Rekan Saksi Kasus Fredie Tan Mangkir Sidang, KOMPAK Indonesia Soroti Dugaan Pemaksaan Perkara

redaksi - Jumat, 25 Juli 2025 19:02
Rekan Saksi Kasus Fredie Tan Mangkir Sidang, KOMPAK Indonesia Soroti Dugaan Pemaksaan PerkaraSidan perkara sebagai peniup peluit yaitu Hendra Lie (HL) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (24/07/2025). (sumber: Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com)  – Sidang perkara dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE dengan terdakwa Hendra Lie (HL), peniup peluit (whistleblower) kasus dugaan korupsi Fredie Tan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (24/07). 

Namun, sidang yang teregister dengan nomor perkara 457/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Utr itu diwarnai absennya dua saksi yang seharusnya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Gabriel Goa, penggiat anti-korupsi dari KOMPAK Indonesia, menyayangkan ketidakhadiran saksi-saksi kunci, yakni Aliyoga Setiawan dan Kahar, yang adalah rekan Fredie Tan. Aliyoga Setiawan bahkan sudah dua kali mangkir dari panggilan sidang. “Sebagai warga negara yang baik, para saksi seharusnya hadir memberikan keterangan. Ketidakhadiran ini justru memperkuat dugaan bahwa perkara ini dipaksakan,” tegas Gabriel.

Kredibilitas Saksi Pelapor Dipertanyakan

Gabriel Goa juga menyoroti kesaksian Fredie Tan dalam sidang 17 Juli 2025 lalu, yang justru lebih banyak menjawab “tidak tahu” terkait substansi perkara. “Bagaimana mungkin seorang pelapor, di bawah sumpah, tidak memahami laporan yang dia buat sendiri? Hal ini patut dipertanyakan,” ujarnya.

Senada, Prof. Supardji Akmad, akademisi yang menyoroti perkara ini, menegaskan bahwa sebagai whistleblower, HL seharusnya dilindungi hukum. “Faktor non-hukum tidak boleh menodai proses persidangan. Profesionalisme dan integritas aparat hukum harus dijaga agar putusan benar-benar adil,” katanya.

Rudi S. Kamri Tegaskan Podcast Bukan Hoaks

Sidang Kamis ini juga menghadirkan Rudi S. Kamri, pemilik podcast Kanal Anak Bangsa, di mana HL pernah menjadi narasumber. Rudi menegaskan bahwa semua informasi yang disampaikan HL dalam podcast tersebut didukung oleh data dan dokumen valid. “Apa yang disampaikan HL bukan hoaks, sehingga pantas untuk ditayangkan,” ujar Rudi di persidangan.

Perkara ini bermula dari laporan HL kepada Ombudsman RI mengenai dugaan maladministrasi dalam tata kelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PT PJA) yang bekerja sama dengan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (PT WAIP), perusahaan milik Fredie Tan. Berdasarkan laporan HL, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) No.0173/LM/IV/2020/JKR pada 20 Mei 2020, yang meminta Gubernur DKI Jakarta dan direksi PT PJA untuk meninjau ulang kerja sama tersebut.

Jejak Maladministrasi dan Kerugian Publik

LAHP Ombudsman RI mengungkap adanya kewajiban pajak yang belum dipenuhi serta kerugian keuangan akibat kerja sama yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan BUMD. Karena tidak ada penyelesaian tuntas, HL kemudian menyampaikan keberatannya melalui podcast Rudi Kamri pada November 2022 dan Maret 2024.

Fredie Tan kemudian melaporkan HL ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE. Padahal, HL juga memaparkan rekomendasi Ombudsman RI tahun 2014 terkait kasus serupa di PD Pasar Jaya, di mana perusahaan milik Fredie Tan, PT Graha Agung Karya Utama, diduga merugikan ratusan pedagang di pasar HWI/Lindeteves, Jakarta Pusat.

Selain itu, HL menyebut bahwa Fredie Tan pernah berstatus tersangka dalam kasus korupsi pada 2014, namun dibebaskan tanpa alasan jelas oleh Kejaksaan Agung. HL juga mengungkap dugaan kerugian negara hingga belasan triliun rupiah akibat kerja sama Fredie Tan dengan PT Jakarta Propertindo, BUMD di bawah Pemprov DKI Jakarta.

Whistleblower Justru Diadili

HL sendiri merupakan korban dari kerja sama PT WAIP dan PT PJA terkait sewa gedung di kawasan Ancol. Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebelumnya telah memutuskan adanya perbuatan melawan hukum oleh perusahaan Fredie Tan. Putusan itu kini masih dalam tahap Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI.

“Whistleblower seharusnya dilindungi, bukan malah diadili,” tegas Gabriel Goa. Menurutnya, apa yang dilakukan HL selaku narasumber dalam podcast dilindungi oleh UU Pers, terutama prinsip perlindungan terhadap narasumber. “Jika HL dipidana, ini menjadi preseden buruk bagi era keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat dalam melawan korupsi,” lanjutnya.

Proses Hukum Dinilai Dipaksakan

Sejak penyelidikan hingga penyidikan di Bareskrim Polri, proses hukum terhadap HL menuai kritik. Prof. Hendri Subiakto, akademisi dari UNAIR sekaligus perancang UU ITE, menilai kasus ini sarat kejanggalan. “Ada tujuh Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), lima SPDP, dan empat kali bolak-balik berkas antara penyidik Bareskrim dengan jaksa penuntut. Ini jelas menyalahi kesepakatan Mahkumjakpol 2010,” ungkap Hendri.

HL melalui kuasa hukumnya juga telah melaporkan dugaan korupsi Fredie Tan ke berbagai lembaga, termasuk KPK, Komisi Kejaksaan, LPSK, Gubernur DKI Jakarta, Mendagri, dan Menkopolhukam. Sayangnya, justru HL yang kini menjadi terdakwa dalam kasus ITE.

Tuntutan Tegaknya Keadilan

KOMPAK Indonesia mendesak aparat hukum memprioritaskan pengusutan dugaan korupsi yang melibatkan Fredie Tan dan pejabat publik. “Kasus korupsi yang merugikan negara harus lebih dulu diselesaikan, bukan justru mengadili orang yang berani bersuara,” kata Gabriel Goa.

Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Publik kini menanti apakah penegakan hukum dapat berjalan objektif, atau justru menjadi preseden buruk bagi perlindungan whistleblower di Indonesia. (San). ***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS