Terkait Menurunnya Debit Air Danau Kelimutu, DPRD Ende Desak Pemerintah Lakukan Kajian Ilmiah

Redaksi - Selasa, 25 Mei 2021 20:57
Terkait Menurunnya Debit Air Danau Kelimutu, DPRD Ende Desak Pemerintah Lakukan Kajian IlmiahDanau Triwarna Kelimutu: Akhir-akhir ini danau yang dikenal Tiwu Ata Mbupu (paling kanan) jadi perbincangan karena debit airnya menyusut sekitar 5 meter. (sumber: Istimewa)

ENDE (Floresku.com) - Menurunnya debit air di Danau Kelimutu akhir-akhir ini membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ende mengelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, SGI, BVMG, TNK, Camat Ndona Timur, Camat Kelimutu dan Perkumpulan Pelaku Pariwisata Moni Kelimutu (P3MK).

Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi II Maximus Deki  didampingi Ketua Komisi III Vinsen Sangu,  ketua komisi III dan  Wakil Ketua Komisi I, Hj. Silya D. Indradewa  dan dihadiri 16 orang anggota DPRD Kabupaten Ende.

Hans salah satu perwakilan P3MK menjelaskan bahwa telah terjadi menurunnya debit air di tiwu ata bupu (danau orang tua) danau kelimutu. kejadian ini sudah terjadi di dua tahun terakhir ini, saat ini debit air danau kelimutu tersebut menurun sekitar 5 meter.

P3MK sudah melakukan langkah-langkah persuasif dan kekeluargaan melalui kunjungan dan berdialog baik dgn TNK maupun badan vulkanologi. Bagi P3MK, balai TNK adalah orang tua yang menjaga dan melindungi anaknya bernama danau kelimutu, terkesan di mata P3MK bersikap apatis, duduk dan melihat saja.

Sementara itu Pusat Vulkanologi Agus Da Silva mengatakan bahwa kejadian menurunnya debit air di danau kelimutu adalah kejadian biasa-biasa saja.

Kejadian menurunnya debit air danau Kelimutu mungkin disebabkan pemicunya oleh kemarau yang panjang, selain itu diduga adanya penyerapan air danau kelimutu oleh tanah.

Sementara itu V`insen Sangu ketua komisi III menyayangkan diksi yang dipakai oleh badan Vulkanologi dengan kata 'kemungkinan,  dugaan, biasa saja' adalah menunjukan lemahnya peran institusi tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai elemen strategis untuk mendeteksi akan terjadinya sesuatu yang besar di puncak danau kelimutu.

Menurunnya debit air di puncak danau Kelimutu tidak bisa diabaikan sebagi fakta baik atas kejadian alam maupun oleh aktivitas manusia.

Lanjut Vinsen yang juga mantan aktivis GMNI ini mengatakan bahwa debit air di danau Kelimutu tidak saja terjadi ancaman bencana Geologi tetapi ada potensi besar akan ancaman tergerusnya nilai kearifan lokal,  peradaban budaya Lio dan terancamnya kehilangan obyek wisata ikon Ende di mata dunia.

Untuk itu saya mendesak pemerintah, TNK, badan Vulkanologi untuk segera melakukan kerja sama dengan lembaga perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompentensi untuk melakukan kajian ilmiah.

Sementara itu ada tiga poin hasil dalam rapat dengar menjadi perhatian pemerintah antara lain :

1. Pemerintah Daerah, BVMG, dan TNK diminta segera melakukan kajian ilmiah atas dampak menurunnya debit air danau Kelimutu. Kajian Ilmiah tersebut diminta untuk dilakukan oleh tim independen baik lembaga perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompentensi dibidangnya (Geologi, Geokimia, Geofisika). Dan hasil kajian ilmiah tersebut dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat umum

2. Pemerintah daerah dan TNK diminta untuk segera melaksanakan seremonial adat sesuai adat dan budaya setempat atas dampak menurunnya debit air di danau Kelimutu tersebut.

3. Pemerintah daerah diminta untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin dan berkala, baik atas menurunnya debit air danau Kelimutu maupun dampak lingkungan atas aktivitas pengeboran panas bumi mutubusa Sokoria di kecamatan Ndona Timur.

Dampak dari aktivitas vulkanik?

Terkait fenomena tersebut, media ini telah mencoba meminta pendapat ahli. Namun, ahli  dibidang vulkanologi yang dihubungi, enggan memberi pendapat karena belum melakukan penelitian langsung atas Danau Kelimutu.

Namun dia mengutarakan, pihak LIPI beberapa tahun lalu pernah melakukan studi atas Danau Kelimutu, terkait perubahan warna air.

Berdasarkan penelusuran tim floresku.com, diketahui  penelitian atas Danau Kelimutu dilakukan oleh Eko Soebowo dari Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI  pada Oktober 2006. Penelitian selama dua pekan itu dilakukan bersama Sunaryo Wibowo (geologi teknik/Puslit Geoteknologi LIPI), Igan S. Sutawidjaja (geologi/Pusat Vulkanologi dan Mitigas ESDM), Hendra Bakti (hidrogeologi/ Puslit Geoteknologi LIPI), dan Dadan Suherman (kimia air/Puslit Geoteknologi LIPI).

Menurut para peneliti,  Kelimutu adalah sebuah  gunung api yang masih aktif. Perubahan air kawah merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan status kesiapsiagaan bencana gunung api. 

Para peneliti LIPI itu, menyatakan perubahan warna di ketiga danau menunjukkan adanya aktivitas vulkanik. 

Menurut Eko, tim peneliti yang dipimpinnya merekomendasikan agar pihak Balai Kelimutu, Pemda, dan Pusat Vulkanologi itu bekerja sama untuk memantau kondisi danau secara kontinu sebagai peringatan dini terhadap bencana gempa bumi dan letusan gunung api. 

Selain itu, tim juga merekomendasikan untuk melakukan rekayasa teknis pada lereng yang rentan longsor dan penanaman pohon endemik pada lahan lereng yang kritis.

Dengan demikian,  para peneliti mengimbau agar masyarakat tidak perlu cemas dengan fenomena perubahan warna air Danau Kelimutu, karena itu adalah gejala alami. Untuk menyatakan bahaya atau tidak, ada pihak yang berwenang, ditunjang dengan alat seismograf, untuk mendeteksi aktivitas vulkanologi di kawasan Danau Kelimutu. (Rian/MLA)

RELATED NEWS