Survei, 1 dari 4 Perempuan Indonesia Pernah Alami Kekerasan, Menteri PPPA Ajak Kerja Sama Lintas Sektor
redaksi - Jumat, 06 Desember 2024 12:49JAKARTA (Floresku.com) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Arifah Fauzi menegaskan perlindungan perempuan dan anak adalah isu yang kompleks dan memerlukan kerja sama lintas sektor.
Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidup.
Kolaborasi dan sinergi bersama seluruh elemen bangsa adalah corong utama untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya tanggung jawab individu atau kelompok tertentu, tetapi tanggung jawab kita semua. Sebagai upaya perlindungan bagi perempuan dan anak hingga ke desa, kami mengajak berbagai pihak untuk mendukung Ruang Bersama Merah Putih (RBMP) sebagai solusi dan langkah bersama,” ujar Menteri PPPA pada pembukaan UNiTE 2024 di MBloc Space, Rabu (4/12).
Menteri PPPA menjelaskan Ruang Bersama Merah Putih adalah gerakan yang bertujuan untuk menciptakan ruang kolaborasi di tingkat desa dan kelurahan.
Melalui program inidiharapkan dapat membangun kerja sama lintas sektor untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak-anak dengan berbagai aktivitas bermain, belajar, hingga pemberdayaan ekonomi perempuan.
“Ruang Bersama Merah Putih merupakan wadah atau tempat belajar di desa-desa dengan inisiatif lokalnya, seperti menggiatkan permainan tradisional, seni, dan budaya, hingga pemberdayaan perempuan. Semangat kebersamaan, kekeluargaan, gotong-royong, dan Pancasila menjadi dasar dari gerakan ini. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan memberikan alternatif untuk menghindari ketergantungan gadget, terutama pada anak,” tambah Menteri PPPA.
Dalam kegiatan ini, Menteri PPPA kembali menegaskan pentingnya data sebagai acuan bersama untuk menuntaskan isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menteri PPPA menyebut Program Satu Data Perempuan dan Anak Berbasis Desa akan menjadi salah satu program prioritas Kemen PPPA ke depan yang bertujuan untuk menciptakan sistem pendataan yang terintegrasi hingga ke tingkat desa.
“Data ini sangat penting untuk memahami permasalahan secara lebih mendalam dan merancang kebijakan dan program yang tepat sasaran. Kami menyadari banyak kasus kekerasan tidak terlaporkan atau bahkan tidak diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Dengan pendataan yang akurat, kami dapat mengidentifikasi masalah sejak dini dan mengambil langkah pencegahan yang lebih efektif,” jelas Menteri PPPA.
Sebagai bagian dari kampanye tahunan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan Komnas Perempuan, UNFPA, UN Women, UNDP, Global Affairs Canada, Yayasan Pulih, Jakarta Feminist, dan Forum Pengada Layanan (FPL) menggelar rangkaian acara “UNiTE 2024: Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” pada 4–8 Desember 2024 di M Bloc Space, Jakarta.
Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Hassan Mohtashami menyebut UNiTE tahun ini menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender. Melalui sinergi antara advokasi, edukasi, dan layanan langsung kepada masyarakat, kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang isu Kekerasan terhadap Perempuan (KtP), mendorong perubahan sosial, dan memastikan dukungan yang komprehensif bagi para penyintas.
“Kekerasan terhadap perempuan berdampak buruk pada kesehatan, keamanan, otonomi, dan martabat penyintas. Ketika perempuan mengalami kekerasan, kesempatan mereka untuk mencapai potensi penuh jauh berkurang. UNFPA mendukung Pemerintah Indonesia dalam upaya mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender,” kata Hassan Mohtashami.
UNiTE 2024 yang akan berlangsung selama lima (5) hariakan mengajak pengunjung untuk berdiskusi tentang realitas kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, pameran #NoExcuse yang menampilkan pakaian penyintas dan korban, serta Labirin Layanan Kekerasan terhadap Perempuan.
Talkshow dan workshop dengan berbagai organisasi perempuan dan orang muda juga digelar. Para pengunjung juga dapat mengakses berbagai layanan konsultasi dari berbagai organisasi di bawah naungan Forum Penyedia Layanan (FPL). Untuk pengunjung yang membutuhkan, juga disediakan ruang tenang dan pertolongan psikologis pertama oleh Yayasan Pulih.
“Isu kekerasan terhadap perempuan mungkin tidak nyaman untuk didiskusikan, namun sudah seharusnya tidak menjadi topik yang tabu. Justru, ini harus terus dibicarakan agar tidak menjadi isu yang terlupakan dan terpinggirkan, salah satunya melalui kegiatan ini,” jelas Officer in Charge for Country Representative UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati Faiz. (*)