Umat Katolik Flores, NTT Sangat Rindu Dikunjungi Sri Paus Fransikus

redaksi - Rabu, 17 Juli 2024 19:14
Umat Katolik Flores, NTT Sangat Rindu Dikunjungi Sri Paus Fransikus Ignas Iryanto, Dr. Ing (sumber: Dokpri)

Oleh: Ignas Iryanto, Dr.Ing.*

PADA tahun 1989, Sri Paus Yohanes Paulus II melakukan kunjungan apostolik ke Indonesia dan sebagai bagian dari kunjungan itu, pewaris Santo Petrus ini secara khusus mengunjungi pulau Flores.

Waktu itu, tidak ada satu pihak pun yang mersa terganggu mengapa yang mulia Paus Yohanes Paulus II secara khusus mengunjungi Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Katolik Ledalero (Seminari Tinggi Ledalero dan Ritapiret) di Kabupaten Sikka, Flores. Provinsi NTT. 

Pasalnya, penduduk beragama Katolik memang terbanyak berada di Pulau Flores, NTT. 

Pulau Flores juga memiliki jejak sejarah Katolik yang sangat kuat. Ada jejak Santo Fransiskus Xaverius , misionaris Serikat Jesus serta sahabat pendiri SJ, Santo Ignatius de Loyola, di Waer Noke Rua, Teluk Maumere.

Ada gereja Katolik tertua yang didirikan oleh para misionaris SJ sekitar tahun 1700-an di wilayah Sikka dan wilayah Flores timur.

Bahkan, di Larantuka, Flores Timur ada ritus ibadah Pra Paskah dan Tri Hari Suci yang disebut ‘Semana Santa’ dimana dalam ritus tersebut ada doa dan nyanyia yang didaraskan dalam Bahasa Portugis kuno.

Semua  ini merupakan warisan yang membuktikan bahwa umat katolik Flores mampu mempertahankan iman Katolik secara mandiri selama 200 tahun tanpa kehadiran seorang imam pun.

Fakta ini juga membuktikan bahwa konsep gereja sebagai komunitas basis umat beriman telah dipraktekan di Flores, jauh sebelum konsep itu diformulasikan scara resmi oleh Konsilil Vatikan II.

Lalu, apakah hanya karena alasan alasan tersebut waktu itu Sri Paus Yohanes Paulus II menyempatkan diri hadir di Maumere, menginap di Ledalero dan menyapa umat Katolik Flores secara langsung di stadion Samador? Entahlah, penulis sendiri tidak tahu.

Namun adalah fakta, jika menyebut DNA Katolik di Indonesia, tidak bisa tidak, Pulau Flores harus disebut sebagai komponen penting dalam DNA itu.

Kita tahu bahwa Sri Paus Yohanes Paulus II telah dikanonisasi oleh Paus Fransiskus yang menduduki Takhta Santo Petrus saat ini dan yang akan mengunjungi Indonesia pada 3-6 September nanti.

Sri Paus Yohanes Paulus II saat in telah diberi gelar santo, orang kudus, yang diyakini umat katolik telah menjadi penghuni surga dan juga menjadi pendoa bagi umat manusia.

Adakah impak dari kunjungan Sri Paus Yohanes Paulus II ke Flores di tahun 1989 itu bagi umat katolik Indonesia dan Dunia ? Juga adakah impaknya bagi Indonesia?

Impak Kunjungan Sri Paus Yohanes Paulus II bagi Umat Katolik

Walaupun belum ada penelitian sosial yang memvalidasi impak yang terjadi,  tetapi adalah fakta bahwa panggilan hidup menjadi imam dan  biawarawan/wati makin bertumbuh subur di Flores pasca kunjungan Paus Yohanes Paulus II pada Oktober 1989.

Hal ini sangat mungkin dipicu oleh kehadiran dan interaksi Sri Paus dengan para pastor dan frater di Ledalero dan Ritapiret selama kunjungan singkat tersebut.

Sebelum itu memang sudah ada panggilan yang subur di Flores, tetapi sejak tahun 1989 tersebut selain panggilan menjalani hidup membiara semakin subur, pastor-pastor dari Flores yang kemudian juga diikuti oleh para suster, semakin banyak yang membaktikan hidupnya sebagai misionaris dan bekerja di berbagai belahan.

Jadi, telah terjadi arus balik misionaris di abad ini. Jika sebelumnya, para misionaris dari Benua Eropa datang ke wilayah Asia, Afrika dan Amerik Latin dengan misi evangelisasi, kini justru misonaris dari Flores, NTT yang pergi ke berbagai benua dan negara di seluruh dunia.

Sejarah dunia memberi kesaksian bahwa pada masa lalu karya evangelisasi  berjalan bersamaan dengan proses kolonialisasi serta pengambil alihan asset. Kala itu motto: God, Gold and Glory menjadi popular untuk menggambarkan pola evangelisasi masa itu.

Kini, arus itu berbalik. Benua Eropa yang mengalami kekeringan panggilan, justru membutuhkan misionaris dari kawasan Asia, Africa dan Amerika Latin untuk melayani hidup spiritual umat katolik Eropa. Prinsip God Gold and Glory tidak lagi menjadi ciri evangelisasi dalam fase arus balik ini.

Dalam konteks misi, kini Flores atau NT T secara umum menjadi sumber utama tenaga misionaris Katolik di dunia.

Di akhir tahun 2023, para pastor dari wilayah NTT yang umumnya dididik di Seminari Tinggi Ledalero telah menjadi missionaris di 60 negara di 5 benua. Mereka berasal beberapa serikat biara, denganmayoritas berasal dari Serikat sabda Allah atau SVD ( Societas verbi Divini).

Bahkan pada tahun 2024 ini jumlah imam baru yang ditahbiskan di NTT, termasuk lulusan dari Ledalero ini adalah 252 orang.

Angka ini merupakan jumlah tahbisan imam terbesar sepanjang sejarah gereja Katolik dunia.

JIka dilihat bahwa kenaikan jumlah misionaris tersebut terjadi setelah kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II ke Maumere Flores, bisa diduga kuat bahwa hal ini merupakan impak dari kunjungan Sri Paus ke Maumere Flores di tahun 1989 itu.

Merindukan Kunjugan Sri Paus Fransiskus ke Flores

Saat ini banyak suara dari umat Katolik di Flores, baik yang disampaikan melalui surat-surat pribadi maupun melalui dua kali dialog online dengan sebagian komunitas diapora NTT di Jakarta dan komunitas misionaris Flores di manca negara,  mengungkapkan keriduan agar dalam kunjungan apostolik ke Indonesia kali ini, Sri Paus Fransiskus juga mengunjungi umat Katolik di Flores.

Tentu keputusan ini merupakan kewenangan pemerintah Republik Indonesia karena kunjungan ini juga merupakan kunjungan kenegaraan, atau kewenangan KWI yang merupakan lembaga koordinasi gereja katolik Indonesia yang mewakili gereja Katolik Indonesia, karena ini juga merupakan kunjungan apostolik.

Keputusan kedua otoritas inilah yang mestinya dilaksanakan oleh Panita Nasional yang diketuai oleh Ignatius Jonan.

Tentu saja, dengan menyuarakan kerinduan akan kunjungan Sri Paus Fransiskus, tidak berarti umat Katolik di Flores berusaha membangkang.

Bahkan, ketika membuat tulisan ini, tidak terbersit sama sekali dalam pikiran penulis untuk  melawan otoritas negara RI dan gereja Katolik.

Yang ada dalam benak penulis adalah sebuah harapan. Artinya, minimal suara kerinduan umat Katolik di Flores dapat disampaikan agar bisa  didengar oleh para pengambil keputusan terkait kunjungan kenegaraan dan apstolik Sri Paus Fransiskus.

Penulis pun berharap agar pihak otoritas negara RI dan KWI berkenan memahami mengapa kerinduan umat Katolik di Flores itu muncul?

Salahkah jika para misionaris asal Flores NTT yang melayani umat Katolik dunia hingga ke pelosok- pelosok Afrika, Brasilia dan kota kota kecil di Eropa dan Asia mengharapkan Paus Fransiskus, pemimpin Katolik dunia mengnjungi kampung, tempat asal mereka?

Mereka juga berharap bahwa semangat hidup membiara dan menjadi misionaris Katolik itu tetap tumbuh subur di kalangan anak-anak muda kampung halaman mereka sehingga selalu tersedia calon calon pengganti mereka nanti.

Bukankah kunjungan Sri Paus di tahun 1989 dulu telah berbuah manis bagi gereja Katolik di Flores/NTT bahkan bagi gereja Katolik dunia?

Salahkah jika ibu-ibu di Flores/NTT yang telah melahirkan dan mendidik putra putri tersebut dengan keringat dan airmata, sehingga akhirnya menjadi pastor dan suster, dan bahkan merelakan mereka berangkat ke tanah misi untuk melayani gereja Katolik dunia, merindukan untuk bisa memandang wajah pemimpin Katolik dunia secara langsung?

Penulis yakin siapa pun di negeri ini, baik para uskup di KWI maupun pemimpin Negara di istana negara tidak dapat menyalahkan ungkapan kerinduan tersebut.

Bahkan dari fakta fakta diatas, apabila dijadwalkan untuk berkunjung ke Flores, sangat mungkin Sri Paus  Fransiskus juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para ibu dan para misionaris tersebut dengan caranya sendiri.

Bukankah Sri Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Vita Consecrata, yang kemudian diulangi oleh Paus Fransiskus pada tanggal 2 Pebruari 2023, telah menyatakan dalam pertemuan seluruh serikat spiritual katolik sedunia: “jika ingin mencari anggota, panggilan, pergilah ke Indonesia, di sana ada sebuah Pulau, anda akan menemukan anggota baru “.

Sangat kuat dugaan bahwa pulau yang dimaksud adalah Pulau Flores karena  memang saat ini putra-putri Flores telah hadir di berbagai tanah misi (negara), sebagai pastor, bruder dan suster. 

Dapat Membawa Impak Positif

Fakta bahwa sampai saat ini, Flores sebagai pulau dan NTT sebagai provinsi tetap bertahan sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia adalah sebuah ironi. Sebab, terbukti kontribusi putra-putri Flores dalam pelayanan umat Katolik dunia, belum memberikan impak ekonomi kepada para orang tua mereka.

Kehadiran Sri Paus di sana diharapkan juga bisa memberikan hiburan dan penguatan atau mungkin impak jangka panjang dalam bidang kesejahteraan bagi warga, khususnya umat Katolik di Flores.

Salahkah mereka jika kerinduan mereka juga didasarkan pada hal hal ini?Tentu saja tidak!
Namun, jangan sampai yang muncul justru  sebuah esimpulan ngawur seperti: 'Anda menjadi miskin karena Anda penganut Katolik.'

Kalau itu yang mengemuka, maka apa manfaatnya Flores menjadi bagian dari Indonesia sebagai suatu komunitas bangsa dan negara?

Memperlihatkan DNA Indonesia sebagai Bangsa Toleran

Sebagai suatu komunitas bangsa, DNA Indonesia adalah sikap toleransi.

Prinsip hidup komunitas bangsa ini yang dirumuskan dalam Pancasila dan telah terkenal di seluruh dunia, juga terinspirasi ke dalam otak dan hati bung Karno sebagai salah satu pendiri bangsa dan negara ketika dibuang di Kota Ende, Pulau Flores NTT.

Dan saat ini, kita bisa melihat beberapa bukti faktual bahwa toleransi yang sejati justru terjadi di Pulau Flores ini.

Sebagai contoh,  NTT yang mayoritas penduduknya adalah penganut Kristianitas, Plt Gubernrnya, Ayodhia GL Kalake adalah seorang muslim. Ia diterima tanpa sedikitpun ada pergolakan atau penentangan.

Begitu juga di Kabupaten Flores Timur, kabupaten yang menjadi basis Katolik terbesar sehingga kotanya juga disebut kota Renha, kotanya Bunda Maria. Plt Bupati Kabupataen Flores Timur adalah Sulastri Rasyid, seorang Muslmah, berasal dari Kota Ende.

Sebagai bangsa, DNA toleransi itu tampak juga dari fakta bahwa walaupun pnduduk negeri kita adalah mayoritas Muslim, tetapi seluruh agama bisa hidup secara damai hingga saat ini.

Flores dan NTT adalah juga contoh konkrit dari toleransi sebagai DNA Indonesia sebagai komunitas bangsa. 

Oleh karena itu semestinya sangat layak Pulau Flores dikunjungi oleh Sri Paus yang di berbagai kesempatan menyuarakan perdamaian dan toleransi.

People to People Diplomacy
Aspek yang kedua yang juga bisa dirumuskan sebagai manfaat buat Indonesia sebagai komunitas bangsa adalah fakta bahwa para misionaris asal Flores / NTT hadir di berbagai benua dan negara di dunia.

Para misionaris tersebut dapat dilihat sebagai duta duta bangsa Indonesia dan secara langsung melakukan praktek people to people diplomacy di negara negara dimana mereka bertugas.

Artinya, selain sebagai misionars Katolik, intrinsik di dalam diri mereka adalah manusia Indonesia dengan pandangan hidup Pancasila sebagai pedoman hidup kita sebagai bangsa.

Umat yang mereka layani tentu merasakan bagaimana cara hidup seorang manusia Indonesia, selain hidupnya sebagai seorang pastor Katolik.

Misi negara kita dalam Mukadimah Konstitusi kita. Salah satunya adalah ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi ddan keadilan sosial.’ Ini sangat selaras dengan misinya sebagai misionaris katolik di negara tersebut.

Bahkan agar kedua misi itu lebih terintegrasi, penulis memberanikan diri untuk mengusulkan, jika dimungkinkan, prinsip-prinsip diplomasi dan pergaulan antar bangsa dapat juga menjadi salah satu kurikulum persiapan sebelum para misionaris itu dikirim ke luar negeri sehingga sebagai misionaris, kesaksian hidup mereka dapat juga memberi benefit buat komunitas bangsa Indonesia.

Akhirnya, penulis ingin menegaskan bahwa tulisan ini dibuat agar para pemimpin negara, pemimpin gereja Katolik Indonesia dan juga petinggi Vatikan terinformasi bahwa umat Katolik memang sangat merindukan kunjungan Bapa Suci, Paus Fransiskus.

Semoga kerinduan tersebut disikapi secara positif melalui keputusan terbaik dari para pemimpin ketiga lembaga tersebut.

Tentu saja, umat katolik Flores NTT akan taat sepenuhnya pada keputusan yang diambil. Sebab mereka sangat menghayati prinsip 100% katolik dan 100% Indonesia. 

*Penulis adalah warga diapora Flores NTT, berdomisili di Jakarta.***

 

 

 

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS