Lembaga Kajian Ekonomi INDEF: Indonesia Masih Hadapi Persoalan Kemiskinan Anak

redaksi - Rabu, 07 Februari 2024 08:09
Lembaga Kajian Ekonomi INDEF: Indonesia Masih Hadapi Persoalan Kemiskinan Anak Potret anak-anak dari keluarga miskin di salah satu desa di Indonesia (sumber: Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com) - Lembaga Kajian Ekonomi INDEF mengingatkan para Capres Pemilu 2024, untuk lebih memperhatikan kesejahteraan anak-anak Indonesia jika terpilih nanti. 

Karena saat ini, Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan anak, mulai dari kemiskinan, tengkes (stunting) hingga masalah pendidikan.

“Saat ini populasi anak sebanyak 79 juta jiwa, kemiskinan anak memang menurun.Tapi tingkat kematian saat melahirkan belum mencapai target SDGs (Sustainable Development Goals) yang angkanya 70, karena kita masih di angka 100,” kata Ekonom Senior INDEF Aviliani dalam acara dialog ‘Kebijakan Anak, Apa yang Terlupakan?’ di Jakarta, Selasa (6/2).

Tingkat kemiskinan anak, menurut Aviliani, sudah menurun dari 13,4 persen di tahun 2021 menjadi 12,7 persen di tahun 2022.  Namun 1 dari 8 anak Indonesia masih berada di garis kemiskinan.

Untuk tengkes, menurun dari 21,6 persen di tahun 2022 menjadi 17,8 persen di tahun 2023. Tahun 2024 Indonesia menargetkan penurunan tengkes 14 persen, untuk itu perlu penurunan tengkes 3,8 persen di tahun ini.

“Kita masih perlu terus menyosialisasikan bagaimana mencegah tengkes. Karena kasus tengkes bukan hanya terjadi di keluarga miskin, tapi juga keluarga menengah,” ujar Aviliani.

Dari aspek pendidikan, Aviliani menilai perlunya pemerintah memberikan perhatian pada pendidikan usia dini. Bukan sekedar memberikan pendidikan gratis, tapi juga mengutamakan kualitas pendidikannya.

“Kesehatan berupa perbaikan nutrisi bagi anak-anak dan pendidikan, adalah modal untuk memutus kemiskinan. Dan kesehatan serta pendidikan harus dimulai sejak usia dini, agar ketika dewasa bisa mandiri dan tidak menjadi beban negara,” ucap Aviliani.

Ekonom senior itu mengusulkan agar anggaran kesehatan maupun pendidikan, bisa sebagian dialihkan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan anak-anak. Anggaran kesehatan, misalnya jangan hanya untuk membayar klaim BPJS dan anggaran pendidikan jangan hanya untuk membangun infrastrukturnya saja. 

Dua pekan lalu (Senin, 22/1), Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalale menyebut bahwa secara  keseluruhan jumlah penduduk miskin di NTT 1,14 juta orang di Tahun 2023.

"Tingkat kemiskinan ekstrem 3.34 persen," ujar dia.

Menurut dia penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting butuh kerja sama semua sektor, dan menangani itu perlu strategi khusus mengatasi kemiskinan ekstrem. (San/SP). ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS