Dari Sawit ke Sayur: Kisah Ibu Kristina Bertahan di Pasar Tingkat Maumere
redaksi - Jumat, 05 September 2025 20:02
MAUMERE (Floresku.com) – Di antara hiruk-pikuk Pasar Tingkat Maumere, terlihat sosok Ibu Kristina sibuk merapikan sayuran dagangannya.
Wanita asal Waiara ini baru tiga tahun berjualan di pasar, namun cerita hidupnya jauh lebih panjang. Sebelumnya, ia menghabiskan 15 tahun bekerja sebagai mandor di perusahaan kelapa sawit di Kalimantan.
“Kami balik kampung biar bisa lebih dekat dengan orangtua yang sudah sepuh. Suami saya juga di sini, sekarang jadi tukang ojek,” ujarnya sambil tersenyum.
Kristina harus mengatur hidup untuk tiga anaknya, yang kini bersekolah di SD, SMP, dan SMA. Kehidupan sederhana di pasar membuatnya harus berpikir keras agar jualan sayurannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Kalau ada bantuan modal, saya ingin jualan lebih banyak barang, tidak cuma sayur-sayuran,” tambahnya.
- Libur Maulid Nabi, BRI Pastikan Layanan Perbankan Tetap Tersedia untuk Nasabah
- Bacaan Liturgis, Sabtu, 6 September 2025: Perihal Larangan Bekerja pada Hari Sabat
- Hari Pelanggan Nasional, BRI Tunjukkan Komitmen dengan Menyapa Nasabah
Di sisi lain, Ibu Maria Rosalia, 60 tahun, pedagang lama asal Nele, sudah berjualan di pasar sejak tahun 1990-an.
“Dari dulu sampai sekarang, pasar ini tetap sama, tidak ada perubahan yang berarti,” ujarnya sambil menunjuk lapak sederhana yang ia tempati.
Retribusi di pasar berkisar antara Rp2.000 hingga Rp10.000 tergantung luas lapak, dan banyak pedagang yang menata dagangannya seadanya—ada yang di atas bale-bale, terpal, bahkan langsung di tanah.
Selain soal lapak, Kristina juga menyoroti kesulitan mendapatkan bantuan sosial. Dari tiga anaknya, hanya yang SMA yang menerima Program Indonesia Pintar (PIP).
“Kalau perhatikan, bansos lebih banyak diberikan ke orang yang dekat dengan RT atau desa. Kami yang sibuk berjualan sulit bersosialisasi,” ujarnya.
Keduanya berharap pasar bisa dibangun dan ditata lebih rapi. Dengan lapak yang aman dan teratur, dagangan mereka bisa tertata dengan baik, pembeli lebih nyaman, dan kehidupan pedagang sayur pun sedikit lebih ringan.
Di balik kesederhanaan itu, ada keteguhan hati yang terus bertahan dan berjuang. (Silvia). ***