FMPL Dan Pelaku Pariwisata NTT: Presiden Jokowi Harus Evaluasi Pembangunan Pariwisata Super Premium

redaksi - Kamis, 14 Oktober 2021 13:24
FMPL Dan Pelaku Pariwisata NTT: Presiden Jokowi Harus Evaluasi Pembangunan Pariwisata Super PremiumPresiden Joko Widodo dijemput Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat, di bandara internasional, Komodo, Labuan Bajo Kamis (14/10) siang. (sumber: Istimewa)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Hari ini, Kamis, 14 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada di Labuan Bajo, Manggarai barat  dalam rangka meresmikan beberapa proyek dilaksanakan dengan aman, seperti yang telah dilalui di Pelabuhan Multipurpose Waekelambu Labuan Bajo.

Namun, bersamaan dengan kunjungan Presiden Jokowi  Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) dan Pegiat Pariwisata NTT  mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi secara menyeluruh pembangunan pariwisata super premium di Taman Nasional Komodo (TNK).SENDAL SERIBU, Kamis, 14 Oktober 2021: Menatap Yesus Dalam Diri Sesama dengan Tatapan Maria

Melalui press release yang disampaikan kepada media ini, Kamis (14/10), FMPL dan Pegiat Pariwisata NTT mengungkapkan, pihaknya mengajugakan tiga tuntutan penting kepada Presiden Jokowi.

Baca juga: SENDAL SERIBU, Kamis, 14 Oktober 2021: Menatap Yesus Dalam Diri Sesama dengan Tatapan Maria

Pertama, mengkritisi model pengembangan pariwisata super premium di dalam Taman Nasional Komodo yang mengabaikan keberadaan kawasan itu sebagai tempat perlindungan alami bagi satwa, terutama Komodo dan ruang hidup warga setempat.

Secara khusus FMPL menentang keras pemberian konsesi bisnis wisata kepada sejumlah perusahaan seperti PT. Sagara Komodo Lestari seluas 22,1 Ha di Pulau Rinca, PT. Komodo Wildlife Ecotourism 274,13 Ha di Pulau Padar dan 151,94 di Pulau Komodo dan PT. Synergindo Niagatama di 17 Ha di Pulau Tatawa.

Kedua, mendesak perhatian serius Presiden Jokowi untuk menindaklanjuti peringatan dari UNESCO pada Juli 2021 terkait dengan pembangunan bisnis pariwisata di Taman Nasional Komodo yang mengancam nilai universal luar biasa (Outstanding Universal Values) dari kawasan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) dan Cagar Alam dan Budaya (Men and Bioshpere Reserve). 

Baca juga: Kemenkumham: Permohonan Izin Prakarsa Wajib Penuhi Empat Syarat

Selain itu Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) juga sudah meningkatnya ancaman kepunahan Komodo yang disebabkan oleh perubahan iklim dan aktivitas manusia. 

Sejalan dengan itu, FMPL dan Pegiat Pariwisata NTT meminta kepada Bapak Presiden untuk mengevalusi total keseluruhan pembangunan pariwisata super premium di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dan melakukan daya upaya konservasi yang lebih jelas dan sistematis.

Ketiga, mengkritisi keputusan Bapak Presiden melalui Kepret 32/2018 yang yang mengalih fungsi lahan seluas 400 hektar Hutan Bowosie di Puncak Labuan Bajo-Flores menjadi kawasan bisnis wisata. Hutan itu memiliki fungsi ekologis penting bagi kota dan kampung-kampung di sekitarnya. 

Baca juga: Lahir dari Kerinduan, FORKOMA PMKRI Nagekeo Masa Bakti 2021-2024 Akan Segera Dilantik

Alihgungsi hutan ini akan membuat wilayah ini semakin rentan terhadap bencana. Selain itu, terdapat juga konflik agraria dengan masyarakat setempat.  

Atas dasar itu, ungkap FMPL dan Pegiata Pariwisata NTT, “kami mendesak Bapak Presiden untuk (1) Segera menghentikan alihfungsi dan pembabatan hutan Bowosie; (2) Segera mencabut Perpres 32/2018 terutama pasal 2 dan 25, serta kebijakan turunannya; (c) Segera menyelesaikan secara berkeadilan konflik agraria dengan warga setempat.”

FMPL dan Pegiatan Pariwisata NTT menyatakan bahwa pihaknya akan tetap menyuarakan agar pembangunan pariwisata di Flores harus dibangun dengan prinsip kehati-hatian dengan mengedepankan aspek konservasi dan keadilan sosial. (Tedy N).

Editor: Redaksi

RELATED NEWS