Cegah Konflik Horizontal, Masyarakat Adat Rareng Desak Polres Mabar Usut Tuntas Doni Parera.

redaksi - Selasa, 26 Oktober 2021 18:40
Cegah Konflik Horizontal, Masyarakat Adat Rareng Desak Polres Mabar Usut Tuntas Doni Parera.Masyarakat adat Rareng, Mnggarai Barat. (sumber: Istimewa)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Beberapa hari ini luapan emosi masyarakat adat yang ada di kawasan masyarakat adat Boleng pecah, setelah melihat video aksi provokasi dan hasutan Doni Parera yang beredar di media sosial dan media online di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT.

Video tersebut mulai beredar saat kedatangan Presiden Jokowi 14 Oktober lalu.

Menanggapi hal tersebut,  Mikhael Luput, tokoh Rareng saat diwawancarai Floresku.com mengingatkan akan apa telah disampaikan Doni Parera dalam video tersebut.

Baca juga:Tuntut Kenaikan Tarif, Ratusan Sopir Angkot Mogok di Halaman Gedung DPRD Ende

“Bahaya ucapan data ho ea (bahaya ucapan orang ini, Red). Ucapan saudara Parera ini akan membuat orang berkelahi,” kata Mikhel Luput.

Mewakili masyarakat adat Rereng, Mikhael Luputmenyampaikan kepada publik bahwa apa ucapan Yang diutarakan Doni Parera dalamvVideo tersebut bernuansa memprovokosi masyarakat adat Terlaing, Rareng dan Lancang.

"Saya mewakili masyarakat adat Rareng dengan ini menyampaikan kepada publik bahwa apa yang disampaikan saudara Doni Parera ini benar-benar memprovokasi masyarakat adat. Ia memprovokasi masyarakat adat Terlaing, Lancang dan Rareng," tegas Mikhael Luput.

Mikhael Luput mengatakan, masyarakat adat Rareng, Terlaing dan Lancang adalah masyarakat adat yang posisinya saling berdekatan dengan batas-batas adat yang jelas. Tiga kampung adat ini ada gendang dan lingkonya.

Baca juga:Pater Alex Beding SVD, Pastor Paling Senior di Flores dan NTT Rayakan 70 Tahun Imamatnya

"Saudara Parera ini orang luar, ia memang tidak mengerti sejarah lingko-lingko itu," tambah Mikhael.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa "ketika Yosef Serong, orang Mbehal,  dalam sebuah pernyataan di sebuah pondok lingko Nerot saat Presiden meresmikan Pelabuhan Wae Kelambu: "Ata Lanang mau rampas tana dan ata pokang mai rongkas Compang." (Artinya orang asing datang semena-mena merampok tanah, orang yang tidak diundang datang memporak-porandaksan mesbah sakral). 

"Pernyataan ini sesungguhnya ditujukan kepada Parera. Karena ia tidak mengerti arti ungkapan itu, ia angguk saja. Sesungguhnya ini jebakan untuk dia," jelas Mikhael Luput.

Respon akan ucapan Yosef Serong dimaklumi dikarenakan Doni Parera bukanlah keluarga dari masyarakat adat Rereng, Terlaing dan Lancang.

Baca juga : Wajah Orang Lain Menurut Levinas dan Tanggapan Terhadap Pandemi Covid-19

"Respon Parera Ini bisa dimaklumi karena ia bukan orang adat Rareng atau Terlaing atau Lancang. Ia pendatang dan  datang untuk memprovokasi masyarakat adat,"tambah Mikhael.

Dikatakannya bahwa tak hanya kali ini Yosef Serong membuat Compang palsu.  Yosef serong juga pernah mengakali Compang untuk mengkalim Lingko Warang itu milik Mbehal

"Pola yang sama rombongan Yosef Serong ini membuat compang-compangan atau compang akalan-akalan di PLN dengan menyebut lingko Warang milik Mbehal. Ini pernyataan sembrono dan membabi buta. Itu tanah adat Rareng. Aksi ini memang diseting dan lagi-lagi Parera diduga otak intelektualnya," jelas Mikhael.

Sehingga dirinya mengatakan bahwa, masyarakat adat Rareng mendesak Polres Mabar tolong usut Parera ini.

"Orang ini segera diusut sebelum ia terus bergerak liar dan tak terkendali hingga bisa terjadi konflik horisontal, Jangan ada lagi tragedi berdarah di kawasan Menjerite tahun 2017. Peristiwa itu diduga ada provokatornya," tutup Mikhae Luput. (Paul)

Editor: redaksi

RELATED NEWS