OPINI: Menolak Demokrasi di Bawah Ketek Partai

redaksi - Sabtu, 10 Juni 2023 07:09
OPINI: Menolak Demokrasi di Bawah Ketek PartaiDion Pare (sumber: Dokpri)

Oleh: Dion Pare

HARI- HARI  ini seluruh negeri sedang menunggu keputusan Sidang di Mahkamah Konstitusi menyangkut sistem proporsional terbuka. Dengan sistem ini, calon terpilih ditentukan oleh banyak suara yang berhasil diperoleh dalam pemilihan umum.

Partai-partai politik berbeda pandangan tentang isu ini. Partai PDI Perjuangan menghendaki sistem prosporsional tertutup, sama dengan niat gugatan ini, sementara delapan partai lainnya menginginkan sistem proporsional terbuka.

Para pemohon mengajukan dalil bahwa sistem pemilu proporisional berbasis suara terbanyak tidak sejalan dengan semangat UUD 1945. Pertama, caleg itu tidak memiliki ikatan ideologis dan struktur dengan partai politik dan bersikap pramatis saja dengan modal popularitas (dan juga mungkin uang). 

Kedua, tidak memiliki pengalaman mengelola partai. Ketiga, setelah terpilih, anggota itu bersikap dan berperilaku seolah-olah bukan mewakili partai politik namun diri sendiri. 

Oleh karena itu, para pemohon meminta MK untuk mengembalikan kewenangan untuk menetapkan siapa yang menduduki kursi DPR/DPRD kepada otoritas kepartaian. 

Pemeriksaan atas gugatan ini sudah berlangsung sejak November tahun lalu dan bersamaan dengan itu, isu-isu berseliweran di masyarakat. 

Ada yang mengatakan bahwa MK akan mengabulkan permohonan penggugat, tetapi baru diberlakukan pada tahun 2029. Ada yang mengatakan, keputusan itu akan diberlakukan tahun 2024. 

Belum lama ini, Denny Indrayana menebar isu bahwa berdasarkan informasi yang bisa dipercaya, MK akan mengabulkan permohonan penggugat untuk memberlakukan sistem proporsional terbuka. Bersamaan dengan itu, ia mendorong penggalangan politik untuk melakukan impeachment terhadap presiden. 

Terlepas dari isu yang tidak jelas juntrungannya, argumen para penggugat tidak masuk akal menurut kacamata demokrasi. Sistem proporsional terbuka harus dibela dan dipertahankan. Mengapa?

Fungsi Instrumental dari Partai

Betul bahwa UUD pasal 22-E ayat 3 menyebut bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Apa kedudukan partai politik di sini? 

Di sIni ada ruang tafsir. Apakah ayat itu menegaskan kewenangan absolut pada partai untuk menetapkan hasil akhir atau kewenangan instrumental saja. 

Yaitu kewenangan untuk memproses atau mendaftarkan orang-orang saja yang hendak dan layak menjadi anggota legislatif pada berbagai level itu? Daftar itu kemudian ditawarkan ke masyarakat untuk didukung (approved). 

Pertanyaan ini dijawab oleh ayat ke-6 yang menetapkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan umum ditetapkan dengan undang-undang. 

Undang-undang No. 7 tahun 2017 menetapkan sistem proporsional terbuka. 
Dalam perspektif demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat (UUD 45 pasal 1 ayat 2). 

Pelaksanaannya dijalankan menurut undang-undang. Rakyat menentukan siapa yang akan mengantur kehidupan bernegara melalui badan-badan legislatif dan eksekutif. 

Di mana peran partai? 

Mengikuti definisi Sigmund Neumann, (Budiardjo, 2013:404) partai politik adalah organisasi orang-orang politik yang berusaha untuk mengambil alih kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat  melalui persaingan satu golongan dengan golongan lain yang menawarkan pandangan yang berbeda. 

Dalam hal ini, partai politik merupakan kumpulan orang-orang politik yang memiliki kesamaan tertentu: ideologi, tujuan, rencana tertentu, yang dibedakan dari kelompok politik lainnya. Kelompok-kelompok politik itu berkompetisi, melalui pemilihan umum, untuk mendapatkan approval dari warga negara agar mereka diberi kesempatan untuk mengatur negara. 

Atas dasar definisi  ini, partai politik merupakan alat atau instrumen untuk melakukan agregasi kepentingan masyarakat. Kepentingan-kepentingan itu diwakilkan kepada orang-orang yang akan duduk di parlemen atau eksekutif. 

Karena perannya sebagai instrumen untuk mengagregasi kepentingan, yang disuarakan oleh para anggotanya, partai akhirnya bersifat administratif. Seseorang tergabung di partai A ketika ia melihat bahwa partai itu menampung kepentingan dan ideologinya. 

Yang berperan tetaplah orang-orang yang akan menyampaikan aspirasi pemilihnya. Peran partai adalah mengadministrasikan aspirasi, wakil-wakilnya untuk berbagai keperluan. Karena suara pemilih diwakilkan kepada calon anggota yang dipilihnya, partai tidak diberi kewenangan untuk mengambil suara itu dan diserahkan kepada wakil yang lain. 

Sistem proporsional terbuka, pada satu pihak, mencegah partai menjalankan kewenangan mutlak yang berimplikasi diabaikannya suara pemilih (proporsional tertutup), pada pihak lain juga, mencegah suara terbuang dari sistem majoritarian di mana the winner takes all. 

Apakah sistem proporsional terbuka menyebabkan mereka yang terpilih memiliki ideologi yang berbeda dari partai dan berkesan bukan anggota partai sehingga partai terkesan tidak bisa mengendalikan mereka? Jawaban atas persoalan ini sangat bergantung pada pemahaman tentang apa itu partai politik.

Partai politik kita lahir bukan dari suatu proses sebagaimana dimaksudkan dalam definisi Sigmund Neumann di atas. Partai politik kita lahir dari seorang tokoh yang kuat dan mengendalikan partai seperti sebuah perusahaan. Orang lain yang bergabung ke sana hampir serupa dengan indekos. 

Mereka sangat bergantung pada ketua partai. Ketua partai atau pengurus partai merasa terancam oleh orang-orang yang populer, yang bisa mengancam previlese mereka. Maka lahirlah kecemasan di atas.

Hal itu tidak perlu terjadi jika para petinggi partai tahu betul fungsi partai sebagai  agen rekrutmen, kaderisasi dan pembinaan ideologi. Mekanisme itulah yang mereka harus jalankan untuk mengatasi kecemasan di atas. Seorang calon anggota legislatif harus dipastikan telah menjalani proses itu melalui partai. 

Partai adalah satu-satunya pintu seseorang boleh menjadi anggota legislatif. Mereka harus mendaftar dan terdaftar di sana. Mereka harus pastikan bahwa anggota mereka tidak dipungut saja dari antah berantah, tanpa mengetahui latar belakang dan orientasi ideologi mereka.  

Hal-hal itu harus sudah dilakukan oleh partai sebelum seseorang didaftarkan menjadi calon anggota. Mereka yang terdaftar harus sudah lolos dari saringan ideologi dan cara kerja partai. 

Jika tidak, mereka tidak boleh mendaftarkan diri. Karena itu, tidak ada alasan bahwa partai tidak kenal anggota partainya dan partai mencurigai anggotanya bekerja berlawanan dengan institusi politik itu. 

Demokrasi tidak boleh diserahkan ke bawah ketiak partai politik. Dengan sistem proporsional terbuka, partai dicegah membajak suara rakyat untuk kepentingan para petingginya. 

Karena kedaulatan ada di tangan rakyat, partai harus menerima kenyataan bahwa rakyat menyalurkan aspirasi mereka kepada wakil yang mereka kehendaki, sesuai dengan hasil pemilihan umum. Jika perlu koreksi, lakukan pada proses demokrasi berikutnya.*

*Dion Pare, Almunus STFK Ledalero, peminat masalah sosial-politik. ***

RELATED NEWS