HOMILI Pater Gregor Nule, SVD, Minggu, 23 Juli 2023

redaksi - Sabtu, 22 Juli 2023 07:22
HOMILI Pater Gregor Nule, SVD, Minggu, 23 Juli 2023Pater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)
BELAJAR MEMBANGUN HATI YANG TULUS DAN PENUH BELASKASIHAN

(Minggu Biasa XVI A: Keb 12:13.16-19;Rom 8:26-27; Mt 13:24-30.36-43)

Ilustrasi:

Seorang ibu pernah menjumpai  pastor parokinya untuk mengungkapkan uneq-uneq hatinya. Hal utama yang dikeluhkannya adalah perilaku salah seorang anaknya yang tidak tahu diri, tidak tahu berterimakasih dan bahkan selalu membuat onar di mana-mana. 

Ia berkata, “Mengapa Tuhan mengizinkan saya melahirkan anak sejahat ini, pastor? Saya dan bapaknya adalah orang biasa dalam masyarakat. Kami baik-baik saja, dan selalu berusaha membangun hidup berkeluarga yang aman, damai dan tenteram. 

Namun, sikap dan perilaku anak kami tidak bisa ditolerir lagi. Dari mana dia dapat semuanya itu? Apakah tidak lebih baik bila dia mati saja agar tidak menyusahkan kami dan banyak orang lain”. 

Sang pastor diam sejenak menatap wajah ibu itu dan bertanya, “apakah ibu masih menganggap dia sebagai anak”? “Ya, ya pastor, biarpun sikap dan perilakunya begitu menjengkelkan, dia tetap anak kami”, jawab sang ibu. 

Pastor itu berkata, “Terima kasih atas kebaikan hati ibu. Meskipun ibu jengkel dan marah besar, tetapi ibu tidak sampai hati membuang anak  sendiri. Maka saya minta ibu untuk bersabar dan terus berdoa untuk kebaikan anakmu. Yakinlah sekali kelak dia pasti akan berubah dan menjadi lebih baik”.   

Refleksi: 

Penulis Kitab Kebijaksanaan berusaha mengarahkan pikran dan menenteramkan hati para pendengarnya yang marah dan memberontak ketika berhadapan dengan kejahatan dan ketidakberesan yang terjadi di mana-mana. Mereka inginkan kutukan atau hukuman dari Allah  bagi orang-orang yang berbuat jahat. 

Berhdapan dengan sikap negatif ini, ia mewartakan tentang Allah yang menghendaki keselamatan bagi semua orang, baik orang saleh maupun orang berdosa. 

Semua orang diberi kesempatan untuk mengusahakan keselamatan dengan menata kembali hidup, insyaf terhadap sikap laku yang khilaf dan bertobat. 

Sebab  Allah  sungguh adil dalam meneliti, memperlakukan dan mengadili  manusia. 

Meskipun Allah itu mahakuasa, tetapi Ia tidak pernah berbuat apa saja terhadap ciptaanNya. Ia  penuh belaskasihan, sabar dan bijaksana menghadapi manusia  yang rapuh dan mudah jatuh ke dalam dosa. 

Karena itu, Allah  menginginkan supaya manusia ciptaanNya pun memiliki sikap hati yang sama terhadap sesamanya. Allah mengundang setiap orang untuk membangun sikap hati yang sabar, penuh belaskasihan, rela memahami dan mengampuni sesama. 

Penulis Kitab Kebijaksanan berkata“..meskipun Engkau Penguasa yang kuat, Engkau mengadili dengan belaskasihan, dan dengan sangat murah hati memperlakukan kami. Dengan berlaku demikian Engkau mengajar umatMu bahwa orang benar harus sayang akan manusia”, (Keb 12:18-19).

 Orang benar dan saleh harus berlaku baik dan penuh belaskasihan terhadap sesamanya yang lemah, rapuh dan mudah jatuh ke dalam dosa.

Yesus dalam perumpamaan tentang gamdum dan ilalang yang bertumbuh bersama di ladang yang sama melukiskan tentang kenyataan dunia dan hidup manusia yang diciptakan oleh Allah dalam keadaan baik adanya, tetapi selalu diincar-incar oleh pengaruh kekuatan jahat. 

Ilalang memiliki akar yang lebih dalam dan daya tumbuh yang lebih cepat dibandingkan dengan gandum. Demikian pun pengaruh kejahatan dan kebaikan terhadap dunia dan hidup manusia. 

Sering kita alami bahwa pengaruh kejahatan dan ide-ide buruk atau negatif seolah-olah bertumbuh  lebih cepat dan mudah  menyebarluas meracuni hati banyak orang dibandingkan  dengan hal-hal yang baik, benar dan positif. 

Ada banyak contoh yang dapat kita sebutkan. Misalnya, pengaruh ajaran-ajaran sesat yang disebarluasakan melalui internet dan media sosial, atau sikap dan perilaku buruk, seperti melawan aturan ketertiban umum, menciptakan kegaduhan dan keributan di lingkungan masyarakat. 

Semua ini terkadang membuat pelakunya mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang lain sebagai hebat.

 Sebetulnya pengakuan itu palsu dan keliru. Teapi telah membentuk satu mentalitas baru dan kebanggaan yang diterima dan dipraktekkan dalam kehidupan bersama.

Berhadapan dengan kenyataan kelam ini terkadang kita merasa seolah-olah kekuatan jahat dan pengaruh kegelapan lebih dominan dibandingkan dengan kuasa Allah dan kekuatan kebaikan dalam dunia dan hidup manusia. 

Maka muncul sikap dan reaksi yang berbeda-beda. Ada yang cepat menilainya sebagai jahat, buruk dan kurang ajar serta berusaha menghadapinya dengan kekuatan dan kekerasan. 

Ada pula  yang merasa tidak berdaya, impoten dan mulai meragukan kuasa Allah untuk menghadirkan kerajaanNya yang penuh damai dan ketenteraman di atas bumi. 

Ada yang bersikap masabodoh membiarkan saja semuanya terjadi karena toh setiap orang bertanggungjawab atas nasib hidupnya  dan menanggung akibat dari perbuatan masing-masing.

Sebagai pengikut Kristus  kita dipanggil untuk membangun sikap dan perilaku bijaksana yang dijiwai nilai-nilai Injil ketika menjalani hidup sehari-hari dan menghadapi kenyataan ketidakberesan yang terjadi di atas bumi. 

Pertama, tidak gegabah menghakimi sesama dan mencapnya sebagai orang jahat. Sering tanpa disadari kita membuat pemisahan antara orang baik dan orang jahat, antara yang benar dan yang salah, antara yang saleh dan yang berdosa, antara yang bersih dan najis, dst. 

Kita bertindak sebagai hakim atas orang lain dan otomatis merasa diri lebih baik, benar, suci, dan bebas dari hal-hal yang tidak beres. Padahal kita juga adalah manusia biasa yang tidak luput dari kelemahan dan kerapuhan.

Pemilik kebun gandum mengingatkan para pekerjanya agar tidak memisahkan ilalang dari gandum sebelum musim menuai. 

Keduanya dibiarkan bertumbuh bersama. Sebab tindakan gegabah mencabut ilalang sebelumnya dapat mengganggu bahkan merugikan proses pertumbuhan gandum. 

Penulis Kitab kebijaksanaan menunjukkan kepada kita sikap benar dan bijkasana ketika berhadapan dengan orang-orang yang khilaf dan tindakan kejahatan, yakni tulus dan jujur untuk memahami dan merangkul, memberikan dia kesempatan untuk menyadari kekhilafan, membenahi diri, bertobat dan kembali kepada Allah sendiri.  

Sebab setiap kita memutuskan untuk entah memilih entah Allah dan hidup. Atau memilih kejahatan, mati dan binasa. Tidak ada paksaan dari pihak mana pun dan siapa pun.

Kedua, kita dipanggil untuk menyadari tanggungjawab menata kembali  hidup sendiri, sesama manusia dan dunia yang telah rusak dan suram menjadi lebih baik, manusiawi dan bersahabat. 

Dan, sikap yang pantas kita miliki bukannya saling mempersalahkan, melemparkan tanggungjawab atau saling mengkambinghitamkan. 

Sadar atau pun tidak, semua kenyataan yang kita alami, yang baik maupun yang tidak baik, tidak lepas dari tanggungjawab kita bersama. 

Maka kita dipanggil untuk pertama-tama menyadari kerapuhan kita, bersedia mengakui kekhilafan dan rela untuk membenahi diri dan hidup sendiri. 

Karena itu, mari kita membangun sikap rendah hati dan terbuka untuk bekerja sama dengan orang lain, berpikir positif  terhdap sesama dan dunia serta mengakui kebaikan dan kelebihan orang lain untuk bersama-sama mengusahakan kepentingan bersama dan keharmonisan hidup  seluruh ciptaan sesuai dengan kehendak Allah.

Semoga Allah maha tahu menyelenggarakan seluruh dan karya kita. Amen.

Kewapante, Minggu, 23 Juli 2023.

P. Gregorius Nule, SVD. ***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS