HOMILI, Minggu, 09 Maret 2025

redaksi - Sabtu, 08 Maret 2025 13:37
HOMILI, Minggu, 09 Maret 2025Yesus berpuasa di padang gurun dan digodai iblis (sumber: Katolikku.com)

Oleh: Pater Gregor Nule, SVD

SETIA PADA KEHENDAK ALLAH MENJADI SENJATA AMPUH UNTUK MELAWAN GODAAN
(Minggu I C Prapaskah: Kej 15:5-12.17-18; Filp 3:17-4:1; Luk. 4:1-13)

SEBAGAI orang Katolik, kita ingin mencontohi Yesus yang menjalankan puasa selama 40 hari. Injil melukiskan tentang Yesus yang dibawa oleh Roh dan mengasingkan diri di padang gurun untuk berpuasa. 

Padang gurun adalah tempat yang penuh tantangan dan kesulitan. Tetapi pada saat yang sama, padang gurun menjadi  tempat hadirnya Tuhan. 

Buktinya selama 40 hari hadir setan yang menggoda Yesus untuk mengubah batu menjadi roti sehingga Ia  bisa makan dan hilangkan rasa lapar. 

Setan juga menggoda Yesus supaya tunjukkan kehebatan dan kuasa-Nya dengan menjatuhkan diri dari atas bubungan Bait Suci. 

Setan juga tawarkan kuasa atas kerajaan-kerajaan di bumi asalkan Yesus mengabdi kepadanya. 
Tetapi, Yesus bertahan. Pendirian-Nya tetap teguh. Ia mengalahkan setan.

 Mengapa? Karena Yesus sungguh sadar akan identitas dan tugas perutusan-Nya. Ia datang untuk melaksanakan kehendak Bapak-Nya. Bukan untuk mencari kepentingan-Nya sendiri.

Selama berpuasa Yesus tidak makan dan tidak minum. Tujuannya agar Ia fokus pada doa, meditasi dan perjumpaan dengan Bapak di surga. 

Bagi  kita, masa puasa selama 40 hari sering dikenal dengan nama retret agung. Kita ingin intensifkan hidup doa, puasa-pantang dan perbuatan amal. 

Kita ingin menyediakan banyak waktu untuk berdoa, membaca dan merenungkan Alkitab untuk menemukan kehendak Allah. Kita juga mau berpuasa, pantang dan melakukan karya amal.

Tetapi, kita bertanya, mengapa kita sering gagal? Alasannya adalah karena banyak kali kita  alami “alzeimer rohani”. Artinya kita lupa akan identitas  sebagai orang yang diberkati Tuhan dan diutus untuk menyalurkan berkat Tuhan kepada orang lain.  

Kita adalah orang yang dikasihi dan diutus untuk mengasihi. Sering kita lupa bahwa kita selalu dicintai dan lupa membalas cinta Tuhan dengan cinta kepada yang lain.

Karena itu, masa prapaskah menjadi kesempatan untuk membenahi diri dan membangun kesadaran tentang identitas kita sebagai orang Kristen atau pengikut Kristus yang sejati. 

Paus Fransiskus katakan bahwa iman kepada Allah mesti ditunjukkan dalam hidup sehari-hari.

Percuma rajin beribadah tanpa berbuat baik. Orang yang  rajin berdoa, memberi persembahan, mengakui dosa, mesti giat berbuat baik: memberi makan kepada orang lain, menyapa orang tua, tetangga, mengunjungi dan membantu orang jompo, lansia dan sakit. 

Orang yang rajin berdoa, tetapi enggan berbuat baik laksana burung beo yang memiliki iman yang membeo. Maka kita diundang untuk tunjukkan iman lewat doa dan perbuatan yang keluar dari hati. 

Sebab pada pengadilan terakhir Yesus tidak bertanya tentang berapa kali engkau berdoa sehari atau dosa apa yang kaulakukan di atas bumi, melainkan apa yang telah kau lakukan kepada orang miskin, orang yang haus, orang sakit dan tahanan di penjara, (bdk Mat 25: 31-46). 

Sebagai manusia lemah, mungkin terkadang kita terbawa arus dan terjerumus jatuh ke dalam kecenderungan umum dunia zaman ini. 

Mungkin kita berlomba-lomba berjuang mencari kekayaan, ketenaran, kekuasaan, kecantikan, atau hal-hal lain yang membuat kita memiliki nama besar.

Tetapi, mari kita bertanya, jika kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, seorang terkaya di Jerman, tidak akan bunuh diri dengan menabrakkan badannya ke kereta api.

Atau, jika ketenaran bisa membuat orang bahagia, maka Michael Jackson, penyanyi terkenal di USA, tidak akan minum obat tidur hingga overdosis yang mengakibatkan kematiannya.

Atau, jika kekuasaan dapat membuat orang bahagia tentunya G. Vargas, salah seorang presiden Brazil, tidak akan tembak dirinya sendiri.

Atau, jika kecantikan bisa membuat orang bahagia maka Marylin Manroae, artis cantik dan ratu kecantikan USA, tidak akan minum alkohol dan obat depresi hingga overdosis. 

Yesus mengajak kita untuk belajar bertahan dalam menghadapi aneka godaan, cobaan dan tantangan hidup. Seperti Yesus kita juga mesti berpegang teguh pada kehendak Allah.

Kita mesti yakin bahwa Allah selalu ada bersama kita. Kita tidak berjuang sendirian. Ketika kita sungguh setia pada identitas kita sebagai anak-anak Allah dan setia pula pada misi perutusan kita di dunia, maka Tuhan akan menolong kita untuk mengalahkan setan dan kuasanya.

Selain itu, kita juga mesti berusaha membangun hati bersih, tulus-ikhlas, dan pikiran jernih. Sebab hati tulus dan pikiran bersih  siap menjadi tempat diam Tuhan dan sesama.  

Hati yang terbuka, akan merangkul, memahami dan memaafkan. Dengan demikian kita siap hidup dalam Tuhan serta bersahabat dengan sesama dan alam sekitar. 

Kita mau bangun satu pola hidup yang dijiwai oleh Kristus sendiri, menjadi orang-orang kristen sejati.
Semoga Tuhan Yesus memberkati kita sekalian!

Kewapante, 09 Maret 2025. ***

 

 

RELATED NEWS