SIAGA! 'Lunch-talk' pada HUT ke-58 Mgr Ewald Sedu
MAR - Jumat, 30 Juli 2021 15:07Oleh: Gusti Tetiro*
Jika beberapa kali anda membaca kutipan di status saya, “Kesempatan tak terduga hanya melayani jiwa yang siaga” sebenarnya tidak murni dari saya. Itu saya terjemahkan dan modifikasi dari pernyataan seorang psikolog Amerika, kelahiran Kanada, Albert Bandura (1925-2021). Saya tidak pernah mempelajari ilmu psikologi secara sistematik, hanya sejak SMP hingga kuliah memang harus diakui selalu bertemu dengan para pastor yang menaruh minat cukup kuat pada psikologi. Pengajar seperti Romo Beni Lalo di Seminari Mataloko adalah pembaca tekun karya-karya psikolog hebat, terutama para psikolog perkembangan. Mungkin karena itu, beliau menjadi bapa asrama (Perfek) yang baik.
Nama-nama seperti Albert Bandura, Carl Rogers, Gordon Allport, BF Skinner, Rollo May, Viktor Frankl, dan lain-lain baru saya dengar saat di Seminari Tinggi Ritapiret. Dosen pengantar ilmu psikologi Romo Ewald Sedu menyebut sepintas lalu nama-nama itu. Lalu, secara tidak sengaja saya meminjam sebuah buku dari perpustakaan Ritapiret tentang teori kepribadian. Saat itu, saya suka teori kepribadian Gordon Allport dan Viktor Frankl. Konsep diri Allport (Proprium?) dan Logoterapi Frankl memang sangat menarik untuk anak berusia awal dua puluhan: saat mencari-cari bentuk dan pernyataan (makna) diri.
Kita kembali ke Bandura. Sedikit. Eksperimen Boneka Bobo (Bobo Doll Experiment) menunjukkan, pembelajaran bisa dilakukan dengan mencontoh suatu tindakan (modelling study). Bandura mengajarkan determinisme resiprokal: lingkungan mempengaruhi tindakan, dan tindakan mempengaruhi lingkungan. Mengapa kalau alumni seminari Mataloko (Alsemat) berkumpul dan mereka sangat betah berlama-lama, bahkan bisa dicap “eksklusif” oleh orang yang tidak memahami mereka? Salah satu jawabannya bisa dari teori determinisme resiprokal ini: mereka pernah tinggal di lingkungan yang sama dan (pernah) bertindak dengan pola yang sama membentuk suatu lingkungan khusus.
Dengan kata lain, secara singkat bisa dikatakan begini: Bandura berbicara tentang pembelajaran sosial (lingkungan) dan aturan diri (tindakan), yang berkaitan sangat erat dengan atensi, retensi (ingatan) dan motivasi. Maka, model tertentu menjadi penting dalam proses belajar: pertumbuhan dan perkembangan.
Saya tidak lincah lagi berbicara tentang Bandura. Sudah lama tak membaca buku-buku psikologi. Mengingat dan menyebut begitu saja nama Albert Bandura siang ini, karena baru kemarin (Senin, 26/7) terima kabar kalau Bandura meninggal di Stanford, pada usia 95 tahun. Umur panjang bagi seorang psikolog yang senantiasa berpikiran positif.
Sebagai dosen, Mgr Ewald (di atas saya sebut Romo Ewald) tidak terlalu suka teori macam-macam. Kendati demikian, sebagai Perfek, beliau tahu betul internalisasi dan aplikasi teori-teori psikologi kepribadian dan psikologi perkembangan. Persis seperti temannya di Mataloko, Romo Beni Lalo. Memang begitulah seharusnya seorang pembina (formator).
Satu pengalaman saya membuktikannya. Saya diusir Pater Lipus Tule dari ruang kuliah Islamologi. Pater Lipus minta saya lapor Perfek Romo Ewald. Saya lapor Romo Ewald, yang kemudian menasihati dengan tenang, “memperhatikan mood dosen saat di ruang kuliah itu penting”. Saya senyum-senyum sebagai tanda paham.
Menghadapi kuliah Pater Lipus berikutnya, saya sudah siap dengan laporan. Ternyata Pater Lipus tidak mengkonfirmasi lagi permintaannya minggu sebelumnya. Tidak apa-apa, minimal saya telah mempersiapkan diri: antisipasi kesempatan (tak) terduga. Dan, dari Mgr Ewald, saya belajar satu hal: perhatikan mood orang.
Mgr Ewald pasti sedang bahagia merayakan HUT ke-58. Tulisan singkat ini pun hanyalah suatu cara ikut bergembira bersama sang gembala. Semoga Bapa Uskup selalu sehat dan tetap menjadi pendidik yang baik untuk para imam dan semua umat di Maumere. Amapu Benjer.