Tragedi Migran di Lampedusa: Seorang Ibu Tewas, Anaknya Hilang
redaksi - Rabu, 02 Juli 2025 15:23
LAMPEDUSA, ITALIA (Floresku.com) — Duka kembali menyelimuti perairan Laut Tengah setelah sebuah kapal migran karam di Lepas Pantai Lampedusa.
Dalam tragedi memilukan ini, seorang ibu kehilangan nyawa sementara anaknya yang masih kecil hingga kini belum ditemukan.
Insiden ini kembali menyoroti kegentingan jalur migrasi yang mematikan serta perlunya perlindungan serius bagi keluarga dan anak-anak migran.
Kapal yang terbuat dari logam tipis dan dijuluki "peti mati mengapung" oleh juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Flavio Di Giacomo, berangkat dari Tunisia membawa puluhan pencari suaka.
Namun, kapal tersebut tidak mampu bertahan menghadapi laut yang ganas. Dalam kegelapan malam, kapal pecah dan terbalik, menyeret para penumpangnya ke dalam kekacauan dan kepanikan.
Sebanyak 87 penumpang berhasil diselamatkan berkat intervensi cepat kapal nelayan Tunisia dan penjaga pantai Italia. Namun, tragedi ini tetap menyisakan kehilangan besar, terutama bagi sang ibu yang tewas dan anaknya yang belum ditemukan.
- Bersinar di FinanceAsia 2025, BRI Bawa Pulang 15 Penghargaan Prestisius
- Du'a Ngga'e sebagai Wujud Tertinggi dalam Keyakinan Masyarakat Ende-Lio
- Pesan Inspiratif: Yesus Berkuasa Atas Kegelapan, Setan, Dosa dan Maut
Tak lama setelah insiden tersebut, kapal migran lainnya yang membawa sekitar 80 orang, termasuk anak-anak dan ibu hamil, tiba di Lampedusa dari Libya.
Di Giacomo menyebut perjalanan mereka sebagai “tindakan keberanian” di tengah kondisi laut yang berbahaya, menandakan betapa putus asanya banyak orang dalam mencari kehidupan yang lebih aman.
Paus Leo XIV, dalam pidatonya di hadapan korps diplomatik yang terakreditasi di Takhta Suci, menyerukan tanggung jawab global terhadap martabat manusia.
“Tak seorang pun dikecualikan dari kewajiban menjaga martabat manusia, terlebih bagi mereka yang paling lemah dan rentan, mulai dari yang belum lahir hingga manula, dari yang sakit hingga pengangguran, baik warga negara maupun imigran,” ujar beliau.
Paus juga mengingatkan bahwa dirinya adalah keturunan imigran dan menegaskan pentingnya belas kasih serta solidaritas bagi para pengungsi.
Sejak 2014, lebih dari 25.000 migran telah meninggal dunia atau dinyatakan hilang saat mencoba menyeberangi laut menuju keselamatan. Tahun ini saja, tercatat sekitar 542 tragedi serupa telah terjadi. Data ini bukan sekadar angka, tetapi potret nyawa, keluarga, dan harapan yang pupus di tengah ombak.
Tragedi ini menjadi peringatan nyata akan pentingnya pembenahan sistem migrasi global. Jalur migrasi yang aman, legal, dan manusiawi harus menjadi prioritas bersama, bukan hanya bagi negara-negara Eropa, tetapi juga komunitas internasional secara keseluruhan.
Tanpa aksi nyata, tragedi seperti di Lampedusa hanya akan menjadi kisah berulang dari penderitaan manusia yang seharusnya bisa dicegah. (vaticanews.va/Rachel). ***