Produksi Cabai Lokal Minim, Pasokan Cabai di Pasar Inpres Ruteng Sebagian Besar Datang dari Luar
redaksi - Jumat, 22 April 2022 08:03RUTENG (Floresku.com) - Usaha pertanian hortikultura jenis cabai di wilayah Kabupaten Manggarai masih terbatas. Produksinya pun masih minim sehingga pasokan cabai di Pasar Inpres Ruteng didominasi datang dari luar Manggarai, seperti dari Makasar, Sulawesi Selatan.
'Para pedagang cabai di Pasar Inpres Ruteng terpaksa membeli cabai yang didatangkan dari luar daerah karena petani lokal belum mampu memenuhi kebutuhan mereka, " demikian kata Eduardus Sahadun, seorang petani tanaman hortikultura asal Nterlango, Desa Poco Likang, Kecamatan Ruteng, ketika membagikan pengalamannya kepada Floresku.com usai mengantarkan cabai yang baru dipanennya kepada beberapa pedagang di Pasar Inpres Ruteng, pada Kamis 21April 2022.
- SENDAL SERIBU, Jumat dalam Oktaf Paskah, 22 April 2022
- Kemenparekraf-Ralali Group Tandatangani MoU untuk Kembangkan Sektor Parekraf
- Yovita Mariati, 'Kartini' Asal Kabupaten Sikka, Terima Penghargaan dari OASE KIM di Istana Negara
Ditemui di kediamannya, Eduardus Sahadun mengungkapkan bahwa produksi tanaman hortikultura jenis cabai di Kabupaten Manggarai hingga kini belum mencukupi permintaan dari sejumlah pedagang yang ada di Pasar Ruteng.
"Yang saya tanam ada tiga ribu pohon cabai. Namun, produksinya belum bisa memenuhi permintaan dari pedagang di Pasar Inpres Ruteng. Untuk memenuhi permintaan para pedagang, dibutuhkan paling sedikit 15 ribu pohon cabai," cetus Eduardus.
Lebih lanjut Eduardus mengatakan bahwa dampak dari minimnya tanaman hortikultura jenis cabai di Kabupaten Manggarai yakni cabai dari luar Manggarai seperti dari Makasar dengan mudah masuk dan menguasai pasar. Cabai dari Makasar itu bervariasi jenisnya, ada cabai keriting, ada pula cabai besar.
“Masuknya cabai dari luar bisa mengganggu harga cabai. Namun, itu bukan kesalahan para pedagang,”katanya.
Di sisi lain, para petani cabai di Manggarai juga juga tidak bisa melarang cabai dari luar untuk masuk ke Pasar Inpres Ruteng.
"Dalam kondisi demikian konsumen juga tidak beralasan untuk mengeluh soal harga yang cukup tinggi. Kecuali kalau para petani cabai Manggarai sendiri bisa menyiapkan stok cabai dalam jumlah yang banyak. Kalau stok cabai lokal banyak, 'kan tidak mungkin cabai dari luar bisa masuk," ungkapnya.
“Yang saya bawa ke pedagang di pasar Inpres Ruteng tadi itu cabai keriting dan cabai besar sebanyak 47 kg. Itu pun jumlahnya masih kurang dibandingkan permintaan dari pedagang. Sehingga para pedagang terpaksa membeli cabai dari luar Manggarai,”ungkapnya.
Biaya perawatan yang tdak sedikit
Menurut Eduardus, menjadi petani hortikultura jenis cabai punya potensi penghasilan yang cukup tinggi. Sebab belakangan ini harga cabai cukup bagus, Rp50 ribu per kilogram, dibandingkan sebelumnya yang berkisar antar Rp35 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram.
"Apalagi, dalam setahun, tanaman cabai dapat dipanen beberapa kali. Kuncinya ada di perawatan," kata Eduardus.
Namun, Eduardus menambahkan, minimnya produksi cabai di Manggarai sebetulnya bukan tanpa sebab. Hal itu juga terjadi karena para petani merasa berat hati untuk menembangkan tanaman holtikultura jenis cabai karena biaya perawatannya yang tidak sedikit.
"Berbeda dengan tanaman hortikultura yang lainnya, seperti buncis, tomat ataupun wortel. Tìdak perlu banyak modalnya. Sebaliknya untuk tanaman cabai, banyak biaya diperlukan seperti untuk membeli lem atau perangkap lalatnya," jelas Eduardus.
Meskipun demikian, Eduardus tidak menampik jika keuntungan yang didapat dari usaha menanam cabai itu jauh lebih besar daripada usaha menanam tanaman hortikultura jenis buncis atau tomat.
"Harganya yang sekarang saja sangat berbeda jauh sekali. Untuk buncis, harganyabhanya Rp 5 ribu per kg dari petani. Sedangkan harga cabai itu, Rp 50 ribu per kg. Itu 'kan perbedaan harganya jauh sekali," pungkas Eduardus. (Jivansi) ***