Mengenang 11 Korban Kebiadaban G30S PKI

redaksi - Senin, 30 September 2024 10:40
Mengenang 11 Korban Kebiadaban G30S PKI Ade Irman Nasution (kedua dari kiri) salah satu korban kebiadaban G30S PKI (sumber: Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com) - Hari ini bangsa Indonesia mengenang kekejian G30S PKI atau Gerakan 30 September. G30S PKI adalah peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terjadi pada 30 September 1963 malam.

Siapa saja yang menjadi korban kebiadaban G30S PKI?

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani lahir di Purworejo, 19 Juni 1922. Karier militernya dimulai dengan mengikuti Heiho, PETA, hingga ikut menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat. Ahmad Yani diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 1962.

Tahun 1965, Ahmad Yani dituduh ingin menjatuhkan Presiden Soekarno oleh PKI. Pada 1 Oktober 1965 ia diculik, dibunuh, dan jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya. Sang Jenderal dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

2. Letjen (Anumerta) Suprapto

Letjen (Anumerta) Suprapto lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920. Ia pernah tergabung dalam TKR di Purwokerto. Ia terlibat dalam pertempuran Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman. Suprapto merupakan pihak yang menentang pembentukan Angkatan Kelima oleh PKI. Ia dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

3. Letjen (Anumerta) S. Parman

Letjen (Anumerta) S. Parman lahir di Wonosobo, 4 Agustus 1918. Ia pernah tergabung sebagai Jawatan Kenpetai. S. Parman merupakan perwira intelejen berpengalaman yang mengetahui usaha-usaha pemberontakan dan pembentukan Angkatan Kelima. S. Parman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono (Mas Tirtodarmo Haryono)

Letjen (Anumerta) M.T. Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. Pasca kemerdekaan, Haryono tergabung dalam TKR. Ia bisa berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman sehingga ikut dalam perundingan RI dengan Belanda atau RI dengan Inggris pada masa itu. Pasca peristiwa G30S, Haryono dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

5. Mayjen (Anumerta) D.I. Panjaitan (Donald Ignatius Panjaitan)

Mayjen (Anumerta) D.I Panjaitan lahir di Tapanuli, 9 Juni 1925. Ia terlibat sebagai Pimpinan Perbekalan Perjuangan PDRI pada masa Agresi Militer Belanda II. Ia pernah bertugas di Jerman Barat dan Amerika Serikat. D.I. Panjaitan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Mayjen (Anumerta) Sutoyo lahir di Kebumen, 28 Agustus 1922. Pasca kemerdekaan ia bergabung dalam TKR bagian kepolisian. Mayjen Sutoyo tidak setuju dengan rencana pembentukan Angkatan Kelima oleh PKI. Ia ikut terbunuh pada peristiwa G30S dan dimakamkan di Taman Makam Kalibata.

7. Brigjen (Anumerta) Katamso

Brigjen (Anumerta) Katamso lahir di Sragen, 5 Februari 1923. Ia ikut pendidikan militer di masa Jepang. Katamso juga tergabung dalam PETA. Pada 1958 ia Komandan Batalyon "A" Komando Operasi 17 Agustus di Sumatra Barat.

Katamso menjadi korban peristiwa G30S ketika menjadi jabatan Komandan Resort Militer (Korem 072 Komando Daerah M ii it er VII Diponegoro di Yogyakarta). Ia diculik lalu dibunuh. Jenazah Katamso ditemukan 22 Oktober 1965 dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

8. Kolonel (Anumerta) Sugiyono

Kolonel (Anumerta) Sugiyono lahir di Gunungkidul, 12 Agustus 1926. Ia pernah tergabung dalam PETA dan TKR Yogyakarta. Sugiyono juga terlibat dalarn Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.Ia juga ikut menumpas pemberontakan Andi Azis di Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 Letkol Sugiyono ditangkap di Markas Korem 072 Yogyakarta yang telah dikuasai gerombolan PKI. la dibunuh di daerah Kentungan. Jenazahnya baru ditemukan pada 22 Oktober 1965. Sugiyono dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

9. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Kapten (Anumerta) Pierre Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Ia merupakan ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Pada 1 Oktober 1965, dinihari gerombolan pemberontak PKI mengepung rumah Jenderal AH. Nasution. Pierre Tendean ditangkap dan dibunuh, sementara Jenderal Nasution selamat. Jenazah Pierre dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

10. A.I.P. II (Anumerta) K. S. Tubun (Karel Satsuit Tubun)

A.I.P. II (Anumerta) K. S. Tubun lahir di Tual. Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. Ia pernah bertugas menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat. Pada peristiwa G30S, Satsuit Tubun sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena. Satsuit Tubun melawan tetapi gugur setelah tubuhnya ditembak. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

11. Ade Irma Nasution

 Ade Irma Suryani Nasution, merupakan putri bungsu dari pasangan Jenderal A.H. Nasution dan Johanna Sunarti.

Ia lahir pada 19 Februari 1960. Kemudian, meninggal pada 1 Oktober 1965.

Saat peristiwa itu berlangsung, Ade Irma masih berusia 5 tahun. Ia memiliki seorang kakak bernama Hendrianti Saharah Nasution, yang menjadi kunci saksi hidup kejamnya pasukan PKI tersebut 

Kisah Ade di malam kelam itu, dilansir dari Buku Dendam & Cinta Keluarga Marxis karya Edy van Kelingyang.  Kejadian bermula pada pukul 04:00 WIB dini hari pada 1 Oktober 1965.

Di malam yang hening, empat truk dan dua mobil Militer menyerbu kediaman resmi Jenderal A.H Nasution.  Untungnya, sang Jenderal berhasil menyelamatkan diri dari penculikan dan pembunuhan. 

Hal tersebut terjadi, karena ia dipaksa kabur oleh istrinya, Johanna Sunarti. Alih-alih menembak sang Jenderal, timah panas tersebut meleset dan melukai punggung Ade Irma Suryani. 

Ada tiga peluru yang bersarang dipunggungnya. Tepatnya, saat dirinya sedang digendong oleh sang bibi, Mardiah. 

Tanpa banyak buang waktu, Ade Irma segera djlarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Gatot Subroto. Luka tembakan dialami Ade Irma saat itu tidak kunjung membaik, saat dirawat lima hari di RSPAD Gatot Subroto. 

Dalam masa-masa kritisnya, Ade Irma sempat terbangun sambil menguatkan orang-orang yang mencintainya. Ia dioperasi sebanyak tiga kali untuk mengangkat dan membersihkan sisa peluru yang masih tertinggal di tubuhnya. 

Operasi yang memerlukan keahlian khusus tersebut ditangani oleh seorang dokter militer yang bernama Brigjen Dr. Arie Sadhewo. Ade Irma yang masih terlulai lemas pada saat itu, masih berupaya memikirkan kondisi kedua orang tua dan kakak tersayangnya. 

Detik-detik Akhir Hayat Ade Irma

Saat terbaring lemas di rumah sakit, Ade Irma sempat mengatakan sepenggal kalimat kepada sang kakak. "Kakak jangan menangis, Ade sehat," katanya lirih. 

Selang berapa waktu kemudian, Ade Irma bertanya kepada ibunya dan berkata. "Kenapa Papa mau dibunuh, Mama," ucapnya, dengan nada sendu. 

Kemudian, sekitar pukul 20.00 WIB pada 6 Oktober 1965. Ade Irma Suryani Nasution akhirnya wafat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.***

RELATED NEWS