SUDUT PANDANG: Dukung Pariwisata Labuan Bajo – Alor/Pantar, Belajarlah Hidup sebagai Warga Global

redaksi - Rabu, 02 Juni 2021 00:19
SUDUT PANDANG: Dukung Pariwisata Labuan Bajo – Alor/Pantar, Belajarlah Hidup sebagai Warga GlobalPater Paul Koko Tolang SVD, Brasil (sumber: Dok. Pribadi)

Oleh P. Paulus Koko Tolang SVD                                           

Pater Paul adalah imam dan misionaris SVD kelahiran  Helangdohi-Pantar pada 28 April 1964.  Pada Juli 1984, ia  masuk Novisiat SVD di Ledalero. Kemudian ia studi di STFK Ledalero hingga ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Donatus Djagom SVD di Seminari Tinggi Sto. Paulus Ledalero pada 29 September 1992. Setahun kemudian, tepatnya pada 29 Oktober 1993, ia menjejakkan kakinya di tanah Brasil .  Selama 28 tahun ia hidup di Brasil  untuk karya pelayanan  pastoral paroki dan kategorial menurut spiritualitas yang diwariskan pendiri SVD, Santo Arnoldus Jansen. 

Pater Paul bersama para katekis (Foto: Paul K.Tolang)

Pariwisata untuk Flobamora yang makin maju 

Pertama –tama saya berterimakasih atas kesempatan yang diberikan oleh floresku.com untuk memberikan sedikit refleksi tentang pengamatan saya sebagai  warga diaspora Flobamora. 

Mohon maaf kalau dalam catatan singkat ini anda menemukan sesuatu yang kurang berkenan di hati. Untuk diketahui bahwa refleksi ini tidak bermaksud menggurui, melainkan sekadar berbagi  pandangan agar kita belajar hidup dalam dunia global dengan tata cara yang baik, sehingga bisa menerima para turis asing secara elegan. 

Kondisi alam dan budaya kita yang mengagumkan

Sungguh membahagiakan ketika mengenang tanah kelahiranku, bangsaku tercinta, yang terdiri dari  rangakai pulau-pulau yang indah permai, terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Aangkah indahnya bangsa yang besar dan majemuk, yang berada di antara bangsa-bangsa yang lain seperti Australia dan China,  Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, Philipina, India dan beberapa negara yang terkenal makmur dan lebih maju. 

Yang membuat hati ini semakin bahagia, ketika mendengar kabar bahwa kini pemerintah dengan langkah-langkah yang super premium ingin memajukan bangsa kepulauan ini menjadi suatu bangsa yang bersatu dalam filsafat kebihnekatunggalikaan.

Yang lebih menggembirakan lagi ketika mendengar kabar bahwa pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo ingin membangun pariwisata dari Labuan Bajo hingga Alor -Pantar,  kawasan yang selama ini agak terlupakan. Kalau kita amati dengan penuh seksama,  di wilayah Labuan Bajo sampai dengan Alor-Pantar dan Flobamora seluruhnya,  terdapat banyak potensi alam dan budaya yang luar biasa.  

Ada  gunung, bukit, pantai, danau, hewan dan tumbuhan yang indah dan unik, sehingga pantas menjadi  obyek dan tujuan wisata. Selain itu, ada banyak suku dan budaya serta dan sistim kemasyarakatan yang beraneka ragam. Semua itu mencerminkan betapa wiilayah kita, sungguh dianugerahi oleh Tuhan Pencipta dengan berkat yang  istimewa.

Orang asing datang untuk menikmati keasrian dan kedamaian 

Berkenaan dengan pariwisata, satu pertanyaan pokok yang perlu kita ajukan adalah mengapa orang asing mau datang ke wilayah kita?  Jawabannya sudah pasti, karena daerah kita memiliki banyak keindahan.  Juga, karena masyarakat kita hidup dalam kedamaian. Jadi, para turis atau para pelancong/wisawatan dari manca-negara datang ke daerah kita hendak menikmati keasrian dan kedamaian hidup di daerah kita.

Mereka berminat untuk menikmati keindahan alam Indonesia, khususnya Flobamora tercinta. Mereka mau datang untuk berjalan kaki menelusuri pantai-pantai dengan pasir putih yang memukau. Mereka ingin mendaki bukit dan gunung yang menampilkan pesona nan asri. 

Mereka datang untuk kembali menghirup udara segar yang  bebas daripolusi asap pabrik dan  kendaraan bermotor. Mereka ingin mengecapi lezatnya makanan kita yang lebih bersifat alami, tidak terbaur dengan zat-zat pengawet. 

Mereka datang untuk mandi di laut kita  yang masih belum ternoda oleh limbah pabrik dan sampah plastik. Mereka ingin menyelam di laut kita yang jernih dan dipenuhi terumbu karang warna-warni dan gerombolan ikan dan hewan laut lainnya yang sangat beragam spesiesnya. 

Mereka juga datang untuk mencari kesederhaan hidup yang menyenangkan bukan kekerasan, perampokan bersenjata dan mafa narkoba. Mereka mencari sekeping kedamaian buat hidup mereka yang masih tersisa. 

Mereka mau mendengar suara kicau burung dan deru air terjun serta gemuruh ombak yang memancarkan sejuta nuansa, bukan keributan dan kebisingan kota yang membuat kepala berputar tujuh keliling. Mereka mau mengecapi air kelapa yang masih segar tanpa disimpan dalam kulkas berhari-hari. Mereka mau berjalan tanpa alas kaki di tengah rerumputan yang hijau menakjubkan. 

Begitulah kerinduan  para wisatawan. Mereka  ingin mencari sekeping kegembiraan untuk membendung kebekuan hati yang terhimpit oleh berbagai masalah kehidupan yang semakin menekan jiwa. Mereka mau bebas dari semua kesengsaraan hidup akibat kehidupan modern  yang semakin runyam dan menghukum. Mereka adalah mahluk-mahluk yang ingin bebas dari kehidupan yang mencuri dan merampas ketenteraman nurani kehidup mereka. 

Belajar dari hal yang positif dan negatif

Industri pariwisata tentu saja menimbulkan pertemuan dan pembauran. Melalui pariwisata, sangat normal apabila  kita akan lebih sering berjumpa dengan manusia dari beragam suku, agama dan budaya dan gaya hidup yang berbeda. 

Sangat normal pula bahwa dalam pariwisata kita yang berbudaya timur dan masih tergolong negara berkembang,  bertemu dengan manusia berbudaya  barat, manusia dari benua Amerika, Eropa, dan Australia yang lebih maju dan lebih modern. 

Dalam perjumpaan dengan manusia dari latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, kita akan mengalami dan mengenal banyak hal positif. Kita bisa berkenalan dengan cara dan wawasan berpikir mereka yang lebih luas. Kita juga bisa berkenalan dengan teknologi mereka yang lebih canggih. Kita juga dapat belajar dari  mereka soal kepedulian akan hak-hak asasi, dan akan keleteraian lingkungan alam.

Namun tidak tertutup kemungkinan, orang asing itu datang dan memperlihatkan kepada kita  hal-hal yang menurut patokan adat kita tidak sopan. Terutama soal cara berpakaian mereka yang cenderung memperlihatkan bagian tubuh tertentu.

Pada sisi lain, dalam perjumpaan itu, tidak tertutup kemungkingan bahwa orang dari luar itu justru merasa asing atau aneh dengan kehidupan kita. Mereka bisa saja memandang atau memiliki persepsi negatif tentang kita. Apalagi,  ketika mereka meilihat kita menampilkan diri  begitu polos dan lugu, dikondisikan oleh tingkat pendidikan kita yang rendah, kemampuan ekonomi yang kurang,  karakter dan kebiasaan serta gaya hidup kita yang tradisional.   

Tentu saja, berhadapan dengan situasi demikian, menurut hemat saya,  orang kita  harus tetap percaya diri. Sebab walau dalam  hal ilmu pengetahuan dan teknologi kita masih jaiuh tertinggal,  tapi kita memiliki banyak kearifan lokal, punya musik dan nyanyian lokal, dan punya banyak hasil kerajinan lokal yang unik, dan kain tenun ikat dengan motif yang indah,  tiada duanya di dunia ini. 

Dalam kesadaran akan perbedaan dan keunikan seperti itu, saya berharap, kita banyak belajar untuk hidup sebagai warga global,  mau berpikiran terbuka dan mengendalikan emosi. Sehingga ketika bertemu dengan orang yang berbeda,  kita tidak gampang menaruh curiga, dan tidak salah mengerti. karena curiga dan salah pengertian dapat memicu pertengkaran dan konflik yang tidak semestinya terjadi.  

Kita sebaiknya juga terus belajar hidup secara warga global, terutama dalam hal menyapa dan melayani tamu. Supaya kita bisa menyapa dan melayani wisatawan  bukan dengan keramahtamahan sesuai standar lokal, melainkan dengan standar global.

Kita perlu selalu belajar, supaya jangan sampai kita menyapa dengan suara yang tekesan kasar. Kita perlu belajar untuk menawarkan jasa  dengan cara yang santun, bukan dengan cara memaksa dan berebutan seperti yang sering dilakukan  selama ini oleh para pemilik jasa transportasi  ketika merekrut penumpang di berbagai terminal bus, pelabuhan dan bandara. 

Ya, jangan sampai para wisatawan berkesan bahwa kita menyapa dan melayani mereka dengan wajah garang, dan dengan nada suara seperti sedang marah.  (BERSAMBUNG)

RELATED NEWS