WORALOGI: Edisi Introduksi

redaksi - Kamis, 08 April 2021 14:28
WORALOGI: Edisi IntroduksiGusti (sumber: null)

Oleh: Gusti Tetiro*

“Woralogi” akan naik kelas. Dari status di facebook, kemudian (akan terus) tampil di portal ini. Pembaca hampir pasti akan bertanya-tanya, apa itu woralogi? Penulis pun tidak mempunyai jawaban yang tunggal. Tidak ada jaminan juga akan evidensi dan konsistensi atas arti istilah ini.

Kita mulai saja seperti ini. Secara etimologis, ‘woralogi’ berasal dari dua kata yaitu ‘wora’ (bahasa Lio, yang berarti “buih’, ‘busa’) dan logos (bahasa Yunani: pengetahuan, perkataan, makna). Kata ‘wora’ sangat familiar di Flores dan NTT. Anda mungkin akan bertemu dengan orang yang bilang, “Kau jangan terlalu wora”, “Mari kita kumpul wora-wora di pantai”, “Akh, kau pasti kena dia punya wora”, dan lain-lain.

Secara umum, orang akan memahami ‘wora’ sebagai perkataan yang tidak benar, bahkan menipu/tipuan. ‘Wora’ juga juga diartikan sebagai menambah-nambah keterangan atau informasi atas suatu realitas atau tafsiran. ‘Wora’ juga bisa berarti berbicara atau ngobrol ngalor-ngidul

Lalu, bagaimana ‘wora’ yang dimengerti seperti itu digabungkan dengan ‘logos’ (ilmu, pengetahuan, makna). Penggabungan ini tidak asal penggabungan. Hahahaha. Ini semacam percobaan. Bahwa, pada ide dan obrolan yang ngalor-ngidul bahkan terkesan ‘banyak bumbu’ bisalah pembaca melihat seberkas makna, minimal senoktah harapan akan arti dan pesan motivasional atas kehidupan. Paling kurang: tersenyum, karena senyuman—dalam konteks woralogi (ahaaayyy…:D)—adalah suatu cara yang memuatan keserentakan antara tersentuhnya suatu hal dalam akal dan impresi.

Woralogi akan terus ditulis dan tampil di sini sebagai suatu obrolan dalam bentuk tulisan untuk memastikan bahwa kita masih berhak atas senyuman dan harapan. Lalu, untuk pembaca, ketika anda membaca seri demi seri woralogi, ingatlah bahwa anda tidak akan dibawa pada suatu muara yang jelas begitu saja, tetapi perhatikan ‘buih’ di pantai dekat muara, akan segera hilang, tetapi harus diakui dia sempat memberi ‘topping’ pada pasir yang disapu ombak. (*)

*Gusti Tetiro, ‘ana Ende’,  yang jago wora. 

RELATED NEWS