Renungan Katolik, Senin, 29 Maret 2021: "Sinite illam ut diem sepultùrae meae servet illud" - Yoh 12:7
redaksi - Minggu, 28 Maret 2021 21:59Oleh: P. Kons Beo, SVD
(Pekan Suci - St Berthold, St Yonah dan Berikjesu)
Bacaan I Yesaya 42:1-7
Mazmur 27:1.2.3.13-14.
Injil Yohanes 12:1-11
Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku
BANYAK cara untuk hormati yang telah wafat. Berdoa dan melayat sering dilakukan. Ada doa penuh harap. Agar yang telah kembali itu menikmati kebahagiaan abadi. Tak lupa agar kita dapat mengambil duka keluarga sebagai satu partisipasi penuh rasa. Bahwa, tak hanya keluarga, tetapi kita semua sebagai keluarga besar sama-sama merasa kehilangan.
YANG wafat telah mempertemukan kita sekalian. Di situ, kita merayakan terhentinya dia dari kefanaan. Namun serentak kita juga merayakan perjalanannya ke hidup abadi. Benarlah, dalam hidup ini dan selagi masih hidup, kita punya banyak kesempatan untuk merayakan berbagai kisah kehidupan.
NAMUN, saat kematian, ketika pemakaman, hidup kita berubah dan segera masuk dalam lingkaran ingatan, kenangan, yang dikemas dalam berbagai kisah. Dalam kematian dan pemakamkan, kita dipestakan dan segala yang indah punya kita diceritakan. Tentu benar, bahwa saat kita mengikuti satu upacara pemakaman, kita sebenarnya tengah merayakan kematian diri kita sendiri. Tak cuma hanya berbagi duka.
YESUS segera ingat akan kematianNya. Ia masuk dalam perayaan kematianNya sendiri, saat Maria, wanita itu, meminyaki kakiNya dengan narwastu murni. Minyak penuh wewangian yang sungguh berkelas (Yoh 12:3). Kematian Yesus adalah kematian agung. Kematian mulia sebagai Raja yang yang berdaya tebusan yang amat mahal . Itulah kematian dan pemakaman yang menentukan nasib manusia dan semesta.
ADAKAH hal yang bisa menyentuh hati kita, yang membuat kita belajar untuk menyongsong perayaan kematian kita sendiri? Adakah jaminan bahwa kisah kematian dan hari pemakaman kita sendiri akan berkelas narwastu penuh keharuman?
KEMATIAN "harum narwastu" adalah kematian yang berbuah. Yang menghasilkan dan menegaskan nilai-nilai kehidupan. Itulah kematian dan saat pemakaman yang bercitra. Punya marwah. Kematian yang menempatkan iman-harapan-kasih dalam Tuhan sendiri. Demi kehidupan kekal.
KEMATIAN "narwastu" tentu bukanlah kematian dan kisah pemakaman sia-sia. Yang hanya mau menjamin bagi diri sendiri kekekalan dengan menghancurkan kehidupan. Demi surga ilutif. Penuh khayalan. Dan sebatas mimpi. Dan sungguh hanya dalam mimpi. Kita memang mesti tetap setia 'membayangkan hari pemakaman kita sendiri.' Dengan itu, kita tahu menghargai kehidupan dan nilai-nilai di baliknya.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati.
Amin.