Tetap Ada Kasih sebagai Tali Pengikat (Sebatas Satu Perenungan)

redaksi - Selasa, 30 April 2024 18:33
Tetap Ada Kasih sebagai Tali Pengikat (Sebatas Satu Perenungan)Pater Kons Beo, SVD (sumber: Dokpri)

"Di manapun kita berada, bagaimanapun  bingung dan berantakannya hidup diri kita, di situlah titik tolak kita untuk melakukan perjalanan pulang"
(What is the point of being a Christian - 2005)

Kons Beo, SVD

Ternyata, sekuat apapun yang kita usahakan cita-cita hidup penuh 'damai, ketenangan, kenyamanan atau keteduhan, toh kita tak pernah tiba pada kedamaian mutlak nan sempurna. 

Tak sering kah batu-batu kehidupan yang telah disusun rapih di sekian jumlah waktu berlalu itu, nyatanya berserakan tak menentu. Kita bukanlah penjamin utama dari semuanya.

Dalam hidup, kita ditarik oleh visi dan mimpi-mimpi indah. Dan kita punya harapan dan kerinduan menggumpal bahwa 'the dream will come true.' 

Tak ada yang cemar dan salah di situ. Sebab hidup itu memang mesti dipintal indah dalam visi, misi dan komitmen. Tak pernah ada manusia yang berharap bahwa hidupnya bakal bergerak dalam arus tak pasti dan  tak berarah. Tak menentu.

Bagaimanapun satu catatan indah ingatkan, 'Tidak peduli betapa kita impikan kesempurnaan dan keutuhan, kita perlu menyadari keterbatasan kita.' Dan lagi, 'Di dunia yang telah rusak dan terluka ini, segalanya tidak seperti apa yang kita inginkan.'

'Ketidaksempurnaan dan ketidaklengkapan itu terlukis dan tercatat tebal-tebal dalam semua apa yang kita kerjakan.' Kita tetaplah manusia yang terbatas, dengan banyak titik ketidakhebatannya.

Bagaimanapun gairah untuk hidup yang benar tak lantas membuat siapapun harus menyerah dan dibantai rasa putus asa tanpa 'garis pinggir.'

Nampaknya dalam dunia tak sempurna ini, setiap kita terpanggil atau tergoda, setidaknya, di atas dua jalur kontra bersilangan. Kita dipanggil untuk 'membalut dan menyembuhkan luka-luka dunia (dunia yang terluka). 

Atau sebaliknya, kita sebenarnya cenderung untuk menyiram bensin, agar luka bakar dunia semakin panas membara yang coba-coba dibungkus dalam frase keprihatinan namun penuh pura-pura dan palsu.

Tetapi, riak-riak dunia tak berdimensi tunggal dan hanyalah senso unico (satu arah) pergerakannya. Tidak! Pengalaman manisnya cinta dan setia telah terpolusi oleh pahitnya pengabaian, benci serta pengkhianatan. 

Ibarat batu-batu kesetiaan yang disusun bertahun-tahun telah jadi berantakan oleh 'aura gemoy dan apapun yang  berdaya pikat dan mengandung umpan yang membuat alam dan angan ini jadi serba jmelayang..'

Batas antara 'hati berkobar terbang melayang dan sakitnya ku di sini' nyatanya terlalu tipis setipis debu halus pada jendela kaca. Tetapi, itulah kita manusia. Yang teridentik dengan kerapuhan dan mesti hidup dalam dunia penuh keterbatasannya. "Iya, seperti itulah manusia. Kita berusaha meraih langit, tetapi kita  masih berpijak pada bumi. Kita inginkan hal-hal yang baik, namun kita terbelenggu dalam ego-diri yang memproduksi kerusakan!

Teringat lagi akan  Ferddy Mercury, si vokalis legend dari Group Band Queen, di tampilan video  terakhirnya dalam tembang The Days of Our Lives. Mercury yang ingin tampil gagah namun tak sanggup sembunyikan keletihan ragawi yang menderanya. Kita mungkin nampak bagai 'truk ekspedisi perkasa sarat muatan namun kapasitas mesin diri kita sebenarnya sebatas honda Revo 110 Cc.'

Tetapi, biarlah kita mesti belajar  berpasrah penuh iman dalam segala ketidakberdayaan itu. Tuhan, yang pernah mengubah air menjadi anggur, harus alami diri sendiri sebagai 'Tuhan tersalib yang lemah bersuara Aku haus.' Dan akhirnya mesti Tuhan mesti rasakan air bunga karang penuh kepahitan...

Dalam suasana dunia terluka, penuh goncangan, dunia dan manusia dengan segala titik eror dan tak eloknya kita memang mesti belajar teduh di hati. Indahnya hidup dalam diri setiap kita, tidak disebabkan karena kita berhasil, sukses di berbagai titik kehidupan.  

Kita alami hidup penuh kedamaian, saat kita tetap merasa dicintai, didoakan dan diberkati walau kita tidak sehebat dan sesempurnanya.

Segala sesuatu yang dialami di dunia, memang tak pernah lengkap dan sempurna. Alhamduliah tetap ada Kasih sebagai 'pengikat segala sesuatu' (cf Kolose 3:14). Tanpa kasih, suasana hidup tak ubah bagai tumpukan nisan yang sunyi dan menakutkan....

Dalam kekuatan Kasih itu siapapun kita bisa beralih dari benci kepada cintakasih; dari penghinaan kepada pengampunan; dari perselisihan kepada kerukunan; dari kebimbangan kepada kepastian; dari kesesatan kepada kebenaran;  dari kecemasan kepada harapan; dari kesedihan kepada sumber kegembiraan; dari kegelapan kepada pembawa terang....."

Dalam Kasih Tuhan, setiap kita, ya siapapun kita tahu apa artinya melakukan satu perjalanan pulang. Kepada Kasih Tuhan yang membebaskan.....

Verbo Dei Amorem Spiranti. ***

RELATED NEWS