Ucapan Bela Sungkawa Terus Mengalir, Dokter  Regina itu Pahlawan Yang Patut Dikenang

redaksi - Senin, 09 Agustus 2021 12:36
Ucapan Bela Sungkawa Terus Mengalir, Dokter  Regina itu Pahlawan Yang Patut DikenangDokter Maria Regina Soetomo, meniggal dunia, Minggu, 8 Agustus 2021 (sumber: FB/Elen Nggeda)

JAKARTA (Floresku.com) – Beberapa saat setelah menurunkan dan men-share berita kepergian Dokter Regina, saya sempat meloi komentar di sejumlah akun media sosial. Tak disangka, respon bela sungkawa dari pembaca mengalir luar biasa.

 Selang beberapa jam sesudah berita bertajuk Dokter Regina, Telah Tiada, RIP, pada Minggu (8/8/2021), pukul 16.25, hampir 6000-an orang membaca berita duka itu.

 Bahkan, di sejumlah grup facebook, jumlah yang merespon dan membuat pernyataan duka cita terus mengalir hingga saat ini. Saya lalu bertanya-tanya, siapakah sosok ini sehingga dicintai demikian banyak orang?

 Saya secara pribadi tidak mengenal dr. Regina. Walaupun sebenarnya, nama ini sudah lama terngiang-ngiang di telinga sejak kecil, pertama-tama karena dia seorang pelatih karate.

 Sebagai, anak kecil yang sekali-sakali ke Ende, dari kampung yang berjarak sekitar 40 Km dari kota ini, cerita tentang dokter sebagai pelatih karate ini lebih santer saya dengar daripada urusan profesinya sebagai dokter.

 Karena cerita ini, maka menjelang selesai sekolah dasar pada tahun 1980, saya memberanikan diri untuk meminta  kepada ayah untuk diizinkan masuk SMP Ndao.

“Kenapa, harus ke Ndao?” Ayahku menodong dengan sebuah pertanyaan. “Saya mau belajar karate pada Dokter Regina.” Jawab saya.

 Saya ingat betul jawaban ayahku yang adalah seorang guru di kampung waktu itu, “Ee model kau, kalau terlalu nafsu belajar karate,  kau akan jadi pengaco nanti.” Entah dari mana kesimpulan ini keluar. Tapi, maklumi saja.

 Tidak hanya berhenti melarang, untuk menghindari Ndao dan karate, ayah terus mendorong untuk mengikuti tes masuk Seminari Mataloko. Mungkin karena jalannya begitu, saya mengikuti test dan lolos.

 Justu karena masuk seminari itulah, saya justru bisa ketemu Regina sebagai seroang dokter ketika harus meminta surat keterangan kesehatan.

 Ini dokter pertama yang saya jumpai dalam hidup saya. Sebelumnya, di kampung, saya hanya mengenal menteri dan para dukun. Lalu, ini bukan saja pertemuan pertama, melainkan juga erakhir. Karena  setelah ini saya tidak pernah mengikuti sepak terjang dr. Regina hingga kepergiannya kemarin.

 Untuk mengobati rasa penasaran pada sosok ini, saya coba membaca beberapa komentar para facebookers, dan Sebagian dari komentar itu, saya tulis di di sini. Dari Grup Facebook Gebrak Ngada misalnya, Linustimotheu Dopo menulis demikian:

 "Dikau guruku, guru ilmu Penyakit Dalam, ilmu penyakit bedah ketika saya di SPK Ende tahun 1988. Pesanmu kepada Saya ketika saya dilantik jadi perawat,  “Linus, kau jangan puas dengan apa yg kau terima sekarang" lalu memberikan 3 buah fulpen sebagai dorongan agar saya harus melanjutkan pendidikan". Pesanmu saya laksanakan, dan hadiahmu masih kusimpan sampai saat ini. Dikau guru yang paling saya favoritkan, karena cara mengajarmu persis seperti yang saya mau. Bahagialah di alam sana, guruku. Masih tersimpan pula dengan  rapi ketika kau sungguh mempercayai saya menangani pertolongan persalinan karena kau dan mama Udis kepala Kamar Bersalin RSUD Ende saat itu berjibaku berperang dengan waktu untuk menyelamatkan ibu yang kejang berat akibat keracunan kehamilan. Kepercayaan itulah yg membuat saya sejak awal masa tugas saya memberi perhatian dengan totaliras pada pristiwa pencipta Agung Tuhan, menghadirkan manusia baru. Trims dokterku, trims Guruku, tiada akhir bila ku kenang kembali bagaimana engkau menanam jiwamu kepada saya."

Demikian juga Sulastri Edo, di grup facebook yang sama menulis,

 “Padahal sekitar jam 11 siang,saya menyebut nama dokter Regina, gara-gara cerita pandemi covid 19. Dimana pada tahun 1990 saya menjadi pasien tetap pulang pergi Bajawa-Ende hanya karena penyakit sinus yan akut.Beliaulah yg menyembuhkan aku.dan saya sehat hingga saat ini. Andaikan di tahun itu sadah ada pandemi covid, pasti hasil rapidku POSITIF. Selamat jalan Pahlawan Kemanusiaan, jasamu akan selalu kukenang dalam doa.”

Dari Nagekeo, di grup Mbay Online, tercatat ada 959 komentar hingga pagi ini (Senin, 9/8/2021). Alvi Alvian menulis, “Selamat jalan Ibu Dokter, pahlawan kemanusiaan.”

Juga dari Mbay, Petrus Aha turut menyampaikan bela rasa, “Selamat jalan dokter Regina, guru semasih sekolah di SPKU tahun 1975/1976. Semoga arwa diterima di surga.”

Kemudian pada akunya, Pudensia Gaudensia Nona, juga menulis: “Terimah kasih banyak dr.Regina telah merawat almarhum Yohanes Bano, bapak saya selama masa hidupnya ..Semoga dokter dengan amal baikmu selama masih hidup di dunia ini senantiasa di terima dalam kerahiman Tuhan Amin….Rip”

 Tak ketinggalan dari Grup Ngada Bangkit, Ignasius Ngiso, juga mengungkap rasa dukanya,   “RIP,terima kasih pengorbanannya selama ini, Tuhan berikan dia istirahat abadi dan sinarilah dia dlm cahaya abadi, berilah dia tempat yang bahagia sesuai amalnya di dunia. Hiburkanlah keluarga yg ditinggalkan, teguhkan iman dan kepercayaan mereka, bahwa sekali kelak mereka akan bertemu dan berkumpul dlm suasana bahagia di surga.”

 Dari Ende, di grup Forum “Gare Bego” Menuju Ende Lio Sare Pawe, Helmin Kanalebe, yang seperti cukup dekat dengan sosok dr Regina menulis demikian:

R. I. P. dr. Regina Soetomo.

dr. Regina begitu dekat dan mempunyai hubungan emosional bagi keluarga Kanalebe, karena pasien pertama ketika mendapat gelar dokter adalah Almarhum Bapak  H. Kanalebe, waktu itu dr. Regina masih tinggal di ujung jalan Radio. Dan dr. Regina bersama Bapak Soetomo adalah Bapak  dan Mama Rohani ( Bapak dan Mama Ani) dari salah seorang cucu dari Almarhum  Bapak  Kanalebe, yaitu Cendana Wangi Lay Kana, yg sekarang bekerja sebagai perawat di RSJ Kupang.

 Kami merasakan dukacita yang sangat mendalam.

Selamat jalan dr. Regina, Tuhan menyambutmu bersama semua orng kudus, doa kami mengiringi kepergianmu. Tuhan Yesus memeluk dan menghibur semua keluarga besar yang ditinggalkan. Amin.”

 Ternyata, masyarakat yang mendiami Kabupaten Sikka yang banyak mengenal dr. Regina,  Pada grup facebook (FRRS) Froum Peduli Rakyat Sikka, pada akunnya, Salvius N, menulis: RIP dokter Regina. Dokter pribadi selama 4 tahun berada di Ende.”

Tentu saja banyak komentar yang bisa dibaca sendiri pada berita tentang kematian dr. Regima. Saya hanya mau memperlihatkan betapa banyak orang Flores, khusus yang mendiami empat kabupaten di tengah pulau ini mencinta sosok dr. Regina. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai pahlawan kemanusiaan.

Sebenarnya, apresiasi atas tokoh ini dengan gelar pahlawan, tidak hanya datang dari orang-orang yang mendiami Ende dan sekitarnya.

 Sugeng Wahyudi yang menggunakan nama Instagram bungsu75 misalnya pernah menggungah fotonya pada 13 Desember 2016 bersama dr. Regina dengan komentar seperti berikut: Bersama dr. Maria, mengabdi sebagai dokter di Ende sejak 1977, alumni Faktultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Kami ngobrol, kemudian mengalirlah kisah-kisah inspiratif yang menggetarkan.

 Demikian juga Kompas TV twitter pada 8 September, 2014, juga sempat menulis demikian: “Dokter Regina, salah satu pahlawan di Ende yang menghabiskan tiga perempat hidupnya mengayomi dan menjadi ibu bagi anak-anak Ende.”

 Bahkan kemudan, Harian Kompas, pada  16 Maret 2015 yang menulis kisah perjalan Ramon Y, Tungka dan “100 Hari Keliling Indonesia menulis dengan judul seperti ini, “Perjalanan Ramon Bertemu Pahlawan di Ende”.

 Dalam berita itu, Kompas tentu menyinggung keindahan Flores dengan mengutip Tanti Malasari…” Selama di perjalanan, kami disuguhi pemandangan biru laut dan gunung yang menjualang. Di tengah perjalan kami berhenti sejenak mengagumi pemandangan yang luar biasa cantiknya."

 Lalu Kompas melanjutlan begini. "Setelah dua jam, Ramon dan Tim 100 HKI akhirnya tiba di Ende, Kota ini juga terkenal sebagai tempat pembuangan presiden pertama. Setelah di rumah pengasingan Soekarno, Ramom bertemu  dengan Dokter Regina atau Mama Maria.  “Ia merupakan salah satu pahlawan di Ende yang menghabiskan tiga perempat hidupnya  mengayomi dan menjadi ibu bagi anak-anak  Ende.”

 Kemudian surat kabar nasional itu berlanjut: “Dia merupakan dokter gelombang pertama di Ende.  Ia juga membantu anak-anak di Ende yang berasal dari keluarga kurang mampu sampai menempuh Pendidikan tertinggi di bangku kuliah.”

 Dari berbagai kesan dan komentar di atas, yang tentu saja masih secuil dari sekian banyak perasaan dan pengalaman orang yang mengenal dan mengalami kebaikan dr. Regina yang belum direkam, kian meyakinkan saya kalau orang ini layak disebut sebagai ‘pahlawan kemanusiaan’. (Mar/redaksi)

Editor: Redaksi

RELATED NEWS