HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Minggu Adven III, 17 Desember 2023

redaksi - Sabtu, 16 Desember 2023 14:36
HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Minggu Adven III, 17 Desember 2023Pater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)
BERSUKACITALAH SEBAB DIA YANG DINANTI-NANTIKAN SUDAH ADA DI TENGAH KITA

 (Minggu Adven 3A: Yes, 61:1-2a.10-11; 1Tes 5: 16-24; Yoh 1:6-8.19-28)

HARI ini Gereja merayakan hari Minggu ketiga masa Adven yang disebut Minggu gaudete atau minggu sukacita. Lilin berwarna pink dari lingkaran Adven yang dinyalakan hari ini melambangkan sukacita atau kegembiraan di tengah masa penantian dan tobat. 

Mengapa orang kristen mesti bersukacita di tengah masa penantian dan tobat? 

Bangsa Israel  bergembira dan bersyukur karena berkat bantuan Tuhan mereka dibebaskan dari kuasa Babilonia dan boleh kembali ke rumah atau tanah airnya. Peristiwa pembuangan telah mendatangkan banyak penderitaan,  penyiksaan, kehilangan identitas bangsa dan kesedihan.

Tetapi pembebasan dan perjalanan kembali ke kampung halaman dialami sebagai suatu kemenangan dan bukti belaskasihan Allah bagi Israel. 

Dan, berkat pewartaan para nabi bangsa Israel menyadari masa lalu yang suram, mengaku diri berdosa sebagai bangsa yang tegar tengkuk, keras kepala dan tidak setia, serta bertobat dan berbalik kepada Allah .

Maka bagi mereka pembuangan di Babilonia merupakan suatu masa khusus penuh rahmat yang mendatangkan sukacita yang luar biasa. 

Nabi Yesaya bersyukur dan bersukacita karena Allah telah mengurapi dan mengutusnya untuk membahagiakan orang lain, khusunya bangsa Israel di tanah pembuangan. Ia membawa khabar baik kepada orang-orang bersengsara, merawat orang-orang yang remuk hati, dan memberitakan pembebasan kepada tawanan, serta mewartakan bahwa Tahun Rahmat Tuhan sudah dekat. Yesaya bersukacita karena mampu menjadi penyalur dan pembagi sukacita serta kebahagiaan bagi orang lain.

Yohanes Pembaptis juga adalah utusan Allah untuk menyiapkan kedatangan sang Mesias yang adalah Cahaya dunia. Dia menjalankan tugasnya sebagai saksi tentang Yesus, sang Cahaya, agar semua orang bisa percaya. 

Yoahenes bersaksi, “Tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang kamu tidak kenal, yaitu Dia yang datang kemudian daripada aku. Membuka tali kasutnya pun aku tidak layak”, (Yoh, 1: 26-27).

Yohanes adalah sosok manusia yang rendah hati dan tidak pernah mau menonjolkan dirinya. Ia  bangga menjadi  utusan dan perintis jalan bagi kedatangan Mesias di dunia. Ia juga puas menjadi saksi yang menghantar banyak orang kepada Yesus untuk hidup dalam kasih dan percaya kepadaNya. Ia menyiapkan orang untuk menerima Mesias. 

Dialah suara yang berseru supaya orang menyiapkan diri untuk menyongsong raja damai. Dialah suara yang menuntut pertobatan.

Karena itu, bagi kita, Yohanes Pembaptis adalah saksi kegembiraan kristiani dan sekaligus warta gembira bagi orang lain. 

Bercermin pada pengalaman bangsa Israel di masa pembuangan Babilonia dan di masa Yohanes Pembaptis, maka ada dua pesan yang perlu kita renungkan:

Pertama, kita hendaknya menjadikan masa adventus sebagai kesempatan emas untuk membangun dan meneguhkan pengharapan kita. 

Umat Israel hidup dari pengharapannya. Gereja pun hendaknya membangun pengharapan dan hidup dari padanya. Kita punya alasan untuk selalu berharap karena Allah setia pada janjiNya.

Mungkin sering kita alami banyak tantangan, kesulitan, penyakit, penderitaan, kelaparan, konflik, kekerasan dalam rumah tangga, pengkhianatan serta masalah hidup lain  tanpa jalan keluar. 

Janganlah cepat putus asa dan mati rasa (apatis). Kita hendaknya tetap berharap kepada Allah. Sebab Allah selalu setia pada janjiNya. 

Maka merayakan adventus berarti kita mau teguhkan kembali harapan dan iman kita kepada Allah. Sebab Allah yang senantiasa setia melawati umatNya pada waktunya.

Kedua, masa adven sebagai kesempatan untuk berusaha menjadi orang kristen sejati. Menjadi orang kristen sejati, menurut santo Paulus,  berarti kita mesti memiliki tiga syarat pokok, yaitu menjadi manusia yang gembira, bersaksi dalam doa dan tahu bersyukur, (bdk. 1Tes 5:16). 

Ketika seseorang sadar akan nilai dirinya sebagai anak Allah dan hidup dalam kasih karunia  Allah  maka ia alami sukacita sejati dan selalu termotivasi untuk terus-menerus bersyukur. 

Selain itu, seorang kristiani sejati selalu terdorong untuk berdoa, yakni berdialog dengan Allah dan berdiam diri untuk mendengarkan Allah. 

Doa mengungkapkan kekecilan dan ketidakberdayaan kita. Doa menjadi bukti bahwa kita bergantung sepenuhnya pada Allah, dan tanpa Allah kita tidak berarti apa-apa. 

Doa adalah tanda iman, tanda penyerahan diri dan kebergantungan pada  Allah. Orang yang tidak pernah berdoa bisa berarti dia tidak beriman dan tidak membutuhkan Tuhan.

Masa adven menjadi kesempatan untuk berdoa secara intensif, baik secara pribadi maupun dalam doa bersama, dalam ibadah dan perayaan ekaristi. 

Kita belajar dari Yesus, yang selalu luangkan waktu khusus untuk berdialog dengan BapaNya dalam doa, khususnya ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa penting hidupNya. Yesus bahkan berdoa semalam-malaman. 

Kita menjadi orang beriman yang selalu hidup dalam sukacita, tahu bersyukur dan bersaksi dalam doa. Amen.

Kewapante, Minggu, 17 Desember 2023

P. Gregorius Nule, SVD. ***

 

 

RELATED NEWS