Rencana Penutupan Pasar Wuring, Kebijakan yang Menindas Rakyat Kecil
redaksi - Jumat, 10 Oktober 2025 06:34
Oleh: Pater Vande Raring SVD*
BEBERAPA hari terakhir saya mendengar kabar tentang rencana penutupan Pasar Wuring, sebuah kebijakan yang muncul di tengah situasi ekonomi rakyat yang sedang lemah.
Bagi saya, keputusan seperti ini terasa tidak masuk akal dan menyakitkan bagi hati nurani. Pasar adalah nadi ekonomi rakyat kecil — menutupnya sama saja dengan memutus urat nadi kehidupan masyarakat.
Pertanyaan yang muncul sederhana: Mengapa tidak ada dialog dengan warga dan pelaku usaha terlebih dahulu?
Bukankah mereka ini masyarakat Sikka sendiri, yang setiap hari berjuang untuk hidup dan bahkan memberi kontribusi bagi daerah melalui pajak dan perputaran ekonomi?
Rakyat tidak boleh diperlakukan sesuka hati hanya karena kekuasaan.
Kekuasaan itu hadiah dari rakyat, dan setiap pemimpin yang dipilih dari rakyat dan oleh rakyat harus melayani rakyat, bukan sebaliknya — menindas rakyat.
- Pesan Inspiratif : Tidak Ada Sesuatu Pun yang Indah di Hadapan Hati yang Jahat
- Bacaan Liturgis, Jumat, 10 Oktobr 2025: Yesus Mengusir Setan
Kalau memang ada persoalan — entah soal tata kelola, kebersihan, atau administrasi — jalan keluarnya bukan dengan kekuasaan, melainkan dengan dialog.
Rakyat tidak bisa dipukul rata sebagai masalah. Mereka justru bagian dari solusi, jika diajak bicara secara manusiawi dan bermartabat.
Kekuasaan Bukan Kuasa untuk Menindas
Kita harus berani mengatakan: ‘Menutup pasar tanpa proses dialog adalah bentuk arogansi kekuasaan.’
Negara ini tidak boleh menjadi alat penindasan terhadap rakyat kecil.
Negara ada karena rakyat. Negara kuat karena rakyat percaya.
Bila rakyat kehilangan kepercayaan, negara pun kehilangan legitimasinya.
Saya mendengar bahwa di lokasi Pasar Wuring terdapat bangunan hasil program PNPM, yang dibangun dari uang rakyat.
Bila pasar ditutup, lalu apa rencana terhadap bangunan tersebut?
Apakah akan dibiarkan terbengkalai?
Apakah ini bukan bentuk pemborosan dan pengabaian terhadap jerih payah rakyat sendiri?
Kedaulatan Itu Milik Rakyat
Konstitusi kita menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Kekuasaan hanyalah mandat sementara, berlaku selama lima tahun — dan hanya bisa diperpanjang jika rakyat masih percaya.
Karena itu, janganlah kekuasaan digunakan untuk menindas atau menutup ruang hidup rakyat kecil.
Sebaliknya, gunakanlah kekuasaan untuk menyejahterakan rakyat, memberi rasa aman, dan memastikan setiap warga negara hidup dengan martabat.
Wakil Rakyat, Saatnya Bersikap
Saya ingin mengingatkan 35 wakil rakyat di DPRD Sikka:
Diam terhadap penderitaan rakyat adalah bentuk pengkhianatan terhadap sumpah jabatan.
Wakil rakyat seharusnya bersuara lantang membela rakyat, bukan diam menunggu badai lewat.
- BRI Buktikan Ketangguhan, Sabet Penghargaan Indeks Tempo-IDN Financials 52
- Orang Tua Siswa SDN Nebe Laporkan Dugaan Penyelewengan Dana PIP ke Polres Sikka
Karena bila keadilan mati di tengah pasar rakyat, maka percayalah — rakyat akan belajar bersuara sendiri
Penutup
Rencana penutupan Pasar Wuring bukan sekadar soal ekonomi,
melainkan ujian moral dan kemanusiaan.
Apakah negara akan hadir sebagai sahabat rakyat atau sebagai penguasa yang menindas?
Semoga nurani para pemegang kuasa masih hidup.
Sebab tanpa nurani, kekuasaan hanyalah kesia-siaan.
Dan tanpa rakyat, tidak akan ada negara.
Tentang Penulis: Pater Vande Raring adalah Pastor dan Pemerhati Sosial Kemasyarakatan di Kabupaten Sikka. Saat ini bekerja di Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (JPIC) Serikat Sabda Allah (SVD).