Pariwisata Manggarai Barat: Potensi dan Peluang Emas, serta Tantangan yang Perlu Diatasi

redaksi - Kamis, 19 Juni 2025 13:39
Pariwisata Manggarai Barat: Potensi  dan Peluang Emas, serta Tantangan yang Perlu DiatasiPanorama Kota Labuan Bajo, salah satu destinasi premium di Indonesia (sumber: Istimewa)

Oleh: Maria Leonora*

MANGGARAI Barat, sebuah kabupaten di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, menyimpan pesona luar biasa yang menjadikannya salah satu destinasi pariwisata unggulan Indonesia. 

Wilayah ini bukan hanya rumah bagi Taman Nasional Komodo yang terkenal di dunia, tetapi juga menawarkan keindahan pulau-pulau eksotis, pantai-pantai perawan, air terjun alami, serta kekayaan budaya yang unik. 

Namun, di balik potensi besar itu, terdapat tantangan serius yang harus diatasi agar pariwisata di Manggarai Barat berkembang secara berkelanjutan dan inklusif.

Potensi Alam dan Keunikan Ekosistem

Tidak dapat dipungkiri bahwa ikon utama Manggarai Barat adalah Taman Nasional Komodo (TNK), rumah bagi satwa purba Varanus komodoensis—komodo. 

Ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, TNK tidak hanya memiliki nilai konservasi yang tinggi, tetapi juga merupakan magnet utama bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Keunikan komodo sebagai hewan endemik membuat wisata edukasi dan ekowisata menjadi potensi andalan.

Di luar TNK, Manggarai Barat menyimpan puluhan pulau kecil dengan perairan jernih dan kekayaan biota laut yang luar biasa. 

Pulau Padar dengan lanskap berbukit yang dramatis, Pulau Kanawa dan Pulau Seraya yang cocok untuk snorkeling dan diving, hingga Pink Beach yang eksotis, semua menjadi daya tarik tak tertandingi. Bagi penggemar wisata bahari, wilayah ini adalah surga.

Tak hanya laut dan pulau, wilayah ini juga memiliki pesona darat berupa air terjun Cunca Rami dan Cunca Wulang yang menyuguhkan suasana hutan tropis dan jalur trekking yang menantang. Dengan keanekaragaman hayati dan geografi yang kaya, Manggarai Barat berpotensi menjadi destinasi wisata kelas dunia—jika dikelola dengan bijak.

Warisan Budaya dan Tradisi yang Unik

Selain kekayaan alam, tradisi dan budaya masyarakat Manggarai adalah aset yang tak ternilai. Kampung adat Wae Rebo, misalnya, telah menjadi simbol pelestarian arsitektur tradisional dan kearifan lokal. 

Rumah adat Mbaru Niang yang berbentuk kerucut, struktur sosial komunitas yang masih kuat, serta ritual adat yang dijalankan dengan khidmat menjadikan desa ini sebagai destinasi wisata budaya yang menginspirasi.

Selain Wae Rebo, terdapat pula kampung adat Todo dan Compang Ruteng yang memperkaya narasi budaya Manggarai Barat. Tradisi lisan, tarian caci, tenun ikat, hingga sistem pertanian tradisional menunjukkan bahwa pariwisata budaya di sini bukan sekadar tontonan, tetapi pengalaman hidup yang otentik.

Peningkatan Infrastruktur: Peluang dan Tantangan

Pemerintah telah berinvestasi besar dalam infrastruktur penunjang pariwisata, terutama di Labuan Bajo, ibu kota kabupaten Manggarai Barat. 

Bandara Komodo kini memiliki terminal baru yang modern dan mampu menampung lebih banyak wisatawan. Pelabuhan juga dikembangkan, akses jalan diperbaiki, dan fasilitas publik terus dibangun.

Namun, kemajuan infrastruktur ini belum merata. Banyak destinasi di pedalaman, seperti air terjun atau kampung adat di pegunungan, masih sulit dijangkau. 

Minimnya transportasi publik antar destinasi membuat wisatawan harus bergantung pada sewa kendaraan pribadi yang mahal. Di sisi lain, pengembangan infrastruktur yang terlalu agresif berisiko merusak ekosistem dan mengganggu masyarakat lokal jika tidak disertai kajian lingkungan yang matang.

Sumber Daya Manusia: Masih Perlu Peningkatan Kapasitas

Keberhasilan pariwisata sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM). Di Manggarai Barat, meskipun semangat masyarakat untuk terlibat dalam pariwisata cukup tinggi, masih banyak pelaku pariwisata lokal yang membutuhkan pelatihan dan pendampingan. 

Mulai dari pengelolaan homestay, pemandu wisata yang memahami bahasa asing, hingga keterampilan pelayanan dasar, semua masih menjadi tantangan.

Selain itu, sebagian masyarakat belum memahami konsep keberlanjutan dalam pariwisata. Beberapa destinasi mulai mengalami tekanan akibat overtourism, seperti pencemaran sampah plastik di pantai atau aktivitas wisata yang mengganggu satwa.

 Edukasi dan pemberdayaan masyarakat menjadi kunci penting agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi pelaku utama dalam pengelolaan pariwisata yang adil dan lestari.

Ancaman terhadap Ekosistem dan Keberlanjutan

Salah satu isu krusial dalam pengembangan pariwisata di Manggarai Barat adalah konflik antara konservasi dan komersialisasi. 

Taman Nasional Komodo yang awalnya bertujuan untuk konservasi kini semakin terdorong menjadi objek wisata massal. Pembangunan resort dan fasilitas pariwisata di dalam kawasan konservasi menimbulkan kekhawatiran tentang keberlangsungan habitat komodo.

Tak hanya itu, pariwisata laut seperti snorkeling dan diving yang tidak terkendali juga mengancam terumbu karang. 

Polusi dari kapal wisata dan pembangunan marina menjadi sumber kerusakan ekologis. Jika tidak ada pengaturan zonasi dan kontrol ketat, destinasi unggulan ini bisa mengalami kerusakan permanen.

Peran Masyarakat Lokal dalam Arah Pembangunan Pariwisata

Penting untuk menegaskan bahwa pariwisata bukan hanya tentang mendatangkan wisatawan, tetapi tentang menciptakan nilai tambah yang kembali ke masyarakat lokal. 

Peran serta masyarakat sebagai subjek, bukan objek, harus menjadi prinsip utama dalam setiap pembangunan pariwisata.

Penguatan kelembagaan desa wisata, koperasi, dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) menjadi strategi penting untuk memastikan bahwa keuntungan ekonomi dari sektor ini tidak hanya mengalir ke investor luar, tetapi juga mendongkrak kesejahteraan lokal. 

Di sisi lain, pemerintah daerah harus memastikan proses perencanaan pembangunan bersifat partisipatif dan transparan, bukan top-down semata.

Pariwisata dan Masa Depan Manggarai Barat

Melihat potensi besar dan tantangan yang kompleks, arah pembangunan pariwisata Manggarai Barat di masa depan harus dituntun oleh prinsip keberlanjutan, keadilan sosial, dan perlindungan budaya. 

Pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan lingkungan dan identitas lokal. Justru kekuatan pariwisata Manggarai Barat terletak pada keasliannya, bukan kemewahan buatan.

Langkah-langkah strategis seperti pembatasan kuota pengunjung di kawasan sensitif, penguatan peraturan zonasi, insentif untuk pelaku lokal, serta pengembangan ekowisata berbasis masyarakat harus diutamakan. 

Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi dengan akademisi, LSM, pelaku industri, dan tentu saja, masyarakat adat.

Penutup: Menjaga Keseimbangan antara Eksplorasi dan Konservasi

Pariwisata adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membawa harapan akan pertumbuhan ekonomi dan pengakuan global terhadap keindahan dan kekayaan budaya Manggarai Barat. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan bijak, ia dapat menjadi alat eksploitasi yang menghancurkan apa yang justru menjadi daya tarik utamanya.

Oleh karena itu, tantangan terbesar bukan terletak pada bagaimana menarik lebih banyak wisatawan, tetapi pada bagaimana membangun sistem pariwisata yang adil, lestari, dan memuliakan kearifan lokal. 

Hanya dengan cara itu, Manggarai Barat bisa menjadi contoh sukses dari model pariwisata berbasis komunitas dan konservasi—bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia.*

*Anggota redaksi Floresku.com, pernah menjadi peserta program studi Hospitality, Unika Atma Jaya, Jakarta. ***

RELATED NEWS