Wujudkan 'Proyek Horeka' Mahasiswa APTI Jajakan Anek Produk Kuliner Alternatif di Sekolah Tunas Indonesia'
redaksi - Rabu, 14 Mei 2025 15:24
TANGERANG (Floresku.com.com) – Mahasiswa Semester II dan IV Program Studi Manajemen Perhotelan, Akademi Perhotelan Tunas Indonesia, Tangerang Selatan menjajakan aneka jenis kuliner alternatif bagi ratusan siswa dan guru di Sekolah Tunas Indonesia.
Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari mata kuliah proyek Horeka (Hotel, Restoran dan Kuliner Alternatif), suatu program yang terkait dengan mata kuliah Kewirausahaan.
Direktur APTI Rober Bala menjelaskan bahwa proyek Horeka adalah salah satu keunggulan dari kurikulum Prodi Manajemen Perhotelan APTI.
“Di banyak kampus lain, mata kuliah Horeka bertalian dengan bidang Hotel, Restoran, dan Catering atau Café, sehingga disingkat HORECA. Tetapi, APTI meracik mata kuliah ini secara berbeda. Berdasarkan hasil diskusi dengan Yayasan Tunas Karya Persada Nusantara selaku badan penyelenggara dan memperhatikan tren dalam kuliner, maka APTI memodifikasi HORECA menjadi HHOREKA kakrena fokus pada pengembangan komptensi di bidang Hotel, Restoran, dan Kuliner Alteratif,” ungkap Robert yang lulusan dari Facultad Ciencia Politica, Universidad Complutense de Madrid Spanyol.
Sementara itu, Puket I APTI Adrianus Rusmin mengatakan bahwa Horeka adalah matakaliah berbasis proyek. Matakuliah ini dimaksudkan untuk melatih para mahasiswa untuk berkreasi dan inovasi.
“Melalui proyek Horeka, para mahasiswa disiapkan, selain menjadi manajer tetapi juga untuk menjadi wirausawan, terutama di bidang kuliner alternatif,” ujar master komunikasi organisasi dari Universitas Mercu Buana itu, penuh keyakinan.
Chaty Nafatali, Ketua Prodi Manajemen Perhotelan APTI mengatakan dalam proyek Horeka ini para mahasiswa dilatih dan dibiasakan untuk membuat studi kelayakanan bisnis, menciptakan produk kuliner allternatif, dan memasarkan baik secara off line ataupun secara online, khususnya melalui media sosial.
Sementara itu, Delardus Deo Mbari, mahasiswa semester IV yang bertindak sebagai ketua proyek Horeka kali ini mengatatakan pada proyek Horeka yang digelar, Rabu (14/5), rekan-rekan mahaswa dibagi ke dalam empat kelompok.
Menurut Deo, setiap kelompok menyediakan jenis kuliner yang berbeda.
Deo sendiri, bersama teman Reihan Arkan Vandanu Eir, menyediakan jenis kuliner yang disebut Egg Curry.
Deo mengatakan, produk ini dimodifikasi dari menu Egg Curry yang biasa disediakan di banyak restoran Jepang.
“Dari sisi kemasan, tekstur dan cita rasa tak jauh berbeda Egg Curry di restoran Jepang. Namun, kami melakukan inovasi, menghiasi telur denga irisan Onion dan Mentimun sambil menjaga cita rasa dan kadar gizinya, sehingga menjadi makanan yang bergizi, cocok untuk kesehatan dan harganya terjangkau. Kalau di restoran Jepang, produk sejenis bisa di atas Rp 50 ribu,” jelas Deo.
Maria Susana Dhiu (Susan) dan rekannya Ezra Ferdian Hrdianto justru menediakan “Silky pudding’.
‘Ini juga produk inovasi. Kalau pudding pada umumnya dibuat tanpa bahan baku susu sama sekalia, atau kalau ada elemen susu kadaranya hanya sekitar 10 hingga 20 persen." ujar Susan.
“Tapi ‘Silky Pudding’ kami menggunakan elemen susu sebesar 20 hingga 40 persen, sehingga teksturnya sangat lembut. Dengan begitu, pudding ini sangat cocok untuk anak-anak, karena selain dapat memperlancar proses pencernaan,, pudding ini kaya nutrisi” jelas Susan.
‘Kali ini kami menyediakan ‘Silky Pudding’ dengan tiga jenis cita rasa, yaitu rasa Taro, Strawberry dan Coklar,” ujar Susan, mahasiswi berdarah Mangulewa - Ngada, Flores – Sunda, Jawa Barat.
Petros Wahyu Susanto dan Ummu Kultsum menyediakan jenis minuman yang lagi trendy yaitu Macha Late.
“Normalnya, Matcha Latte adalah minuman yang terbuat dari bubuk teh matcha yang dicampur dengan susu.
Minuman ini populer sebagai alternatif kopi yang lebih lembut dan sehat, dengan rasa yang khas dan warna hijau cerah. Matcha Latte dapat disajikan hangat atau dingin, tergantung selera.
Namun, di sini kami melakukan inovasi. Kami tidak menggunakan Macha Original karena harganya yang mahal, tetapi kami menggunakan bahan alternatif yaitu ‘Chocolatos Macha’ yang jauh lebih murah. Kami melakukan campuran bahan susu sedemikian sehingga cita rasa Macha Latte tetap dapat dan harganya pun relatif murah, 10 ribu rupiah per cup,” jelas Petros.
Rafael Angelo Wiliam dan rekannya Zacky Sitorus justru menyediakan Dingsum.
“Kuliner jenis ini sudah lama hadir di Indonesia, tetapi belakangan ini semakin digemari kalangan muda dari generasi Z,” ujar Sitorus.
“Secara umum, cita rasa produk kami tak banyak berbeda dari produk Dingsum pada umumnya. Kami hanya membuat inoovasi kecil saja. Dingsung pada umumnya ditemani saus dengan cita rasa pedas. Tapi di sini kami menyediakan Dingsum dengan saus yang tak pedas, sehingga sangat cocok untuk lidah anak-anak,” kata Angelo.
Terinspirasi dari snack bola ubi, Rafael Mozes Pakadang dan Jean Grabiel Stefian Djawa menyajikan produk snack yang diberi nama 'Balls Fries'.
'Ini produk kuliner unik yang tak ada di tempat lain. Bahan dasarnya kentang yang direbus, dihacurkan dan dihaluskan lalu diberi sesaoning dan tepung serta origano sehingga aroma herbs akan terasa saat dimakan," ujarnya. (*)