Cerita Eks Teroris Tentang Sosok Dokter Sunardi yang Ditembak Mati Densus 88

redaksi - Senin, 14 Maret 2022 08:40
Cerita Eks Teroris Tentang Sosok Dokter Sunardi yang Ditembak Mati Densus 88 (sumber: null)

YOGYAKARTA (Floresku.com) - Eks narapidana kasus terorisme Joko Triharmanto alias Jack Harun mengungkap sosok Dokter Sunardi yang ditembak mati Densus 88 di Sukoharjo. Sunardi telah lama aktif di Jamaah Islamiyah (JI).

Jack mengatakan pertemuannya dengan Sunardi pertama kali pada 2000 saat bersama menjadi sukarelawan di Ambon. Menurutnya sosok Sunardi yang dikenalnya memang sudah lama aktif di JI.

“Iya di JI [jamaah islamiyah]. Kebetulan saya sering bertemu, terutama saat jadi sukarelawan medis di Ambon pada tahun 2000 itu saya pertama kali bertemu beliau. Cuma akhir-akhir ini memang sedikit hilang kontak,” katanya di sela-sela diskusi Merespons Terorisme di Balik Filantropi Islam di salah satu Hotel di Jalan Timoho, Kota Jogja, Minggu, 13 Maret 2022.

Ia menyadari banyak masyarakat yang pro dan kontra terkait penangkapan hingga berujung penembakan terhadap Sunardi. Apalagi dalam keseharian, Sunardi memang dikenal aktif di kegiatan sosial.

“Hilal Ahmar [Society Indonesia] lembaga semacam itu cuma dibikin lembaga sosial, menggelar kegiatan sosial secara periodik biasanya mengadakan khitanan. Aksi sosialnya luar biasa, ini yang sedikit tidak menyangka sehingga banyak masyarakat banyak membela beliau, lalu berpikir beliau dokter sosialnya tinggi, tidak mungkin jadi teroris,” ucap pria kelahiran Lendah, Kulonprogo ini.

Fesyen Bermerk

Joko Triharmanto alias Jack Harun menjelaskan dalam menjalankan aksi pelaku teror selalu memiliki target. Ia memberikan contoh pada kasus Bom Bali, banyak dana yang dikeluarkan hanya untuk wira-wiri survei

“Sebagai gambaran kami mau adakan aksi katakanlah seperti bom Bali, survei dilakukan berkali-kali ada standarnya, harus meninggalkan identitas berbau Islam,” imbuhnya.

Selain itu, pelaku teror harus menunjukkan penampilan yang menarik ketika akan ke tempat publik. Salah satunya dengan membeli fesyen yang bermerek. Hal ini selain agar kelihatan menarik di mata publik sekaligus menghilangkan kecurigaan masyarakat ketika akan beraksi.

Kemudian beli celana Eiger, topi Eiger, seperti kalau disaksikan [di kasus] di Jalan Thamrin, teroris merasa keren. Waktu saya survei di [kasus bom] Bali, standarnya Eiger. Orang tahunya kan masyarakat biasa, unik ini dengan adanya pakaian standar bermerek itu,,” ucapnya.

Oleh karena itulah, lanjut Jack Harun, saat ini bermunculan pendanaan terorisme yang diambil dari masyarakat melalui kotak amal yang disebar di sejumlah pertokoan. Bahkan di DIY praktik ini sudah terjadi bertahun-tahun. (*)
 

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 14 Mar 2022 

Bagikan

RELATED NEWS