Anomali Penegakan Hukum di Indonesia, Terduga Korupsi Fredie Tan Tak Tersentuh Hukum, HL sebagai Whistle Blower Justeru Dihukum
redaksi - Sabtu, 08 November 2025 09:45
Hendra Lie alias HL, whistle blower yang getol menyuarakan dugaan korupsi oleh oknum pengusaha bernama Fredie Tan. (sumber: Istimewa)JAKARTA (Floresku.com) - Upaya negara melakukan pemberantasan korupsi sepertinya masih jauh panggang dari api. Perintah presiden Prabowo untuk memberantas korupsi belum seirama dengan penegak hukum selaku ujung tombak pemberantasan korupsi.
Hal ini dapat diketahui dari proses peradilan sesat yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Seorang whistle blowee (peniup peluit) bernama Hendra Lie (HL), yang selama ini getol menyuarakan dugaan korupsi oleh oknum pengusaha bernama Fredie Tan justeru dijatuhi hukuman atas apa yang ia suarakan.
Hal ini tentunya bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang menjadi musuh utama bangsa.
Atas penjatuhan hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dimaksud, HL bersama Penasehat Hukumnya tidak tinggal diam dan pada saat ini sedang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, ia berharap keadilan masih ada di negara ini.
Hukum seharusnya menjadi alat menegakan keadilan dan menghukum yang bersalah apalagi terlibat dalam dugaan korupsi.
Namun hukum dipakai menjadi alat membungkam suara kritis masyarakat yang menyuarakan praktek korupsi.
HL selaku whistleblower terkait dugaan korupsi pada tiga BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta yakni PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk., PD Pasar Jaya dan PT. Jakarta Propertindo dalam kerjasama dengan tujuh perusahaan swasta milik Fredie Tan yang pada tahun 2023, melaporkan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE kepada peniup peluit, padahal terjadi kerugian negara diduga mencapai belasan triliun rupiah.
- Pesan Inspiratif: Seorang Hamba Tidak Boleh Mendua Hati
- Bacaan Liturgis, Sabtu, 08 November 2025: Perumpamaan tentang Bendarhara yang Cerdik
- Kegagalan Jadi Batu Loncatan, UMKM Tekstil Asal Bekasi Ini Berhasil Kembangkan Usaha Bersama BRI
Akademisi dari Universitas Airlangga,yang juga terlibat sebagai ahli dalam pembuatan UU ITE, Prof. Hendri Subianto merasa sangat janggal atas pidana yang dikenakan pada pihak yang bertindak selaku whistleblower tersebut yakni tuduhan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE dalam sebuah podcast bernama Kanal Anak Bangsa milik penggiat media sosial Rudi S.Kamri.
Padahal suara kritis masyarakat tentang fakta bahwa terdapat dugaan korupsi dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku.
Hukuman kepada whistle blower sangat tidak beralasan, seharusnya kasus dugaan korupsi diusut terlebih dahulu sebelum dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE diproses secara hukum.
Selain itu menurut Subianto, ketentuan hukum yang menjadi pemidanaan kepada peniup peluit yakni ketentuan pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang digunakan penuntut umum untuk mendakwa, yang kemudian dipakai oleh Majelis Hakim untuk memutus Perkara Pidana Khusus Nomor 457/Pid.Sus/2025/PN Jkt Utr adalah pasal yang sudah tidak berlaku pada saat persidangan kasus tersebut dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pasal aquo sudah diganti, sudah diubah, dan sudah diperbaharui menjadi Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024.
Perubahan ini berlaku sejak diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, yang diundangkan pada tanggal 1 Januari 2024 di Lembaran Negara RI Tahun 2024 Nomor 1, disertai Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905.
Persidangan yang berlangsung pada tahun 2025 saat ini, seharusnya menggunakan pasal yang berlaku, bukan menggunakan pasal lama yang sudah diubah.
Apa yang disampaikan oleh peniup peluit terkait dengan dugaan korupsi oleh Fredie Tan yang bekerjasama dengan perusahaan BUMD di lingkungan pemda DKI Jakarta bukan informasi hoaks, akan tetapi berasal dari sumber resmi lembaga negara yaitu Ombudsman RI yakni terkait fakta tentang temuan Maladministrasi oleh Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya yaitu tata kelola PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk. dalam kerjasama dengan perusahaan milik Fredie Tan.
Whistle blower juga membongkar dugaan korupsi oleh oknum pengusaha bernama Fredie Tan dimaksud berdasarkan Rekomendasi Ombudsman RI pada tahun 2014 kepada Direktur PD Pasar Jaya dan Gubernur DKI Jakarta mengenai keberatan ratusan orang pedagang pada pasar HWI/Lindeteves Jalan Hayam Wuruk Jakarta Pusat atas biaya yang harus ditanggung dalam sewa pasar akibat adanya renovasi pasar.
Whistle blowerjuga memiliki informasi yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk media online bahwa Fredie Tan juga pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi namun dibebaskan oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2014, tanpa alasan yang jelas dan hal tersebut disampaikan pula didalam podcast Kanal Anak Bangsa.
Fredie Tan bahkan terlibat dugaan korupsi dalam kerjasama dengan perusahaan BUMD di lingkungan Pemda DKI Jakarta yaitu PT. Jakarta Propertindo dengan perusahaan milik Fredie Tan sehingga diduga negara dirugikan belasan triliun rupiah.
HL tidak tinggal diam pada saat ini ia didampingi tim penasehat hukumnya sudah melaporkan dugaan korupsi dimaksud kepada Kejaksaan Agung melalui Jampidsus mengungkap tuntas kejahatan yang sengaja ditutupi oleh oknum penegak hukum yang tidak bertanggungjawab dengan mempidanakan HL.
Bahwa belum ada preseden orang yang melaporkan perkara korupsi kemudian dipidana. Dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dalam era keterbukaan dimana perlunya partisipasi masyarakat yang dijamin oleh ketentuan hukum untuk memberikan informasi atas dugaan korupsi dan tata kelola pemerintahan yang kurang baik kemudian dipidana atas suara kritisnya. (SP). ***

