Proyek Geothermal Sensitif Secara Sosial, Mengapa?
redaksi - Kamis, 05 Juni 2025 10:16
SIANG HARI ini, Kamis, 5 Juni 2025, ribuan warga Nagekeo, khususnya umat Katolik dari 20 paroki di Kevikepan Mbay, Keuskupan Agung Ende, menggelar ‘unjuk rasa damai’ menolak proyek energi panas bumi (geothermal) yang akan dibangun di tiga titik wilayah Kabupaten Nagekeo. Tepatnya rencana pembagunan proyek geothermal di Marapokot di Kecamatan Aesesa, Pajoreja di Kecamatan Mauponggo, dan Rendu Teno di Kecamatan Aesesa Selatan.
Gerakan ini adalah salah satu bagian dari sikap resmi pimpinan gereja Katolik atau enam uskup Provinsi Gerejawi Ende yang terdiri dari satu Keuskupan Agung, yaitu Keuskupan Agung Ende, dan lima Keuskupan Sufragan yaitu Keuskupan Denpasar, Labuan Bajo, Ruteng, Maumere dan Larantuka.
Pimpinan dan umat provinsi gerejawi Ende menolak pembangunan proyek geotermal di Flores dan Lembata karena dianggap tidak dilakukan dengan prosedur transparan dan akuntabel serta bertanggung jawa sehingga merusak ekosistem dan mengganggu kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
BEBERAPA PEMAHAMAN DASAR
Mengambil Energi Panas Bumi
Energi panas bumi, yang diambil dari panas internal Bumi, menghadirkan alternatif yang menarik untuk bahan bakar fosil. Energi ini merupakan sumber daya terbarukan, yang berarti energi ini dapat diisi ulang secara alami dan tidak akan habis seperti minyak atau batu bara.
Hal ini sangat berbeda dengan sumber energi tradisional yang berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (Geothermal) mengekstraksi panas dari reservoir uap atau air panas di bawah tanah.
Panas ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin, yang menghasilkan listrik. Proses ini dapat sangat efisien, dan di beberapa wilayah, pembangkit listrik tenaga panas bumi menyediakan pasokan daya beban dasar yang andal – yang berarti pembangkit listrik ini dapat beroperasi terus-menerus, tidak seperti tenaga surya atau angin, yang bergantung pada kondisi cuaca.
Jurnal Geothermal Energy edisi 12 Mei 2024 menyebutkan, hingga Desember 2022, kapasitas terpasang panas bumi yang paling mungkin di dunia berjumlah 16.318 MW, tersebar di 32 negara dan sekitar 198 lapangan panas bumi yang beroperasi.
Itu merupakan sebagian kecil (0,16%) dari kapasitas listrik terpasang di seluruh dunia pada tanggal yang sama, yaitu 10.216.390 MW (OWD 2023).
Pembangkitan listrik panas bumi di lapangan dan negara-negara tersebut selama tahun 2021 berjumlah 96.552 GWh, mewakili 0,34% dari pembangkitan listrik dunia, dan 0,87% dari energi bersih yang dihasilkan di dunia.
Dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil, fasilitas panas bumi melepaskan gas rumah kaca yang sangat sedikit.
Meskipun beberapa emisi memang terjadi, emisi tersebut jauh lebih rendah dan sering kali terdiri dari gas yang terjadi secara alami dari kerak Bumi, bukan produk sampingan pembakaran.
Hal ini menjadikan panas bumi sebagai pilihan energi yang lebih bersih, membantu dalam memerangi polusi udara dan pemanasan global.
Kepekaan sosial energi panas bumi berasal dari beberapa faktor utama, yang membuat penerapannya rumit dan memerlukan pertimbangan yang cermat mencakup isu lingkungan, dampak potensial pada masyarakat setempat, dan distribusi manfaat dan beban yang adil.
Pentingnya Persepsi Publik
Persepsi publik sangat penting untuk setiap proyek energi berskala besar, dan pengembangan panas bumi tidak terkecuali.
Ketika masyarakat merasa bahwa kekhawatiran mereka didengar dan ditangani, dan ketika mereka secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, proyek kemungkinan besar akan berjalan lancar.
Kurangnya transparansi, konsultasi yang tidak memadai, atau pemaksaan yang dirasakan dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan pertentangan.
Pengembangan panas bumi dapat menghadapi pertentangan karena dampak yang dirasakan atau nyata terhadap lingkungan.
Pada ummnya penentangan muncul dari kekhawatiran atas penggunaan lahan, sumber daya air, seismisitas yang ditimbulkan, dan polusi visual atau suara yang terkait dengan pengeboran dan operasi pabrik.
Pengeboran gas bumi yang gagal, seperti kegagalan dalam menemukan cadangan gas yang ekonomis, terbukti menimbulkan dampak negatif yang luas.
Secara finansial, pengeboran gas bumi yang tidak berhasil dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bukan saja bagi perusahaan pengebor selaku pelaksana proyek, tetapi , kerugian keuangan negara yang membiayai proyek tersebut.
Dari aspek lingkungan, pengeboran gas bumi dapat menyebabkan masalah lingkungan seperti:
- Deforestasi dan Hilangnya Habitat: Proyek geothermal sering kali membutuhkan lahan yang luas untuk pengeboran dan infrastruktur, yang menyebabkan deforestasi dan hilangnya ekosistem yang berharga.
- Penipisan Air: Pembangkit geothermal dapat membutuhkan sejumlah besar air untuk pendinginan dan proses lainnya, yang berpotensi menguras sumber daya air tanah setempat dan memengaruhi praktik pertanian.
- Polusi Udara dan Air: Pembangkit listrik geothermal dapat melepaskan gas rumah kaca, dan pembuangan cairan geothermal dapat menyebabkan polusi air, yang memengaruhi kualitas sumber air.
- Penurunan Tanah dan Gempa Bumi: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proyek geothermal dapat menyebabkan penurunan tanah dan, dalam beberapa kasus, memicu gempa bumi.
- Hilangnya Keanekaragaman Hayati: Perusakan habitat dan perubahan ekosistem dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati endemik.
Secara sosial, pengeboran gas bumi juga dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan pekerja, seperti risiko ledakan, kebakaran, dan kecelakaan akibat kerusakan peralatan. Kecelakaan pengeboran dapat menyebabkan cedera dan kematian pekerja.
Secara lebih luas, pengeboran gas bumi yang gagal dapat menyebabkan ketidakpastian bagi masyarakat setempat.
Oleh karena proses yang sering dilakukan secara tidak transparan dan tidak akuntabel warga yang lahan perkampungannya atau, lahan kebun atau kawasan sumber mata airnya dialihkan menjadi area proyek geothermal, tidak mendapat jaminan yang pasti soal ganti rugi lahan, ke mana akan dipindahkan, dan bagaimana keberlanjutan mata pencahariannya.
Di daerah tertentu di mana lokasi proyek geothermal meliputi area pemakaman leluhur, kawasan sekola dan tempat ibada, proyek geothermal secara tidak langsung menjadi proyek pengrusakan kehidupan berbudaya dan spiritual warga lokal.
Singkatnya, dari perspektif sosial dan komunitas, proyek geothermal berpotensi menimbulkan masalah karena:
- Akuisisi dan Penggusuran Lahan: Proyek panas bumi sering kali memerlukan akuisisi lahan, yang dapat menyebabkan penggusuran masyarakat lokal dan hilangnya tanah leluhur.
- Kurangnya Transparansi dan Keterlibatan Masyarakat: Proyek yang tidak transparan atau tidak melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan pertentangan.
- Sengketa Hak Atas Tanah dan Hak Masyarakat Adat: Proyek panas bumi dapat memperburuk sengketa tanah yang ada dan menimbulkan kekhawatiran tentang hak-hak masyarakat adat.
- Hilangnya Mata Pencaharian: Proyek panas bumi dapat berdampak negatif terhadap ekonomi lokal, terutama bagi mereka yang bergantung pada pertanian atau perikanan.
Selain itu, proyek geothermal yang dibangun dengan proses yang tidak transaran dan tidak akuntabel menimbukan kekhawatiran ekonomi seperti:
- Biaya Ganti Rugi Lahan yang Tinggi: Kompensasi untuk akuisisi lahan dapat menjadi biaya yang signifikan untuk proyek panas bumi.
- Harga Listrik yang Tinggi: Proyek panas bumi dapat mahal untuk dikembangkan, dan harga listrik yang dihasilkan mungkin tidak kompetitif.
- Kurangnya Investasi: Biaya tinggi dan potensi risiko dapat membuat proyek panas bumi kurang menarik bagi investor.
- Korupsi, suap dan gratifikasi: Proyek panas melibatkan uang dalam jumla yang sangat besar. Proses penangangan , mulai dari studi kelayakan, tender, dan operasi proyek yang tidak transparan dan tidak akuntabel sangat berpotensi terjadinya aksi korupsi, suap dan gratifikasi. Potensi penyimpangan anggaran dalam proyek geothermal, seperti penarikan uang muka yang tidak sesuai dengan prosedur atau pemborosan anggaran. Dugaan suap dan gratifikasi terkait proses tender, pengurusan perizinan, dan penunjukan kontraktor. Praktik koruspsi juga terjadi pada tahap studi kelayakan bisnis dan studi banding yang diselenggarakan dalam rangka mempromosikan proyek geothermal dapat menjadi sarana untuk memberikan gratifikasi kepada pihak yang terkait.
Dampak dari korupsi, suap, dan gratifikasi menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Korupsi dapat menyebabkan penurunan kualitas proyek karena penggunaan anggaran yang tidak efisien dan penunjukan kontraktor yang tidak kompeten.
Dugaan korupsi dan suap dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan proyek-proyek pembangunan.

Bercermin pada Tragedi Lapindo
Contoh paling kasat mata, dari kesemrawutan dan kegagalan pengeboran gas bumi yang dilakukan PT Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur.
Selain menimbulkan kerugian uang perusahaan dan negara menyebabkan erupsi lumpur panas yang tidak bisa dihentikan hingga sekarang dan berdampak pada masyarakat sekitar.
Kegagalan pengeboran oleh PT Lapindo Brantas Inc. adalah sebuah ‘tragedi besar’ karena merenggut nyara 17 orang, menenggelam dan menghancurkan 2 desa, Siring dan Jatirejo sehingga kerugian harta benda mencapai Rp45 triliun.
Pada Oktober 2024 lalu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakuan audit atas masalah Lapindo. Hasil audit menunjukkan bahwa total utang Lapindo Brantas dan Minarak ke pemerintah sebesar Rp 2,23 triliun hingga 31 Desember 2020.
Rinciannya, jumlah itu berasal dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 201 miliar, dan denda keterlambatan pengembalian Rp 1,26 triliun.
Sementara itu, Lapindo Brantas baru membayar Rp 5 miliar. Utang dari dana talangan ini telah berlangsung pada 2015 dan mesti dibayarkan pada 2019. Namun, masalah ini masih menggelinding hingga sekarang. (Baca: Tempo.co, 25 Oktober 2024 | 15.44 WIB).
Keterlibatan Masyarakat Membantu, Mutlak Perlu
Proyek panas bumi yang sukses memprioritaskan keterlibatan masyarakat sejak dini dan berkelanjutan. Hal ini sering kali melibatkan:
• Pertemuan Masyarakat: Forum ini memberikan kesempatan bagi pengembang untuk menyajikan rencana proyek, menjawab pertanyaan, dan menerima umpan balik.
• Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL): AMDAL menyeluruh sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengurangi potensi dampak lingkungan. Transparansi dalam berbagi hasil AMDAL membangun kepercayaan.
• Perjanjian Pembagian Manfaat: Perjanjian ini memastikan bahwa masyarakat setempat menerima manfaat nyata dari proyek panas bumi, seperti pekerjaan, perbaikan infrastruktur, atau pembagian pendapatan.
Proses ini harus melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari penduduk setempat hingga kelompok lingkungan hidup dan masyarakat adat.
Kepekaan sosial proyek panas bumi juga terkait dengan isu keadilan lingkungan. Proyek harus dikembangkan dengan cara yang tidak membebani masyarakat terpinggirkan secara tidak proporsional dengan dampak lingkungan atau kesehatan yang negatif.
Proyek energi panas bumi peka secara sosial karena kombinasi pertimbangan lingkungan, dampak masyarakat, dan isu distribusi sumber daya yang adil.
Kepemilikan Sumber Daya Geothermal
Pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan mengendalikan sumber daya panas bumi merupakan pertimbangan sosial yang penting.
Di banyak negara, sumber daya panas bumi dimiliki oleh negara, sementara di negara lain, sumber daya tersebut mungkin dimiliki secara pribadi atau tunduk pada hak atas tanah adat. kepemilikan sumber daya sangat penting untuk memastikan pembangunan yang adil dan merata.
Pengembangan Energi mencakup proses mengekstraksi, mengubah, dan mendistribusikan energi untuk penggunaan manusia. menyentuh dinamika ekonomi dan politik di dalam suatu wilayah.
Akses terhadap energi, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi semuanya saling terkait. Memahami bagaimana elemen-elemen ini saling terkait sangat penting untuk menavigasi kompleksitas kepekaan sosial energi panas bumi. (Bersambung). *
Disadur oleh tim redaksi Floresku.com dari artikel: ‘Why Is Geothermal Energy Development Socially Sensitive?” yan dirilis energy.sustainability-directory.com. ***