HOMILI, Pater Gregor Nule SVD, Minggu, 12 Maret 2023

redaksi - Sabtu, 11 Maret 2023 16:48
HOMILI, Pater Gregor Nule SVD, Minggu, 12 Maret 2023Pater Gregorius Nule SVD (sumber: Dokpri)

 HAUS AKAN AIR HIDUP YANG MEMBERIKAN KEPUASAN SEJATI

  (Minggu Prapaskah IIIA: Kel `17: 3 -7; Rm 5: 1-2.5-8; Yoh 4: 5 – 42)

Manusia selalu membutuhkan makanan dan minuman.  Orang akan lapar dan haus apabila tidak makan dan tidak minum pada waktunya. Dan, jika kejadian ini berlangsung terus-menerus maka pasti akan  sangat berdampak terhadap kesehatan  dan ketahanan fisik, bahkan keselamatan  diri.

Orang-orang Israel memarahi Musa dan bersungut-sunggut kepada Allah karena tidak ada air di padang gurun dan mereka sangat haus. 

Mereka berkata kepada Musa, “Mengapa engkau membawa kami keluar dari negeri Mesir? Untuk membunuh kami, anak-anak dan ternak kami dengan kehausan?”, (Kej 17:3). Tidak makan apalagi tidak minum sama bahayanya dengan membunuh.

Hal yang sama  diungkapkan oleh wanita Samaria yang biasanya mengambil air di sumur Yakob pada siang hari. 

Ketika mendengar Yesus berbicara tentang air hidup yang  memberikan kepuasan sejati yang bertahan sepanjang hidup, wanita itu dengan penuh kerinduan meminta air itu. Ia  berkata, “Tuan, berilah aku air itu, supaya aku tidak haus, dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air”, (Yoh 4:15). 

Sampai di sini orang-orang Israel, wanita Samaria dan mungkin kita juga memahami air dan perannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yakni untuk menghilangkan rasa haus dan memenuhi kebutuhan tubuh kita.

Tetapi, bagi bangsa Israel air juga memiliki arti rohani. Karena itu, kita diajak memaknai peristiwa keluarnya air dari gunung batu Horeb dan air yang ditawarkan Yesus kepada wanita Samaria secara rohani dan dalam nuansa iman. 

Ketiadaan air di Masa dan Meriba, tempat orang-orang Israel bertengkar dan marah kepada Musa, menjadi bukti bahwa mereka belum sungguh percaya kepada Allah dan bahkan menuntut Allah agar membuktikan kesetiaan terhadap janji-Nya. 

Allah menanggapi tuntutuan mereka dan mengabulkan permohonan Musa. Allah meminta Musa agar berjalan di depan bangsa Israel dengan membawa serta beberapa orang dari tua-tua Israel dan tongkat yang digunakannya untuk memukul  sungai Nil. Allah sendiri akan berdiri di atas gunung batu di Horeb. 

Dan, Allah berkata kepada Musa, “Pukullah gunung batu itu, dan dari dalamnya akan keluar air sehingga bangsa itu dapat minum,” (Kej 17:5-6).  

Air yang memancar dari gunung batu Horeb merupakan simbol kebaikan dan belaskasihan Allah terhadap umat pilihan Allah, serta bukti kesetiaan Allah.  Allah senantiasa peduli terhadap kebutuhan umat-Nya dan mendengarkan keluh-kesah orang yang berseru kepada-Nya.

Yesus, dalam Injil hari ini, mengajak wanita Samaria untuk mengenal, mengimani dan datang kepada Yesus sebagai  air hidup sejati yang memuaskan dahaga dan menjamin kesejahteraan hidup manusia. Wanita Samaria merindukan sesuatu yang bersifat semantara di mana ia tidak perlu repot-repot datang setiap hari untuk menimba air di sumur.

Tetapi, perjumpaan dengan Yesus membuka mata hati wanita Samaria terhadap karya Allah yang agung dan menyelamatkan. Yesus membantu wanita itu  agar tidak hanya berhenti  pada kerinduan-kerinduan yang dangkal, kerinduan yang masih terlalu terpusat pada diri sendiri, yakni  tidak perlu lagi datang setiap hari untuk menimba air. 

Keinginan dan kerinduan itu diperdalam dan dimurnikan secara perlahan, langkah demi langkah.  Wanita Samaria beralih dari melihat Yesus sebagai orang Yahudi yang berbicara kepadanya, kepada melihat Dia sebagai orang yang menyelenggarakan kebutuhannya yang biasa akan air, lalu melihat Dia sebagai seorang nabi, berikut sebagai Mesias, dan akhirnya memungkinkan orang-orang sedesa melihat Yesus sebagai Penyelamat dunia. 

Sebagaimana orang-orang Israel yang merasa tidak aman, saling marah dan bertengkar di padang gurun karena ketiadaan air, kita pun dalam kehidupan sehari-hari mengalami masalah dan kesulitan-kesulitan tertentu.

Ada yang tidak punya uang untuk membayar uang sekolah atau melunasi utang. Ada orang yang merasa sedih karena kehilangan seseorang yang dikasihi, entah meninggal dunia atau bepergian jauh. Ada yang merasa kecewa karena cita-cita dan rencananya gagal. 

Ada juga yang merasa stres karena sakit yang dialaminya atau penyakit yang tak kunjung sembuh yang diderita salah seorang anggota keluarganya. Ada yang merasa sakit hati karena dilecehkan, diremehkan, dikucilkan, tidak diperdulikan atau diperlakukan secara tidak adil.

Mungkin ada juga yang merasa takut, cemas, bingung dan tidak pasti menghadapi masa depannya. Dan macam-macam perasaan dan pengalaman yang membebani dan membuat kita letih lesu dan tak berdaya. 

Kita belajar dari wanita Samaria yang membuka dirinya terhadap Yesus serta mempercayakan segala-galanya kepada Yesus dan sabda-Nya. Baginya Yesus adalah satu-satunya mata air kehidupan. 

Seperti kerinduan wanita Samaria diperdalam dan dimurnikan dalam pertemuannya dengan Yesus, demikian juga Sabda Allah dapat memperdalam dan memurnikan kerinduan kita, serta membantu kita menyadari kerinduan dan rencana Allah bagi kita. 

Allah menghendaki  agar "mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" (Yoh 10:10). Di tempat lain St. Paulus meyakinkan kita bahwa Allah "dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan" (Ef 3:20).

Sabda Allah memampukan kita untuk melihat  kenyataan hidup sehari-hari dan harapan kita dengan kaca mata baru. 

Kita mengandalkan Kristus karena seperti Kristus tidak kenal menyerah dalam penderitaan, sebab penderitaan membuat orang menjadi tekun, dan ketekunan menjadikan orang tahan uji, tahan uji menimbulkan pengharapan, dan pengharapan tidak akan mengecewakan, sebab hati kita sudah diisi oleh Roh Allah dengan kasih-Nya. Inilah tipe manusia baru dalam Kristus. 

Semoga Tuihan Yesus memberkati kita. Amen.

Kewapante, Minggu, 12 Maret 2023

P. Gregorius Nule, SVD. ***

 

 

RELATED NEWS