Warga Sikka Somasi DPRD Soal Rangkap Jabatan di Askab PSSI

redaksi - Rabu, 08 Oktober 2025 20:26
Warga Sikka Somasi DPRD Soal Rangkap Jabatan di Askab PSSIFrederich Fransiskus Baba Djoedye, resmi melayangkan surat somasi kepada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Sikka pada Selasa, 8 Oktober 2025. (sumber: Selvia)

MAUMERE (Floresku.com) - Seorang warga Kabupaten Sikka, Frederich Fransiskus Baba Djoedye, resmi melayangkan surat somasi kepada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Sikka pada Selasa, 8 Oktober 2025. 

Surat bernomor 01/Somasi/FFBD/X/2025 tersebut diterima langsung oleh Marsel Mau, Sekretaris DPRD Kabupaten Sikka.

“Suratnya saya baru terima. Saya akan teruskan kepada pimpinan DPRD dan BK untuk ditindaklanjuti,” ujar Marsel Mau kepada Floresku.com melalui WhatsApp.

Frederich dalam suratnya meminta klarifikasi publik atas tindakan beberapa anggota DPRD Sikka yang merangkap jabatan sebagai pengurus Askab PSSI Kabupaten Sikka. 

Ia menilai praktik rangkap jabatan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, penyalahgunaan kewenangan, dan pelanggaran prinsip Good Governance dan Clean Government.

Dasar Hukum dan Nama Anggota Dewan yang Disorot

Somasi tersebut disusun dengan merujuk pada sejumlah regulasi, di antaranya UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3, serta UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. 

Frederich menegaskan, pejabat publik yang mengelola dana publik melalui lembaga olahraga berisiko melanggar asas netralitas dan akuntabilitas.

Ia juga menyoroti lima anggota DPRD yang dilantik dalam kepengurusan Askab PSSI Sikka periode 2025–2029 pada 26 September 2025 di Hotel Wailiti, yaitu:

  1. Yosep Nong Soni, S.Pi (NasDem) – Ketua Askab PSSI
  2. Benediktus Lukas Raja, SE (PDIP) – Wakil Ketua
  3. Piet Christian Da Cunha, SH (Demokrat) – Bendahara
  4. Maria Angelorum Mayestati (Golkar) – Wakil Ketua Komite Keuangan dan Bisnis
  5. Lukas Lero (Perindo) – Anggota Komite Teknis dan Pengembangan

Frederich memberi tenggat 3 x 24 jam bagi BK DPRD untuk memberi klarifikasi publik. 

Jika diabaikan, ia mengancam akan menggugat ke PTUN Kupang dan menuntut pemberhentian antar waktu (PAW) bagi anggota dewan yang terbukti melanggar aturan rangkap jabatan.

Reaksi Ketua Askab NTT

Menanggapi isu dugaan rangkap jabatan dan potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan cabang olahraga di Nusa Tenggara Timur (NTT), Ketua Asosiasi Kabupaten (Askab) NTT, Chris Mboik, bereaksi keras saat dikonfirmasi wartawan Floresku.com melalui pesan WhatsApp.

Ketika jurnalis menanyakan pandangan Mboik terkait keterlibatan sejumlah anggota DPRD yang merangkap sebagai ketua cabang olahraga di daerah masing-masing, Mboik menjawab dengan nada tinggi.

“Apa yang salah di sini? Menurut kamu, apa yang dilanggar oleh para anggota dewan yang dengan sukarela menjadi ketua cabang olahraga?” tulis Mboik dengan nada menantang.

Sebagai pejabat olahraga, Mboik menegaskan bahwa peran para anggota dewan dalam kepengurusan olahraga adalah bentuk dukungan moral dan sosial, bukan pelanggaran hukum. 

Namun, di sisi lain, publik mempertanyakan netralitas dan akuntabilitas pengelolaan anggaran di tubuh organisasi olahraga daerah.

Pertanyaan Soal Dana Publik Picu Ketegangan

Situasi menjadi tegang ketika Floresku.com menyinggung soal sumber pendanaan Askab dan kemungkinan konflik kepentingan. 

"Bukankan,  fakta mengindikasikan bahwa di banyak kabupaten di Indonesia, Askab justru hidup dari dana hibah pemerintah daerah, yang berasal dari uang publik?, tanya Floresku.com pula.

Pertanyaan tersebut tampaknya memicu reaksi emosional. “Maaf ya... pertanyaanmu nggak bermutu,” jawab Mboik dengan nada ketus.

Isu Hibah dan Akuntabilitas Publik

Adrianus Rusmin,  pemerhati etika pelayanan sosial  dan pencinta olahraga sepak bola mengatakan bahwa bukan lembaga pelayanan publik dalam pengertian hukum administrasi negara,  tetapi merupakan organisasi masyarakat sipil yang memiliki fungsi sosial dalam pengembangan olahraga. 

“Kegiatannya bersifat pelayanan sosial, bukan pelayanan administratif publik,” katanya.

Namun, lanjutnya, dalam praktik Askab tak jarang menerima dana hibah dari pemerintah daerah. “Nah, dana hibah pemerintah untuk Askab seharusnya dikelola dengan prinsip transparan dan terbuka untuk publik,” dia menjelaskan.

Menurut dia, rangkap jabatan anggota DPRD sebagai ketua cabang Askab, meski tidak otomatis ilegal, bisa menimbulkan benturan kepentingan, terutama ketika lembaga legislatif memiliki peran dalam menyetujui anggaran hibah yang juga diterima organisasi yang mereka pimpin.

“Dialog bernuansa panas antara Mboik dan jurnalis Floresku.com mencerminkan ketegangan klasik antara semangat transparansi publik dan sikap defensif pejabat olahraga terhadap kritik media,” kata dia pula.

Meski pernyataan Mboik terkesan menolak kritik, dia menambahkan, isu ini justru memperkuat pentingnya pengawasan publik terhadap pengelolaan dana hibah olahraga di daerah. (Silvia ). ***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS