapun juga dia adalah saudaramu. Jangan sekali-kali kau menghinanya,” kata ibu kepada Juan.
”Ibu punya tabungan, tetapi hanya mampu membelikan satu handphone untuk kalian, ” lanjut ibu.
“Lalu, kita harus menggunakan handphonenya bersama-sama?” Tanya Juan dengan perasaan marah dan sinis.
Juna sadar bahwa kembarannya tidak mau memakai handphone itu bersama-sama. Juna memutuskan untuk mengalah saja. Lagi pula Juna sadar dengan kemampuannya yang tidak sebanding dengan Juan. Juna masih bisa mencari solusi untuk tetap belajar walapun tanpa handphone.
“Bu, handphonenya untuk Juan saja. Dia lebih membutuhkannya. Sedangkan untuk Juna, jangan terlalu dipikirkan Bu. Juna bisa cari solusi lain untuk tetap belajar.” Kata Juna sembari tersenyum hangat kepada ibu.
Lima bulan telah berlalu. Covid -19 masih merajalela di Indonesia bahkan telah sampai ke pelosok-pelosok daerah. Segala aktivitas masyarakat dibatasi. Pemerintah menetapkan protokol kesehatan kepada masyarakat Indonesia dan memberlakukan PPKM. Masyarakat dihimbau untuk menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan setelah melakukan segala aktivitas. Relasi antar warga di desa si kembar juga berubah. Mereka yang biasanya sering berkumpul untuk melakukan kegiatan tertentu sekarang harus menjaga jarak, dan melakukan aktivitas harian mandiri.
Warga masyarakat merasa bahwa pandemi membuat mereka terpisah dari yang lain. Mereka harus selalu saling menjaga jarak satu sama lain. Tempat ibadah pun sudah jarang dikunjungi karena takut virus corona. Mereka terpaksa berdoa di rumah masing-masing.
Juan tidak peduli dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Setiap hari dia keluyuran bersama teman-temannya. Ia sudah lupa dengan kebiasaan positifnya gara-gara dihasut oleh teman nongkrongnya. Sedangkan Juna setiap hari belajar menambah wawasan dengan membaca buku dari berbagai sumber dengan mengunjungi perpustakan sekolah karena ia tidak memiliki handphone.
Selama belajar dari rumah, Juna selalu mengisi waktu luangnya dengan mengunjungi para alumni sekolahnya untuk meminjam buku paket. Selain itu, Juna juga membuat berbagai kerajinan tangan berupa gantungan kunci dan hiasan rumah dari bahan bekas lalu dijual untuk menambah penghasilan keluarga. Sesekali ia ke sekolah meminta tugas pada guru-guru untuk dikerjakan di rumah, sekaligus memperbaiki nilainya yang selama ini anjlok.
16 Maret 2021 adalah ujian nasional bagi SMK di seluruh Indonesia. Ketika menghadapi ujian nasional biasanya para siswa dihantuai rasa takut dan gelisah. Begitulah hal yang dirasakan Juan dan Juna saat itu. Di dalam ruangan ujian Juna begitu tekun dan teliti mengerjakan soal-soal, sedangkan Juan terlihat khawatir dan bingung.
Selama tiga hari ujian Juna selalu menyempatkan diri untuk belajar. Sedangkan Juan hanya bermain game online. Juan pun merasa ada yang berubah dalam dirinya. Tidak seperti biasanya, sekarang dia sulit mengerjakan soal-soal, baik ujian, ulangan, maupun tugas yang diberikan guru.
Setelah ujian selesai para siswa diliburkan karena tidak ada lagi pembelajaran. Selama libur setiap harinya Juna bekerja mengembangkan usaha membuat gantungan kunci dan hiasan rumah. Lalu, tibalah saat pengumuman kelulusan bagi SMKN 1 Wae Ri'i.
Pengumuman disampaikan melalui grup AhatsApp sekolah. Berbeda dengan Juna yang sejak pagi sudah berada di sekolah menunggu hasil ujian, Juan bersantai saja di rumah. Ia mengambil handphone lalu membuka AhatsApp untuk melihat hasil. Dengan penuh keyakinan Juan bersiap melihat hasil yang sudah dikirim pada setiap grup WhatsApp. Dia begitu yakin dengan kemampuannya yang akan menempati juara umum. Namun, harapannya pupus ketika membaca bahwa yang menjadi juara umum adalah saudara kembar yang selama ini ia remehkan itu. Bahkan nilainya sangat jauh berbeda dengan kembarannya. Juan kecewa pada dirinya yang menganggap remeh pembelajaran online selama ini. Ia juga menyesali segala perkataan buruk yang sering ia lontarkan kepada kembarannya.
Juan memang pintar, tetapi ia salah memanfaatkan kepintarannya selama ini. Kesombongan, keegoisan, dan ketamakannya Juan menghancurkan harapannya sendiri. Akan tetapi, Juna sudah mengetahui hasil belajarnya selama tiga tahun di bangku SMKN I Wae Ri'i. Ia bangga dengan pencapaian yang didapat berkat usahanya. Para SMKN I Wae Ri'i awalnya ragu, karena yang mereka ketahui Juna adalah siswa yang tergolong tidak pandai. Namun, setelah diuji ulang kemampuannya, mereka terkejut dengan semua jawaban lisan yang lancar dari mulut Juna.
Para guru kemudian memutuskan untuk memberikan Juna beasiswa agar melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Mendengar kabar bahwa Juna mendapat nilai terbaik dan mendapat beasiswa, sang ibu merasa terharu sekaligus bangga kepada putranya yang selama ini dianggap remeh oleh banyak orang.
Yap, kata orang bijak, hasil tak akan pernah mengkhianati proses. Cepat atau lambat, usahamu akan membuahkan hasil. Beranilah menerima tantangan untuk merasakan nikmatnya kesuksesan.
Sekarang Juna sudah merasakan hasil dari perjuangannya. Bahkan saat ini ia sudah melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia, mengambil jurusan kedokteran. Sedangkan Juan lebih memilih melanjutkan usaha mengolah bahan bekas milik Juna. Ia akan melanjutkan kuliah setelah Juna selesai. Karena ia tidak mau membebankan sang ibu seperti dulu. Ia pun berusaha mengumpulkan modal untuk melanjutkan pendidikan dengan usahanya sendiri.
Masa pandemi menjadi tantangan baru untuk memulai hidup baru. Pandemi memang mengubah segalanya, tapi tidak pada semangat kita untuk menuju hidup yang baru. Mungkin kamu bosan, jenuh, dan tertekan selama di rumah. Akan tetapi, percayalah kamu bisa mendapatkan kunci untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Saya berharap, semoga pandemi ini cepat berakhir, ekonomi pulih, dan pendidikan kembali normal. (*)
BIODATA PENULIS:
Nama: Mauritsia Klaudia Yosintia
Nama Panggil: Sintya
TTL: Ruteng, 15 Januari 2005
Jenis kelamin: Perempuan
Usia: 16 tahun
Kelas/jurusan: Xl DPIB 2
Asal sekolah: SMKN 1 Wae Ri'i
Orang tua: Yoseph U.K Prudens (ayah), Severiana E.I Nirma (ibu)
Anak ke: 1 (satu).