Pesan Inspiratif: Hukum Cinta Kasih Bukan Sekedar Ucapan Bibir Melainkan Terutama Tindakan Nyata
redaksi - Sabtu, 12 Juli 2025 17:29
Oleh: Pater Gregor Nule SVD
Musa dalam Ul 3:10-14 mengingatkan bangsa Israel akan betapa pentingnya Firman Tuhan di dalam hidup mereka. Maka mereka tidak pernah boleh melupakan Allah dan Firman-Nya.
Sebab Firman Allah itu sangat dekat pada bibir dan hati manusia. Firman Allah itu hendaknya didengarkan dengan teliti, direnungkan dan disemayamkan dalam hati serta diwujudkan lewat tindakan yang baik dan benar.
Inilah bukti ketaatan dan iman kepada Allah. Iman kepada Allah dan Sabda-Nya hanya bisa dibuktikan lewat kesetiaan mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah dalam hidup sehari-hari.
Sedangkan, perikop Injil Luk 10: 25-37 mengemukakan tentang hukum yang paling utama menurut Kitab Taurat dan para Nabi, yakni cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama.
Tetapi, Yesus ingin ingatkan para murid-Nya bahwa hukum cinta bukanlah aturan, norma dan ketaatan padanya. Bukan pula hafalan atau ucapan bibir secara luar biasa.
Hukum cinta kasih justeru berhubungan dengan cara hidup dan pola tingkah laku sehari-hari. Itulah sebabnya Yesus mewartakan hukum cinta kasih dengan perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati.
Imam dan Lewi menampilkan sosok orang beriman yang merasa puas karena setia mentaati perintah-perintah agama. Mereka tidak rela menajiskan diri dengan menyentuh korban perampokan. Mereka ingin menjaga kemurnian agamanya.
Sebaliknya, orang Samaria cepat tersentuh hatinya oleh belas kasihan ketika melihat korban perampokan yang tidak berdaya lagi dan hampir mati.
Ia langsung bertindak tanpa peduli terhadap aturan agama dan identitas korban. Baginya, yang paling utama adalah tindakan segera untuk menyelamatkannya.
Lebih daripada itu, ia memberikan perhatian penuh kepada si korban sampai melupakan diri dan kepentingannya. Ia merelakan keledai tunggangannya bagi si korban. Bahkan ia rela membayar seluruh biaya pengobatan dan pemulihannya.
Menurut Yesus, tindakan orang Samaria itu menunjukkan cinta yang sejati kepada sesama.
Ia sungguh merasakan penderitaan korban perampokan, dan karena itu, ia tidak segan-segan melakukan apa saja untuk menolongnya.
Inilah bukti pelaksanaan hukum cinta kasih yang sesungguhnya, yang cinta kepada Allah dan kepada sesama sebagaimana kepada diri sendiri.
Sebagai pengikut Yesus, kita diminta untuk meneladani orang Samaria yang baik hati.
Syarat untuk menjadi seorang pencinta sejati, yakni kita mesti punya hati dan rasa yang selalu tersentuh ketika melihat penderitaan dan kelemahan manusia.
Kita juga mesti berkorban dan dengan sukarela mau melayani dan menolong sesama, khususnya mereka yang lemah dan menderita.
Semua itu kita laksanakan bukan karena terpaksa atau untuk mencari pengakuan, pujian dan ucapan terima kasih. Kita mesti melaksanakannya supaya mereka baik dan selamat.
Kita lakukan semuanya semata-mata karema kasih kepada Allah dan kepada sesama, khususnya mereka yang berkebutuhan khusus.
Semoga Tuhan Yesus memberkati kita selalu!
Puncak Waringin, Labuhan Bajo, 12 Juli 2025 (Pesan Minggu, 13 Juli 2025). ***