‘Keo’ di Flores Tengah-Selatan, dan ‘Keo’ di Kamboja, Vietnam dan Hawai, Berhubungan?

redaksi - Selasa, 16 Juli 2024 11:25
‘Keo’ di Flores Tengah-Selatan, dan ‘Keo’ di Kamboja, Vietnam dan Hawai, Berhubungan?Dari kiri ke kanan: Orang Kamboja, Vietnam, Flores-tengah selata,n Hawai dan Maori. Semua mereka mengenal kosa kata 'Keo'. (sumber: Istimewa)

KEO, kosa kata yang dipakai untuk menyebut sebuah kelompok etnis (juga individu)  yang menghuni kawasan sekitar lereng Gunung Ebulobo bagian selatan,  wilayah Boawae, Mauponggo, Gunung Koto  dan Kedi Diru Mali, hingga ke wilayah bagian timur Nangaroro. Dalam bahasa lokal, kelompok etnis ini disebut ‘Ata Keo’ (orang Keo).

Ata Keo memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok etnis Nage dan Orang Mbay yang berada di sebelah utaranya dan orang Toto-Ute dan orang Ende-Lio di sebelah timurnya.

Ironinya, sebagai bagian dari kelompok etnis ini, penulis belum pernah menemukan ada keterangan lisan ataupun tertulis  mengenai makna kata ‘Keo’. Artinya,  sampai sekarang, tak ada yang mengetahui secara pasti dari mana asal usul kelompok etnik Keo dan apa makna nama Keo itu.

Ada ‘Keo’ di Kamboja, Vietnam, Hawai, dan Selandia Baru

Tak disangka-sangka, kata atau nama ‘Keo’ juga terdapat di masyarakat Kamboja, Vietnam, Hawai, dan Selandia Baru.

Dalam masyarakat Kamboja yang berbahasa Khmer, istilah ‘Keo’ dipakai sebagai gelar. ‘Keo’ adalah kata bahasa Khmer yang berarti "permata," "kristal," atau "kaca" yang indah menawan. 

Selain itu, Keo juga adalah nama tempat. Russey Keo , adalah sebuah distrik ( khan ) di Phnom Penh , Kamboja . Distrik ini terdiri dari pinggiran utara dan timur laut kota utama Phnom Penh, membentang dari Khan Sen Sok di barat hingga Sungai Tonlé Sap di timur. Pada tahun 2019, ini adalah distrik terpadat di Phnom Penh.

Ada dua kemunculan Russey Keo dalam Kronik Kerajaan Kamboja . Kejadian pertama terjadi dalam kisah raja legendaris Baksei Chamkrong ; Baksey Chamkrong melarikan diri dari Angkor dan mencari perlindungan di Phnom Baset, barat daya Oudong , sebelum melarikan diri ke pulau Russey Keo di mana dia dikelilingi oleh lawan-lawannya.

Kemunculan kedua Russey Keo menyebut kawasan ini sebagai pemukiman Buddhagosa , yang mendarat di Russey Keo setelah badai mengganggu perjalanannya berlayar dari Langka ke Laos

Selama perjalanan inilah Budhagosa bepergian dengan membawa berbagai harta karun, "permata api suci", seperti beberapa teks suci kanon Pali Ounalom , sinofris atau alis Buddha , yang memberi nama pada dua pagoda lokal Wat Ounalom dan Wat Langka. .

Raja Khmer Batum Soryavong kemudian datang membantu pemukiman ini, dan mengundang biksu tersebut untuk menetap di Angkor dengan patung Buddha Zamrud.

Pada abad ke-17, Russey Keo adalah tempat para pedagang Belanda mendirikan pemukiman yang bernama Hoaland. 

Para misionaris Katolik mendirikan paroki pertama mereka yang disebut Gereja Katolik Saint Joseph melalui hadiah tanah dari Raja Norodom pada tahun 1867.  Distrik Russey Keo, segera menjadi tempat berkumpulnya penganut Annam dari semua aliran agama, rumah dari katedral Phnom Penh dan banyak lagi pagoda. 

‘Keo’ juga dikenal oleh masyakarat Vietnam. Orang Vietnam menggunakan kata ‘Keo’ untuk menyebut spesies akasia manis. Nama Vietnam untuk tanaman ini adalah Cây Keo Bạc, di mana ‘Keo’ berarti "lem".

Sementara itu, dalam bahasa Hawai di wilayah Lautan Pasifik, ‘Keo’ adalah kata bentukan yang diadoosi dari Bahasa Ibrani ‘Joe’, yang berarti "Tuhan akan menambah" atau "semoga Dia menambahkan." 

‘Keo’ juga bisa berasal dari kata asli Bahasa Hawai yang berarti "jawaban" atau "kelanjutan."

MasyarakatSuku Maori, ras asli Polinesia yang berdiam di Selandia Baru mengenal kosa kata ‘Keo’ juga.  

Dalam kamus Bahasa Maori, ‘Keo’ sebagai kata kerja berarti menjerit (seperti burung). Contoh: Ka tata rāua ki te uru paina, ka tiripou iho ngā makipai me te keo haere. (Saat mereka mendekati rumpun pohon pinus,  mereka melihat burung murai itu menukik ke bawah sambil menjerit-jerit).

Sebagai kata benda, ‘Keo’ berarti puncak, puncak yang runcing, sasaran. “Me uaua kē ka piki ake te tangata ki runga i te keo o tērā maunga” ( Hanya dengan susah payah seseorang dapat mendaki ke puncak gunung yang tajam itu.)

Kata ‘Keo’ juga bermakna ‘es, dingin membeku’. “Kia ao ake te rā, he tio, he keo, he hauhunga” (Biarkan hari dimulai dengan dingin yang membekukan,)

Mungkinkah ‘mereka’ berhubungan?

Penggunaan istilah ‘Keo’ di berbagai wilayah Asia Pasific (Kamboja, Vietnam, Flores dan Hawai, dan Selandian Baru) menimbulkan dugaan bahwa masyarakat di empat wilayah tersebut saling berhubungan.

Tentu saja dugaan tersebut cukup beralasan karena keempat wilayah tersebut berada dalam rantai jalur migrasi Bangsa Austronesia atau suku-suku penutur bahasa Austronesia pada masa  sekitar tahun 3000-2000 SM.  (Bdk. Blust, Robert A. (1999). )

Sementara itu, lewat metode ‘Jaringan Penamaan’ pada tahun 2021, Dr. Pablo Mateos  dari UCL's Department of Geography,  Auckland-Selandia baru,  mengungkapkan bahwa ‘nama’ individu dan etnik grup terhubung dalam jaringan global yang berbeda dari komunitas budaya, etnis, dan bahasa.

Metode ini, kata Mateos  telah digunakan oleh ilmuwan sosial dan peneliti kesehatan yang menyelidiki migrasi, identitas, dan integrasi.

Menurut Mateos, setelah mempelajari nama 118 juta orang, dari 17 negara yang berbeda, timnya dapat mengungkap untuk pertama kalinya keberadaan 'jaringan penamaan' global dari nama yang saling terkait, yang memberikan representasi berharga dari struktur populasi budaya, etnis, dan bahasa di seluruh dunia.

Yang menarik, ketika dipadupadankan maka istilah ‘Keo’ yang digunakan, baik di Flores-tengah selatan, Kamboja, Vietnam, maupun di Hawai mengandung makna  universal berkaitan dengan ‘alam-bumi,  kehidupan bersama, dan iman pada Tuhan’. 

Benarkah demikian? Entahlah! Kita tunggu saja hasil penelitian lebih lanjut!(map).

Editor: redaksi

RELATED NEWS