Terorisme itu Masih Ada (Dan Nyata)

redaksi - Senin, 29 Maret 2021 18:19
Terorisme itu Masih Ada (Dan Nyata)VDS (sumber: null)

Oleh: Valens Daki-Soo*

Saya bukan peramal. Namun, sungguh, pekan lalu saya "chatting" lewat WA dengan Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri Irjen Pol Martinus Hukom. Saya tulis begini, "Bang, hati-hati. Minggu depan Pekan Suci. Semoga teman-teman di lapangan siaga, Bang."

Ternyata benar. Hari Minggu kemarin (28/3/2021), bertepatan dengan perayaan Minggu Palem, pembukaan Pekan Suci dalam tradisi Gereja Katolik, terjadi ledakan bom bunuh diri di depan Katedral Makassar. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pelaku adalah bagian dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Kita tahu, organisasi teroris JAD berafiliasi ke ISIS. Dugaan ini masih akan dibuktikan Kadensus jenderal bintang dua Martinus Hukom dan timnya yang hari Minggu kemarin langsung terbang ke Makassar.

Sudah berulang kali saya menulis (dan bicara di berbagai forum), termasuk tiga kali di harian terkemuka Kompas, tentang radikalisme dan terorisme. Tentu tak hanya saya, banyak pula yang tak henti-hentinya mengingatkan dan mengisi ruang kesadaran publik bahwa ancaman radikalisme dan terorisme itu benar-benar nyata.

"Warning" ini kami sampaikan karena masih saja ada pihak-pihak tertentu yang mengatakan terorisme hanyalah desain Amerika Serikat atau ciptaan "musuh Islam". Dalam konteks ini, saya menegaskan, teroris di Indonesia selama ini memang beragama Islam, dan bercita-cita membangun "khilafah Islamiyah" seperti yang diusung ISIS itu.

Meski saya bukan pakar ideologi, setidaknya saya belajar dari kerja selama ini, karena sejak awal 2000-an saya sudah dilibatkan dalam Satgas Bom Polri (yang bersama Densus 88/AT dibentuk/dirintis oleh Jenderal Gories Mere). Dari secuil pengalaman itu, saya menjadi lebih paham apa yang sesungguhnya terjadi. Pengalaman itu mendorong saya untuk belajar lebih banyak, termasuk pernah melakukan penelitian bersama Prof. Dr. Adrianus Meliala tentang efektivitas penanggulangan teror di Indonesia.

Namun, saya berkeyakinan, mereka hanyalah kelompok yang mengibarkan bendera Islam untuk kepentingan politis-ideologisnya, atau membajak secara tekstual ajaran agama untuk menginspirasi dan melegitimasi aksi teror mereka. Mereka justru bertindak "kontra Islam". Aksi mereka justru tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mengedepankan perdamaian dan persaudaraan. Mereka berlaku tidak sesuai dengan ajaran Islam yang hadir sebagai "rahmatan lil alamin", rahmat bagi seru sekalian alam.

Secara pribadi, saya menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan berbagai tokoh dan rekan dari kalangan Islam. Mereka mengakui perbedaan dan mengapresiasi kebhinnekaan yang menjadi wajah keindonesiaan kita. Mereka ada di garda terdepan dalam membangun peradaban, mengawal kebangsaan, mendorong aktualisasi Pancasila dalam kehidupan konkrit kita sebagai pribadi dan sebagai satu bangsa-negara. Di FB ini ada Dr. Yudi Latif, seorang pemikir-negarawan yang tak jemu-jemunya menulis dan melakukan diseminasi ide cemerlang tentang menghidupkan, menjaga dan merawat Pancasila.

Perlu dicamkan, benih-benih radikalisme dan terorisme ada dalam setiap dan semua budaya, agama dan bangsa. Jadi, keliru jika dikatakan hanya Islam sebagai agama yang dikaitkan dengan terorisme. Namun, tidak tepat pula jika dinyatakan terorisme tidak berkaitan dengan agama, seperti dikatakan Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas, Minggu (28/3).

Memang, kita tidak bisa dengan enteng memberi "labelling", memberi cap kepada agama tertentu sebagai penyebab terorisme. Anwar Abbas benar ketika mengatakan semua agama mengajarkan kebaikan dan mengutuk aksi teror. Namun, jangan pula menutup mata terhadap fakta bahwa para pelaku teror membenarkan diri dan tindakan terornya dengan penafsiran ataupun salah penafsiran (misinterpretasi) terhadap ajaran agama. Dengan demikian, para pemimpin agama dapat meluruskan atau memperbaiki salah penafsiran yang terjadi.

Terorisme adalah musuh bersama kita dari semua agama, musuh peradaban dan kemanusiaan. Terorisme mengusung "teologi kesyahidan/kemartiran yang keliru" dan memuja "kultur kematian". Mari kita bersatu dalam barisan yang sama sebagai satu bangsa dan komunitas besar umat manusia yang meluhurkan dan mengharumkan kehidupan dengan kebaikan.

Salam Damai, NKRI

*Valens Daki-Soo, adalah Penulis Buku Agama dan Terorisme; Mantan Staf Dubes Keliling RI Urusan Timor Timur (1995-1999); *Mantan Staf Khusus Wakil KSAD Letjen TNI Kiki Syahnakri (1999-2002);  Staf Komjen Pol (Purn) Gories Mere, sejak beliau menjabat Ka.Densus 88/Antiteror Polri hingga menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen & Keamanan (2004 - sekarang); Konsultan Media; Pendiri PT Veritas Dharma Satya  (VDS)-Group;dan kantor hukum VDS & Partners.
 

RELATED NEWS