Keluarga Hewokloang dan Suku Keytimu Tuntut Keadilan atas Dugaan Perampasan Tanah Leluhur oleh Pemilik Toko GO

redaksi - Minggu, 06 Juli 2025 14:35
Keluarga Hewokloang dan Suku Keytimu Tuntut Keadilan atas Dugaan Perampasan Tanah Leluhur oleh Pemilik Toko GOThomas Alva Edison (El Volcano Benbao) (sumber: Dokpri)

MAUMERE (Floresku.com) — Suasana haru bercampur amarah menyelimuti pernyataan terbuka yang disampaikan Thomas Alva Edison, mewakili Keluarga Lope Motong Heo dan keluarga besar Lepo Tanah Hewokloang serta Suku Keytimu di Kabupaten Sikka. 

Dalam pernyataan emosional tersebut, Edison mengungkapkan dugaan kriminalisasi dan upaya perampasan tanah warisan oleh pihak pemilik Toko GO, Suwarno Goni.

Menurut Edison, konflik bermula dari hubungan kerja tanpa kontrak yang dilakukan oleh anggota keluarganya dengan Toko GO. Mereka bekerja dalam situasi yang disebutnya “tidak manusiawi” — tanpa perlindungan hukum dan kejelasan sistem kerja. 

Ketegangan meningkat ketika keluarga tersebut tiba-tiba dituduh menimbulkan kerugian bagi perusahaan, termasuk dalam transaksi penjualan sepeda motor yang sistem keuangannya dikendalikan sepenuhnya oleh pihak toko.

“Kami menduga ini semua adalah skenario terencana. Kerugian itu fiktif. Tuduhan itu hanya jalan untuk membawa kami ke pengadilan dan menggiring kami menyerahkan tanah warisan,” ujar Edison dengan suara lantang.

Tanah yang dipermasalahkan merupakan lahan adat yang sudah lama dimiliki oleh keluarga besar Hewokloang dan Suku Keytimu. Di atas tanah itulah mereka dibesarkan, dan di sanalah para leluhur mereka dimakamkan. 

“Itu tanah darah kami, bukan milik perusahaan. Tidak ada satu pun surat hukum atau lelang yang sah untuk mengambilnya,” tegas Edison.

Ia menuding hukum hari ini tidak lagi berpihak pada kebenaran, tetapi justru menjadi alat kekuasaan dan uang untuk menindas masyarakat kecil.

 “Ketika hukum kehilangan nurani, keadilan hanyalah ilusi,” katanya. Ia juga menyinggung bahwa dalam situasi ini, bukan hanya hukum positif yang dipertaruhkan, tetapi juga hukum adat dan moral yang hidup di tengah masyarakat.

Atas dasar KUHP Pasal 49 tentang pembelaan darurat, hukum adat, dan iman dalam ajaran Gereja, keluarga besar Lepo Tanah Hewokloang menyatakan tekad untuk melawan setiap upaya perampasan tanah, bahkan bila harus mempertaruhkan nyawa.

“Kami bukan pembuat onar, kami bukan perusuh. Tapi kami tidak akan diam ketika kehormatan leluhur kami diinjak-injak,” kata Edison. 

Ia juga mengingatkan publik bahwa kasus semacam ini bisa terjadi pada siapa saja, jika suara orang kecil terus dikalahkan oleh kekuatan modal.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Suwarno Goni maupun manajemen Toko GO. 

Namun, isu ini telah menyulut solidaritas dari berbagai kalangan, termasuk tokoh adat, aktivis hak asasi manusia, dan organisasi masyarakat sipil yang menganggap konflik tanah adat sebagai persoalan serius dan berulang di berbagai wilayah Nusa Tenggara Timur.

Kasus ini membuka kembali luka lama tentang ketimpangan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat dan tantangan besar yang dihadapi mereka dalam mempertahankan hak-hak atas tanah warisan di tengah arus investasi dan komersialisasi yang kian agresif. (Silvia). ***

RELATED NEWS