HOMILI: Hari Minggu, 11 Agustus 2024: Allah Sumber Kekuatan dan Hidup Sejati

redaksi - Sabtu, 10 Agustus 2024 09:29
HOMILI: Hari Minggu, 11 Agustus 2024: Allah Sumber Kekuatan dan Hidup SejatiPater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)

Oleh: Pater Gregor Nule SVD

 ALLAH, SUMBER KEKUATAN DAN HIDUP SEJATI

 (Minggu XIX B: 1Raj 19:4-8;Ef 4:30-5:2; Yoh 6:41-51)

Ilustrasi

DI SEBUAH biara yang terletak di lereng Gunung Alpen, ada sebuah mata air pegunungan yang berlimpah airnya. 

Di atas mata air itu ada sebuah prasasti bertuliskan, “Bila orang datang ke mari dan minum airku, aku tak peduli, apakah dia akan mengucapkan terimakasih atau tidak. Aku akan tetap mengalir. Betapa indah dan sederhananya kehidupanku: Aku memberi dan senantiasa memberi”. 

Refleksi

Elia adalah seorang nabi besar. Ia diutus  untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa Allah yang mereka imani adalah satu-satunya Allah yang benar dan setia. 

Tetapi tanggapan umat pilihan-Nya selalu di luar dugaan. Mereka mengkhianati Allah yang telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir serta memberi mereka makan dan minum berkelimpahan di padang gurun. Mereka menduakan Allah. 

Mereka menyembah Baal, allah bangsa-bangsa kafir, serta menjadikannya kekuatan dan pegangan hidup mereka. 

Sikap membangkang atau kepala batu Israel membuat Elia putus asa dan bertekad meninggalkan misinya. Bahkan Elia berdoa kepada Allah mohon dibiarkan mati saja. Elia merasa  tidak berdaya lagi dan sepertinya tidak ada jalan keluar lain, kecuali mati saja.

Namun, sungguh agung dan luhur kasih dan kehendak Allah. Allah memberi harapan baru kepada Elia. 

Melalui malaekat-malaekatNya Allah memberi makan kepadanya sehingga dia dapat bangun lagi dan sanggup berjalan selama 40 hari dan 40 malam hingga mencapai gunung Horeb atau Sinai. Di sana Allah memperlihatkan Diri sebagai Allah yang lembut hati dan penuh belas kasihan. 

Pengalaman iman ini telah meneguhkan dan mengubah hati Elia untuk kembali ke tengah bangsa Israel dan melanjutkan perjuangannya. Elia meminta bangsa Israel supaya bertobat dan berbalik lagi kepada Allah yang benar. Kalau mau hidup dan selamat, mereka mesti kembali kepada Allah Israel.

Yesus mengalami penolakan dari orang-orang Yahudi. Mereka tidak percaya kepada-Nya. Meski demikian, Yesus tidak pernah mengalah, apalagi putus asa. Ia teguh pada keyakinan dan pewartaanNya. 

Kepada orang-orang Yahudi yang bersungut-sungut,Yesus menegaskan, “Akulah roti hidup yang turun dari surga.  Barang siapa makan roti ini ia akan  hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah Daging-Ku, yang Kuberikan untuk kehidupan dunia”, (Yoh 6,51). 

Dengan kata-kata ini, Yesus ingin menegaskan bahwa Diri-Nya bukan saja roti dari surga yang menghidupkan, dan bukan hanya iman yang menjadi awal dari kehidupan kekal, melainkan Yesus sendiri dan pewartaan-Nya membuat orang-orang yang percaya dapat bertahan hidup di atas bumi ini. 

Ini berarti, orang yang tidak pernah atau jarang datang kepada Yesus untuk mendengarkan Sabda-Nya dan menerima Tubuh-Nya, telah menolak yang paling utama untuk hidup yang sejati, dan sebaliknya, memilih tidak hidup atau memilih mati dalam roh.

Selain itu, bacaan-bacaan hari ini mewartakan tentang kasih Allah yang tak terbatas. Allah adalah kasih. Maka Allah menjadi sumber kekuatan dan hidup sejati bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya Pemazmur mengungkapkan imannya dengan berkata, “rasakanlah sendiri betapa baiknya Tuhan”,(Mz 34:9). 

Allah adalah kasih. Maka semua orang yang menerima Allah dan percaya kepada-Nya harus hidup oleh kasih dan untuk kasih. Kasih tanpa kesediaan dan kerelaan untuk memberi dan berbagi hanyalah omong kosong. 

Kasih menjadi nyata lewat rasa prihatin, peduli dan belarasa terhadap orang lain, khususnya mereka yang menderita dan sungguh membutuhkan. 

Jika kasih itu ada dalam diri kita, dan kita hidup oleh dan untuk kasih, maka St. Paulus mengingatkan bahwa segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaknya tidak boleh ada di antara kita. Kasih melahirkan belarasa dan sikap peduli, sedangkan kebencian melahirkan egoisme dan permusuhan. Kasih dan sikap peduli mendengarkan yang lain dan saling memahami, sedangkan kebencian dan egoisme suka menfitnah, menolak dan mencari-cari kesalahan yang lain.  

Yesus mengajak kita untuk datang kepda-Nya, percaya kepada-Nya dan belajar daripada-Nya. Yesus memberi Diri-Nya  untuk kehidupan banyak orang. Dia mengorbankan segalanya semata-mata untuk kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Ia tidak pernah ingat diri. 

Sumber air dari pegunungan Alpen, dalam ilutrasi di atas, terus mengalir dan mengalir; terus memberi dan memberi. Apakah orang yang mengambil dan meminumnya akan mengucapkan terimakasih atau tidak. Ia tidak perduli.  Hidupnya adalah memberi dan senantiasa memberi. 

Karena itu, sebagai pengikut Kristus, kita hendaknya belajar untuk terus memberi dan memberi tanpa menuntut ucapan terimakasih, balasan dan pengakuan orang lain. 

Hendaknya kita belajar berkorban: korban waktu kita, kesenangan-kesenangan kita, dan hal yang mungkin paling kita inginkan, untuk kebaikan dan kebahagiaan orang-orang di sekitar kita, khususnya mereka yang sungguh membutuhkan uluran tangan dan perhatian kita. 

Siapakah mereka? Setiap kita tahu siapakah mereka itu. 

Mari kita saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita. Amen. 

P. Gregrorius Nule, SVD

Kewapante, Minggu, 11 Agustus 2024. 

 

 

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS