Keluarga Remi Kondradus dan Suku Lape Serahkan Lahan Gedung DPRD kepada Pemda Nagekeo
redaksi - Sabtu, 08 Juni 2024 16:17MBAY (Floresku.com) - Pemerintah Kabupaten Nagekeo, akhirnya mampu menuntaskan masalah lahan. lokasi pembangunan gedung DPRD Nagekeo yang mangkrak selama lebih dari satu dekade.
Uniknya, kesuksasan itu dibutukan pada masa Penjabat Bupati Raymundus Nggajo, yang dilantik pada akhir Desember 2023 lalu.
"Keberhasilan ini adalah keberhasilan masyarakat Nagekeo yang mencintai Nagekeo maju dan mandiri," kata Raimond sebagaimana dikutip IndonesiaSatu.co (8/6) siang.
Seremoni penyerahan lahan dari keluarga Remi Konradus dan masyarakat suku Lape kepada Pemda Nageko disaksikan Penjabat Gubernur NTT Ayodhia G.L. Kalake.
Kalake dalam sambutannya mengatakan, "Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah, karena adanya kemauan baik dari pemilik tanah lokasi pembangunan Gedung DPRD Kabupaten Nagekeo, bersama para fungsionaris adat dari persekutuan masyarakat adat Lape terpanggil bersama-sama ada di tempat ini untuk menyatakan sikap dan niat baik untuk melanjutkan proses pembangunan gedung DPRD Kabupaten Nagekeo yang sempat terhenti/tertunda karena adanya proses hukum ketika itu."
Pj Gubernur menaruh apresiasi dan meyambut baik sikap tulus saudara Remi Konradus sebagai pemilik tanah lokasi pembangunan gedung DPRD Nagekeo, yang menyatakan sikap untuk mendukung lanjutan rencana pembangunan gedung DPRD Kabupaten Nagekeo, sambil tetap membuka ruang kesepakatan untuk tetap diikuti dengan proses perhitungan harga tanah oleh pihak appraisal sesuai ketentuan aturan yang berlaku.
Niat baik ini tentunya terkandung pikiran positif bahwa di atas lokasi ini akan dibangun Gedung yang akan sangat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat Nagekeo.
“Saya minta para penyelenggara pemerintahan di daerah ini, khususnya saudara Penjabat Bupati dan pimpinan DPRD untuk segera melakukan langkah-langkah konkret antara lain, pertama, segera alokasikan anggaran untuk biaya perhitungan nilai tanah oleh pihak apraisal,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, secara bertahap alokasikan anggaran pula untuk pembayaran ganti rugi tanah berdasarkan hasil perhitungan nilai tanah oleh pihak apraisal dan setelah itu dapat diikuti dengan proses lanjutan pembangunan Gedung DPRD agar bisa dimanfaatkan oleh pihak DPRD Kabupaten Nagekeo.
Pj Gubernur menyampaikan ucapan terima kasih secara umum kepada masyarakat adat Suku Lape dan secara khusus kepada Saudara Remi Konradus sebagai pemilik tanah juga sekaligus merupakan bagian dari anggota Suku Lape untuk dukungan dan kerjasamanya dalam mendukung lanjutan pembangunan gedung DPRD Kabupaten Nagekeo.
"Harapan yang sama pula kami titipkan kepada seluruh pemangku kepentingan di kabupaten, kiranya peristiwa ini mendorong semangat kita untuk terus berkontribusi bagi Kesejahteraan masyarakat kita dari setiap sumber daya yang kita miliki.
Pj Bupati Raimundus, dalam sambutannya mengatakan, atas nama pemerintah, dan pimpinan DPRD serta pimpinan daerah sebelumnya dan para tokoh adat serta tokoh masyarakat Nagekeo, menghaturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga buat keluarga besar komunitas suku Lape dan secara khusus Bapak Konradus Remi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komunitas adat Suku Lape, yang sangat berperan dalam kuputusan keputusan solutif ini.
"Sekali lagi saya atas nama pemerintah dan juga atas nama para senior saya di masa lalu menyampaikan permohonan maaf yang tulus manakala ada kekilafan dalam komunikasi yang terjalin di masa lalu. Marilah kita semua bergandengan tangan untuk berada dalam satu barisan keluarga besar Nagekeo, bahu-membahu membangun kabupaten ini dan memajukan masyarakat dalam semangat Too Jogo Wagha Sama," kata Raimundus.
Kronologi sengketa lahan
Kronologi perkara sengketa lahan DPRD Nagekeo seluas 15.000 m2 (1,5 ha)seperti dilansir NTTOnlinenow.com (14/10/2017) sudah berlangsung lama.
Pada awal 2008, Efraim Fao tiba-tiba menguasai lahan seluas 1,5 ha milik Remi Konradus di Pomamela , Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo. Lahan tersebut dimiliki Remi Konradus atas pemberian Tetua Adat Kelurahan Lape , Kecamatan Aesesa, Nagekeo.
Efraim Fao lalu menjualnya kepada Pemkab Nagekeo. Mengetahui itu, Remi Konradus bersama kuasa hukumnya mendatangi Elias Djo sebagai bupati di kantornya untuk memberitahukan, bahwa lahan yang dijual Efraim Fao dengan surat perjanjian jual beli tertanggal 28 April 2008 itu adalah miliknya (Remi Konradus).
Namun, bupati Djo seolah tak menggubrisnya, malah ia menyerahkan lahan itu ke pihak DPRD Nagekeo, dan oleh pihak DPRD Nagekeo kemudian membangun gedung DPRD yang sampai sekarang gedung itu tidak bisa digunakan.
Karena itulah, pada 2009 silam, Remi Konradus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bajawa dengan nomor Perkara Perdata No. 2/Pdt.G/2009/PN. BJW.
Dalam gugatannya, penggugat menempatkan Efraim Fao sebagai tergugat I, Bupati Nagekeo Elias Djo sebagai tergugat II, dan Ketua DPRD Nagekeo waktu itu sebagai tergugat III.
Atas gugatan penggugat ini, majelis hakim PN Bajawa, pada 4 September 2009 dalam putusannya menerima gugatan penggugat dengan amar putusan (1) mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. (2) Menyatakan tanah yang terletak di Kelurahan Lape, seluas 1,5 ha adalah tanah milik penggugat yang diperoleh atas penyerahkan Ketua Lembaga Adat dan Ketua-ketua Suku dalam persekutuan Adat Lape.
Selanjutnya, majelis hakim mengatakan, ditarik masuk dan didudukannya Efraim Fao sebagai tergugat I, Pemerintah atau Bupati kabupaten Nagekeo sebagai tergugat II, Ketua DPRD Nagekeo sebagai tergugat III, adalah sah dan beralasan menurut hukum.
Menurut majelis hakim, perbuatan Efraim Fao menyerahkan tanah milik penggugat seluruhnya maupun sebagiannya kepada tergugat II pada 28 April 2008 adalah benar-benar perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, perbuatan tergugat II (bupati Nagekeo) menerima penyerahan tanah milik penggugat dari tergugat I (Efraim Fao) adalah benar -benar perbuatan melawan hukum pula.
Karena perbuatan perbuatan tergugat I dan II tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, maka perbuatan tergugat III yang membangun gedung DPRD Nagekeo atau membangun apa saja di atas tanah tersebut adalah benar-benar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya ditegaskan, surat penyerahan tanah antara tergugat I sebagai penyerah dan bupati Nagekeo (sebagai penerima) pada 28 April 2008 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kedua, pihak tergugat tidak menerima putusan PN Bajawa tersebut. Karena itu para tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, dengan nomor perkara 21/ PDT/2010.
Pada 12 Juli 2010 lalu, PT Kupang memutus perkara tersebut dan menolak permohonan banding para tergugat.
Ketiga, para tergugat tidak menerima putusan banding tersebut. Karena itu, selanjutnya para tergugat mengajukan kasasi dengan nomor perkara kasasi 1302 K/PDT/2011.
Pada 6 Desember 2011, majelis kasasi memutus perkara itu dengan amar putusan menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi.
Keempat, selanjutnya para terggugat mengajukan PK, namun PK mereka juga ditolak.
Diduga ada dua kerugian negara dalam kasus tersebut, yaitu pertama, Pemkab Nagekeo mengeluarkan uang untuk membeli lahan tersebut sebesar Rp 350 juta untuk lahan seluas 1,5 hektare itu.
Kedua, DPRD Nagekeo membangun gedung DPRD dengan menelan biaya Rp. 10,3 miliar, namun sampai saat ini tidak bisa digunakan berdasarkan audit BPK.
Inti persoalan yang menyebabkan sengketa tersebut tidak pernah terselesaikan adalah sikap Pemda yang kokoh merujuk pada pernyataan Bupati Nagekeo, Elias Djo yang selalu mengatakan bahwa sesuai perhitungan dari lembaga apraisal, harga yang layak untuk tanah di Gedung DPRD Nagekeo senilai Rp 2,5 miliar. Namun pihak penggugat, kata Elias, menuntut Rp 20 miliar. (Silvia)**