Di Balik Kunjungan Kemenparekraf dan Mendes PDTT, Mantovanny Tapung Berharap Pemkab Manggarai 'Tidak Tidur'
redaksi - Selasa, 07 Desember 2021 14:48RUTENG (Floresku.com) -Pemerintah Manggarai diharapkan ‘tidak tidur’, tetapi wajib hukumnya mendukung secara penuh program pemerintah pusat tentang Sustainable Development Goals (SDGs) dengan melibatkan lima batu tungku (pentahelix): pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha dan media massa.
Demikian kata Dr Mantovanny Tapung, pemerhati sosial yang adalah juga dosen di Universitas Katolik Indonesia ( Unika) St. Paulus Ruteng, kepada Floresku.com pada Rabu 7 Desember 2021, pagi.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno mengunjungi Desa Wisata Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat pada 2 dan 3 Desember 2021.
- Bus 'Manggarai Indah' Tertimpa Pohon Tumbang di Gako, Boawae, Siang Ini
- JAKARTA: RUMAH UNTUK SEMUA! [Bagian I dari Tiga Tulisan]
- Incar Juara dan Naik Podium di Musim 2022, Bold Riders Bali Kirimkan Satu Wakil di Ajang Balap Nasional
Kemudian, pada 6 Desember 2021 Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar mengunjungi Desa Wae Lolos di Manggarai Barat.
Mantovanny menyatakan bahwa kunjungan kedua Menteri tersebut sebetulnya bukan saja dilihat sebagai motivasi ataupun stimulasi melainkan juga menjadi momen evaluasi terhadap berbagai program pusat yang sedang diimplementasikan di daerah.
Menurut Mantovany motivasi terkait dengan upaya pemerintah pusat dalam mendorong pemerintah daerah dalam mendukung upaya percepatan wilayah tertinggal.
Stimulasi berhubungan cukup banyaknya program pusat yang bertujuan merangsang pertumbuhan dan peningkatan perekonomian masyarakat. Dan Evaluasi berkaitan dengan sejauh mana tingkat ketercapaian dari berbagai program pusat yang ada di daerah, seperti di wilayah Manggarai Raya ini.
Dalam hal ini, kata Mantovany, motivasi, stimulasi dan evaluasi tentu berkorespondensi dengan tuntutan global dan nasional tentang Sustainable Development Goals/ SDGs, dimana mengukur tingkat perkembangan dan kemajuan masyarakat dari 18 indikatornya.
"Banyak kementrian, termasuk Kemendes-PDTT yang sudah mengucurkan dana begitu banyak melalui skema Dana Desa, yang rata-rata per desa 1 milyar lebih. Espektasinya, kucuran dana yang begitu banyak tersebut berbanding lurus dengan tercapainya marwah utama dari SDGs", cetusnya.
Dikatakan Mantovany lebih lanjut, kehadiran Menteri Desa PDTT sebetulnya bisa menjadi ruang evaluasi. Hal ini sangat penting mengingat beberapa kabupaten di Manggarai Raya masuk kategori pernah dan sedang berstatus tertinggal dan berkembang.
Dengan itu, kata Mantovany, evaluasinya terletak pada beberapa pertanyaan tentang apakah desa mampu mengimplemetasi apa yang menjadi tujuan dari program-program Kemendes-PDTT, yang sebagian besar programnya bertalian dengan masyarakat desa.
Lalu, apakah penyerapan dana desa benar-benar dialokasikan untuk berbagai program strategis dan relevan demi mengeluarkan di Manggarai dari status tersebut?
Evaluasi lain yang tidak kalah pentingnya, kata Mantovany, adalah apakah dengan kehadiran pendamping desa sebagai tulang punggung dari Kemendes PDTT berdampak signifikan terhadap efektivitas dan efisiensi pola kerja dan manajemen di lapangan?
Karena itu pula, kehadiran Kemendes-PDTT kali ini, bisa menjadi ruang evaluasi mengenai pola pendampingan dari sejumlah pendamping desa, apakah sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya atau belum. Pendamping yang cukup banyak, apakah berbanding lurus atau ekuivalen dengan capaian SDGs?
"Sejauh yang saya tahu, para pendamping desa memang tidak berhak untuk mengambil keputusan strategis di lapangan, akan tetapi sebagai perpanjangan tangan dari Kemendes. Karena itu, pendamping desa sebaiknya diberdayakan dan diberi ruang yang cukup untuk secara kreatif dan produktif dalam memberi arah dan motivasi kepada aparatur desa dan masyarakat, agar bisa memanfaatkan berbagai dana bantuan pemerintah demi tercapai 18 indikator SDGs. Dengan demikian, mereka tidak hanya perpanjangan tangan proses pendataan saja, tetapi terlibat aktif dalam memberdayakan masyarakat dan aparatur desa demi mencapai target SDGs," terangnya.
- Pemkab Matim Tinjau Lokasi Pelebaran Jalan di Lamba Leda Selatan Usai Didemo
- Sirilus Wali: Nyanyian Tradisional Ute Toto dan Tanah Jea Identik dengan Nyanyian Liturgis Gereja Katolik
- OPINI Helena Deci: Membaca sebagai Tindakan Produktif, Persiapan untuk Masa Depan yang Cerah
Lebih lanjut, Mantovanny menegaskan, dari segi profetik, pendamping desa, harus bisa mewartakan pengalaman-pengalaman terbaik (best practice) dan mengidentifikasi berjamak masalah yang terjadi pada masyarakat desa, serta mampu membuat koordinasi lintas sektor.
"Menurut saya, tugas pendataan sudah digantikan oleh sistem digitalisasi data base, dan rata-rata perangkat desa sudah melek teknologi digital. Yang ditagih dari pendamping desa adalah aktivitas pemberdayaan dan pengembangan. Saya kira pemberdayaan dan pengembangan dibutuhkan oleh aparatur dan masyarakat Manggarai Raya saat ini," ungkap Mantovanny.
Lebih lanjut, Mantovanny mengungkapkan bahwa memang yang juga menjadi soal adalah kesiapan pemerintah desa dalam menjawab tantangan SDGs tersebut.
Hal itu berkaitan dengan apakah tetap berpikir kecil, linear, in of the box, memanfaatkan dana secara rutin saja, ataukah berpikir besar dan bertindak besar dan berani untuk keluar dari pola lama, pola yang lebih kreatif dan produktif?
"Yah, butuh keberanian dan tanggung jawab moral sosial dari aparatur desa. Padahal, kehadiran dana desa ini bisa menstimulasi peningkatan pendapatan Asli desa (PADes) secara agregat dan gradatif, baik melalui Badan Usaha Miliki Desa (BUMDES), atau kegiatan produktif lainnya, menuju desa mandiri agar tidak tergantung terus pada bantuan pemerintah yang saya yakin suatu saat akan dikurangi atau bahkan ditiadakan", imbuhnya.
Lebih jauh, Mantovanny Tapung juga menyentil tentang kunjungan Menteri Parekraf di Kabupaten Manggarai. Menurut dia, pihak Kementerian mengetahui dan menyadari potensi-potensi sektor pariwisata lokal Manggarai, yang bukan saja berbasis bahari saja, tetapi juga berbasis agro dan budaya.
Potensi-potensi wisata ini, kata Mantovanny, sangat kaya akan nilai ekonomis, sosial kultural dan bahkan promotif.
Dengan adanya kesadaran ini, lanjutnya, pihak Kementrian dan pemerintah Manggarai seharusnya bisa berimajinasi untuk memanfaatkan potensi wisata alamiah ini, dan merancang rekayasa-rekayasa wisata yang potensial untuk dikembangkan.
Sementara dalam kaitan dengan kerja lintas kementerian, kata Mantovanny, Kemenparekraf bisa bekerjasama dengan kemendes-PDTT untuk memberdayakan dan mengoptimalisasi berbagai potensi desa di Manggarai.
Kerja sama lintas Kementrian ini menurutnya, bisa dimulai dengan merancang bersama konsep, gagasan dan praksis desa wisata. Kerja sama dan koordinasi lintas sektoral ini akan membuat kegiatan pendampingan dan pendanaan terintegrasi dan lebih tepat sasaran.
"Pariwisata adalah salah sektor unggulan yang jika diberdayakan secara efektif bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, dan dengan demikian, masyarakat bisa keluar dari ketertinggalan yang menjadi tujuan dari SDGs", ungkap Mantovanny.
Mengakhiri penjelasannya, Mantovanny Tapung menyampaikan harapannya agar pemerintah Manggarai 'tidak tidur', sebalik mendukung secara penuh program pemerintah pusat tentang SDGs.
"Sangat diharapkan agar pemerintah Manggarai ‘tidak tidur’, tetapi wajib hukumnya mendukung secara penuh program pemerintah pusat tentang SDGs ini dengan melibatkan lima batu tungku (pentahelix): memerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha dan media massa," pungkasnya. ***