HOMILI, Minggu, 07 Juli 2024: Mereka Menolak Yesus

redaksi - Sabtu, 06 Juli 2024 18:02
HOMILI, Minggu, 07 Juli 2024: Mereka Menolak YesusPater Gregor Nule, SVD (sumber: Dokpri)

Oleh: Pater Gregor Nule, SVD

MEREKA MENOLAK YESUS
(Minggu Biasa XIV B: Yehez 2,2-5; 2 Kor 12, 7 – 10; Mrk 6, 1 – 6b)

Setiap suster, bruder, imam dan bahkan para calon  mendambakan waktu liburan ke kampung halaman dan rumah orang tua. 

Sebab selalu ada sambutan hangat dan menjadi kesempatan untuk berbagi pengalaman yang indah dan mengesankan. Karena itu, setiap orang  rindu kembali ke rumah atau berlibur.

Yesus juga rindu kembali ke rumah dan kampung halaman-Nya. Bersama murid-murid-Nya, Dia menjumpai sanak saudara dan orang-orang sekampung-Nya. Yesus ingin memperkenalkan identitas dan misi-Nya sebagai Mesias, Anak Allah. 

Yesus memanfaatkan hari Sabat untuk mengajar di Sinagoga. Banyak orang yang mendengarkan-Nya sangat kagum akan hikmat yang dimiliki-Nya. Dia mengajar dengan penuh kuasa tidak seperti guru-guru agama Yahudi. 

Mereka juga tahu bahwa di tempat lain Yesus telah melakukan banyak mukjizat, tanda heran dan perbuatan-perbuatan besar. Yesus mengusir roh jahat, menyembuhkan orang sakit, membuat  mukjizat perbanyakan roti dan ikan, meredakan badai dan ombak yang dahsyat, dan lain-lain. 

Tetapi, anehnya mereka kecewa dan menolak Yesus. Mengapa demikian? Mengapa mereka kecewa, marah dan menolak Yesus?

Alasannya adalah karena mereka mengenal Dia dan mengetahui latar belakang keluarga-Nya. Yesus adalah seorang tukang kayu. Mereka juga mengenal ibu dan sanak-saudara-Nya. Dia, anak Maria, Saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon. Mereka tidak percaya kepada Yesus.

Tetapi, alasan utama mereka menolak Yesus adalah karena mereka tidak mengenal dan mengakui Yesus sebagai Mesias. Maka mereka juga tidak mengakui hikmat atau kebijaksanaan yang tampak dalam diri dan pengajaran Yesus. mereka tidak percaya akibatnya, Yesus tidak melakukan mukjizat dan perbuatan besar di tengah mereka.

Alasan lain adalah karena mereka iri hati. Mereka tidak mau menerima bahwa ada yang memilki kemampuan lebih dan bisa melakukan hal-hal luar biasa.

Penolakan terhadap Allah, perintah-perintah, ajaran serta para utusan Allah juga terjadi dalam Perjanjian Lama.  Yehezkiel mengalami nasib serupa dengan Yesus.

 Ia diutus kepada orang-orang Israel yang keras kepala dan tegar hati. Mereka memberontak melawan Allah dan mendurhaka terhadap-Nya. Mereka juga menolak nabi Yehezkiel dan pewartaannya. 

Meski demikian, Allah tetap mengutus nabi-Nya untuk berbicara kepada orang-orang Israel dan mengingatkan mereka akan pemberontakan dan ketegaran hati mereka. Allah bersabda, “Entah mereka mendengarkan atau tidak….., mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka”, (Yeh 2, 5).

Kita semua telah menerima sakramen pembaptisan. Dan, sakramen pembaptisan telah menjadikan kita anak-anak Allah dan anggota Gereja. Kita juga mendapat tugas sebagai imam, nabi dan raja. 

Sebagai nabi kita punya kewajiban untuk menghadirkan Allh, serta mewartakan ajaran dan perintah-perintah-Nya. Kita juga diminta untuk memperjuangkan kepentingan umum, kebenaran dan menegakkan keadilan. 

Karena itu, seorang nabi mesti berani berbicara atas nama Allah dan atas nama orang kecil, miskin dan tertindas atau orang-orang yang tidak bersuara. Seorang nabi pun mesti rela berkorban dan bersedia menanggung konsekuensi atau risiko dari kata-kata, ajaran dan perjuangannya.

Orang bisa saja buat gosip dan senang buat gosip. Ada juga yang suka bicarakan dan sebarkan keburukan, kelemahan dan kejatuhan orang lain. Ada orang yang merasa senang, bahagia, puas kalau yang lain, terganggu dan menderita sebagai akibat kata-kata, sikap dan perbuatannya.  

Tetapi, ketika ada orang yang berani berbicara tentang kebobrokan yang terjadi dalam masyarakat, atau membuat kritikan-kritikan, atau mengangkat hal-hal yang sebenarnya salah, tetapi dijalankan terus seolah-olah baik dan benar. 

Mereka yang terlibat langsung merasa tersinggung, marah dan bisa menggunakan cara apa pun, termasuk cara jahat, untuk membungkam orang yang berani berperan sebagai nabi.

Karena itu, kita mesti bertahan dalam memperjuangkan kebaikan, kebenaran, keadilan dan kepentingan bersama. Kita belajar dari St. Paulus dalam karya pelayanannya. Ia alami penolakan, siksaan, penederitaan dan penganiayaan oleh karena Kristus. 

Dalam menghadapi kesulitan berat, Paulus mendapatkan kekuatan dari Sabda Allah sendiri. Tuhan bersabda, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justeru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”, (2Kor 12, 9). Dan, dalam kelemahan Paulus bermegah dan berkata, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”, (2Kor 12,10). 

Sebagaimana para nabi terdahulu, Yesus dan rasul-rasul ditolak, kita pun pasti akan menghadapi penolakan, dan bahkan sudah pernah ditolak. 

Mari kita menjadikan penolakan, penderitaan, penganiayaan atau kesesakan sebagai pengalaman iman yang sungguh berharga untuk membenahi diri, menata kembali hidup dan karya, serta mempercayakan diri, hidup dan karya kita sepenuhnya pada kasih karunia Allah yang selalu cukup bagi kita. 
Semoga Tuhan berkati kita. Amen. 
P. Gregorius Nule, SVD
Kewapante, Minggu, 07 Juli 2024. ***
 

RELATED NEWS